Tragedi Haditsul Ifk: Air Mata Ummul Mukminin

5 days ago

3 min read

Peristiwa Haditsul Ifk: Ujian Sayyidah Aisyah (ra.)

Dalam lembaran sejarah Islam, tercatat sebuah peristiwa besar yang sempat mengguncang stabilitas Madinah dan menguji keteguhan hati para sahabat serta keluarga Rasulullah (Saw.). Peristiwa tersebut dikenal sebagai Haditsul Ifk—sebuah fitnah keji yang menimpa Sayyidah Aisyah (ra.), Ummul Mukminin yang kesuciannya kelak ditegaskan langsung oleh Allah (Swt.) melalui ayat-ayat Al-Qur’an.

Tertinggal dari Rombongan di Wadi al-Qurā

Kisah bermula saat rombongan kaum Muslimin dalam perjalanan pulang dari sebuah ekspedisi (Perang Bani Musthaliq). Sayyidah Aisyah (ra.) turut serta dalam perjalanan tersebut dengan menunggangi unta yang membawa haudaj, sebuah bilik kecil tertutup yang dipasang di punggung unta untuk menjaga privasi wanita.

Ketika rombongan berhenti sejenak di Wadi al-Qurā untuk beristirahat, Sayyidah Aisyah (ra.) turun dari haudaj untuk keperluan pribadi. Namun, tanpa disadari, kalung beliau terjatuh. Beliau pun kembali untuk mencarinya.

Saat Sayyidah Aisyah (ra.) kembali ke tempat peristirahatan setelah menemukan kalungnya, beliau mendapati bahwa pasukan telah berangkat. Para sahabat yang bertugas mengangkat haudaj mengira Sayyidah Aisyah (ra.) masih berada di dalamnya. Karena tubuh beliau yang ringan, mereka tidak menyadari bahwa haudaj tersebut sebenarnya kosong.

Demikianlah takdir Allah berlaku, Sayyidah Aisyah (ra.) tertinggal seorang diri di tengah hamparan padang pasir yang sunyi.

Pertemuan dengan Shafwan bin al-Mu’aththal (ra.)

Menjelang fajar menyingsing, Sayyidah Aisyah (ra.) yang tertidur di tempat itu ditemukan oleh seorang sahabat yang bertugas menyisir barisan belakang, yakni Shafwan bin al-Mu’aththal (ra.). Ia segera mengenali sosok tersebut sebagai istri Rasulullah (Saw.) karena pernah melihat beliau sebelum perintah hijab turun.

Dengan penuh rasa hormat dan terkejut, Shafwan (ra.) mengucapkan kalimat istirja’: “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.”

Suara itu membangunkan Sayyidah Aisyah (ra.). Menjaga adab yang tinggi, Shafwan (ra.) segera menundukkan pandangannya dan mendudukkan untanya agar Sayyidah Aisyah (ra.) bisa naik. Tanpa sepatah kata pun terucap di antara keduanya, Shafwan (ra.) menuntun unta tersebut dengan berjalan kaki di depan, hingga akhirnya mereka berhasil menyusul rombongan pasukan di tengah hari.

Fitnah Munafik yang Meracuni Madinah

Momen kedatangan Sayyidah Aisyah (ra.) bersama Shafwan (ra.) ini dimanfaatkan oleh tokoh kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia mulai menebarkan desas-desus dan tuduhan keji bahwa telah terjadi pengkhianatan terhadap Rasulullah (Saw.).

Fitnah tersebut menyebar dengan cepat bak api membakar ilalang, meracuni pikiran sebagian masyarakat Madinah. Sementara itu, Sayyidah Aisyah (ra.) yang jatuh sakit setibanya di Madinah sama sekali tidak mengetahui gunjingan yang sedang ramai dibicarakan.

Kesabaran yang Mengiris Hati

Setelah beberapa hari dalam ketidaktahuan, Sayyidah Aisyah (ra.) akhirnya mendengar berita bohong tersebut dari seorang wanita Anshar. Hatinya hancur berkeping-keping. Dalam kondisi sakit, beliau meminta izin kepada Rasulullah (Saw.) untuk dirawat di rumah orang tuanya, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq (ra.).

