Melampaui Surga: Memahami Kembali Tujuan Penciptaan Manusia

4 days ago

2 min read

Wahai para pencari kebenaran, seringkali kita meyakini bahwa puncak dari perjalanan hidup seorang manusia adalah Surga. Sebuah taman keabadian yang penuh kenikmatan, sebagai balasan atas segala jerih payah dan ketaatan di dunia. Anggapan ini indah dan tidaklah salah, namun ia belumlah lengkap. Ia ibarat melihat singgasana yang megah, namun belum menatap Sang Raja yang bersemayam di atasnya.

Mari kita merenung sejenak pada perjalanan teragung yang pernah ditempuh seorang manusia: perjalanan Rasulullah ﷺ menuju Sidratul Muntaha, bahkan melampauinya hingga ke Hadirat Ilahi. Jikalau Surga adalah tujuan akhir, niscaya perjalanan beliau akan berhenti di sana. Jikalau mencapai ‘Arsy adalah puncak pencapaian, maka beliau akan menetap di sana.

Namun, sejarah mencatat sebuah keajaiban yang lebih besar: Beliau ﷺ kembali. Kembali ke bumi, kembali ke tengah-tengah kita. Kembalinya beliau membawa sebuah pesan yang teramat dalam: tujuan kita diciptakan bukanlah sekadar untuk meraih sebuah tempat bernama Surga, tetapi untuk menyempurnakan sebuah keadaan bernama ‘ubudiyah—penghambaan.

Tujuan hakiki adalah untuk mengenal Dia, Sang Pencipta segala tujuan. “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” Ibadah di sini bukanlah sebatas ritual, melainkan sebuah realisasi. Realisasi bahwa kita, dalam setiap tarikan nafas dan denyut nadi, adalah cerminan dari Sifat-sifat-Nya. Dia adalah Al-Ghani (Yang Maha Kaya), dan kita adalah para fakir yang mutlak membutuhkan-Nya. Dia adalah Al-Khaliq (Sang Pencipta), dan kita adalah ciptaan yang wujudnya bergantung penuh pada-Nya. Mengenali hakikat kefakiran dan kehambaan diri inilah puncak dari segala pengetahuan (ma’rifah).

Perjalanan menuju Allah adalah perjalanan ke dalam diri untuk menyingkap cermin ini. Dan setelah cermin itu bersih dan memantulkan Cahaya-Nya dengan sempurna, maka perjalanan dilanjutkan, bukan lagi menuju Allah, tetapi bersama Allah dan dengan Allah. Rasulullah ﷺ kembali ke dunia bukan sebagai seorang yang telah “tiba di tujuan”, melainkan sebagai seorang hamba sempurna (‘abd) yang membawa Cahaya dari Sumbernya untuk menerangi semesta. Beliau kembali untuk mengajar, untuk menjadi rahmat, untuk menunjukkan kepada kita bagaimana menjadi hamba yang sejati di tengah panggung dunia.

Maka, di manakah letak Surga dalam semua ini?

Di sinilah keindahan itu tersingkap. Surga bukanlah sekadar imbalan yang terpisah dari pengenalan akan Tuhan. Justru, pengenalan akan Tuhan itulah hakikat dari Surga itu sendiri. Sebab, bagaimana mungkin engkau dapat bersama dengan Sang Raja jika tidak berada di dalam Kerajaan-Nya? Dan Kerajaan-Nya meliputi segala sesuatu, tanpa batas ruang dan waktu.

Ketika seorang hamba telah sampai pada puncak pengenalan akan Tuhannya, ia telah memasuki Surga ma’rifah, sebuah keadaan di mana tabir antara dirinya dan Tuhannya tersingkap. Ia hidup di dunia dengan jasadnya, namun ruhnya senantiasa berada dalam Hadirat-Nya. Inilah Surga yang dipercepat, yang dapat dirasakan sebelum Surga yang dijanjikan.

Jadi, janganlah membatasi cita-citamu hanya untuk memasuki gerbang Surga. Tetapi bercita-citalah untuk mengenal Sang Pemilik Surga. Karena apabila engkau telah benar-benar mengenal-Nya dan beserta dengan-Nya, maka di mana pun engkau berada, itulah Surga. Dan Surga yang abadi kelak hanyalah manifestasi sempurna dari kebersamaan yang telah engkau rintis sejak di dunia ini. Tujuan kita bukanlah tempat, melainkan sebuah transformasi menjadi hamba-Nya yang sejati, yang memulai perjalanannya dari bumi, melintasi Surga, menuju Hadirat-Nya, lalu kembali ke bumi untuk menyebarkan Cahaya-Nya.

Share this post

July 27, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Artikel

Baca juga:

Baca berbagai artikel Islami dan tambah wawasan bersama.

Permintaan Orang-Orang Quraisy | Pejalan Ruhani

Musnad AhmadKitab : Dari musnad Bani HasyimBab : Awal Musnad Abdullah bin Al ‘AbbasNomor : 2058 حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ

Ngobrolin Gusti Allah | Pejalan Ruhani

Intermezo, mbah. Keutamaan majelis dzikir itu sudah cetho welo-welo sekali disebut Kanjeng Nabi Muhammad SAW ما جلس قوم مجلسا، يذكرون الله عز وجل، إلا حفت

Ilmu Dirasah dan Ilmu Wiratsah | Pejalan Ruhani

Ilmu Dirasah dan Ilmu Wiratsah قال تعالى: “قل هل يستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون.”وقال: “إنما يخشى الله من عباده العلماء.” العلم علمان: علم الدراسة

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link