Di sana, Sayyidah Aisyah (ra.) menangis siang dan malam hingga air matanya seolah kering. Beliau berkata: “Aku tidak lagi memiliki air mata untuk menangis.”

Suatu hari, Rasulullah (Saw.) datang menemui beliau. Dengan nada tenang namun penuh kehati-hatian, Nabi (Saw.) bersabda: “Wahai Aisyah, jika engkau bersih, Allah pasti akan membebaskanmu. Tetapi jika engkau melakukan suatu dosa, bertobatlah kepada Allah.”

Mendengar hal itu, kesedihan Sayyidah Aisyah (ra.) memuncak. Beliau berharap ayah dan ibunya dapat menjawab untuk membela dirinya, namun keduanya hanya terdiam, terpaku dalam kebingungan dan kesedihan.

Dalam puncak kepedihan itu, Sayyidah Aisyah (ra.) mengutip perkataan Nabi Ya’qub (as.) sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an: “Fashabrun jamīl, wallāhul-musta‘ānu ‘alā mā tashifūn.” (“Maka kesabaran yang indah adalah pilihanku, dan Allah-lah tempat memohon pertolongan atas apa yang kalian katakan.”)

Pembelaan Langsung dari Langit

Allah (Swt.) tidak membiarkan hamba-Nya yang suci terzalimi. Tak lama berselang, wahyu pun turun. Rasulullah (Saw.) tampak bercucuran keringat—tanda beratnya menerima wahyu—meskipun udara saat itu dingin.

Setelah wahyu selesai turun, Rasulullah (Saw.) tersenyum lega dan berkata: “Bergembiralah wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah telah membebaskanmu.”

Allah (Swt.) menurunkan ayat-ayat dalam Surah An-Nur (ayat 11–20) yang secara tegas membantah tuduhan tersebut dan mencela para penyebar fitnah: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah golongan dari kalian juga…”

Rumah Sayyidina Abu Bakar (ra.) seketika dipenuhi tangis bahagia dan sujud syukur. Allah (Swt.) sendiri yang turun tangan memulihkan nama baik dan kehormatan Sayyidah Aisyah (ra.) di hadapan seluruh umat manusia hingga akhir zaman.

Pelajaran Besar dari Peristiwa Ini

  1. Perlindungan Allah: Allah (Swt.) senantiasa menjaga kehormatan hamba-hamba-Nya yang beriman dan suci.
  2. Bahaya Fitnah: Berita bohong yang dibiarkan tanpa klarifikasi (tabayyun) dapat menghancurkan sendi-sendi masyarakat.
  3. Keteladanan Aisyah (ra.): Kesabaran dan tawakal Sayyidah Aisyah (ra.) menjadi teladan abadi tentang bagaimana seorang mukmin menghadapi ujian berat.
  4. Kemuliaan Al-Qur’an: Pembelaan Allah melalui ayat suci menunjukkan betapa tingginya kedudukan Sayyidah Aisyah (ra.) di sisi-Nya.

Sayyidah Aisyah (ra.) bukan sekadar istri Rasulullah (Saw.), melainkan wanita shiddiqah (jujur dan membenarkan) yang kesuciannya dimuliakan langsung oleh penduduk langit.

Share this post

December 15, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Artikel

Baca juga:

Baca berbagai artikel Islami dan tambah wawasan bersama.

Hedonic Threadmill | Pejalan Ruhani

Manusia pada hakikatnya diciptakan oleh Allah Ta’ala dengan tujuan sangat mulia yaitu untuk mengabdi pada-Nya, senantiasa berserta dengan Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Sempurna. Akan

Tauhid dan Makrifatullah | Pejalan Ruhani

Menurut Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, siapapun yang merenung secara mendalam akan menyadari bahwa semua makhluk sebenarnya menauhidkan Allah SWT lewat tarikan nafas yang halus. Jika tidak,

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link