Plato: Wali Qutub di Zamannya | Pejalan Ruhani

4 years ago

4 min read

Dalam khazanah pemikiran Islam, perdebatan antara kaum sufistik-filosofis dan kaum literalis sering kali menajam. Satu sisi berusaha merangkul hikmah universal dari berbagai peradaban, sementara sisi lain bersikap waspada terhadap apa pun yang berasal dari luar teks suci. Di tengah perdebatan inilah, sebuah kesaksian spiritual yang luar biasa muncul dari seorang sufi agung, Sayyidi Syekh Abdul Karim Al-Jily (qs.).

Dalam mahakaryanya, Al-Insan Al-Kamil fi Ma’rifah Al-Awakhir wa Al-Awail (Manusia Sempurna dalam Pengetahuan tentang yang Akhir dan yang Awal), Sayyidi Syekh Abdul Karim Al-Jily (qs.) menuturkan sebuah pengalaman ruhani yang menembus batas ruang, waktu, dan bahkan sekat-sekat teologis yang kaku. Ia mengisahkan pertemuannya di alam spiritual dengan Aflatun, atau yang lebih kita kenal sebagai Plato, filsuf agung Yunani Kuno.

Berikut adalah petikan kesaksiannya [1]:

“Aku bertemu Aflatun (Platon/Plato), orang yang dituduh kafir oleh kalangan literalis.

Aku melihat dia berada di dunia lain yang diliputi cahaya dan keindahan. Aku tidak pernah melihat tempat yang begitu terhormat kecuali di kalangan para wali (kekasih Allah).

Aku bertanya, “Siapakah Anda?”
Dia menjawab, “Aku adalah Quthb zaman (Wali Qutub di zaman itu).””

— Sayyidi Syekh Abdul Karim Al-Jily (qs.), Al-Insan Al-Kamil fi Ma’rifah Al-Awakhir wa Al-Awail, II/52

Siapakah Plato?

Plato (sekitar 427-347 SM) adalah seorang filsuf agung dari Yunani kuno, yang dianggap sebagai salah satu pilar utama dalam sejarah pemikiran Barat. Lahir di Athena dalam keluarga terpandang, beliau adalah murid terkasih dari Socrates dan guru bagi Aristoteles. Plato mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi pertama di dunia Barat yang disebut Akademi Platonik.

Pemikiran beliau sangat luas dan mendalam, mencakup metafisika, etika, politik, dan teori pengetahuan. Gagasan paling terkenal dari Plato adalah “Teori Ide” atau “Teori Bentuk”. Menurut beliau, dunia fisik yang kita lihat dan rasakan hanyalah bayang-bayang atau salinan tidak sempurna dari sebuah realitas yang lebih tinggi, yaitu “Dunia Ide”. Dunia Ide ini bersifat abadi, sempurna, dan hanya dapat dipahami melalui akal budi (rasio), bukan indra. Beliau menggambarkannya melalui “Alegori Gua” yang masyhur, di mana manusia diibaratkan sebagai tahanan yang hanya bisa melihat bayangan di dinding gua dan menganggapnya sebagai kenyataan. Filsafat, bagi Plato, adalah jalan untuk membebaskan jiwa dari gua kebodohan menuju cahaya pengetahuan sejati.

Dalam mahakaryanya, “Republik”, Plato menguraikan konsep negara ideal yang harus dipimpin oleh “raja-filsuf” (philosopher-king), yaitu para pemimpin yang adil, bijaksana, dan memiliki pemahaman mendalam tentang kebaikan dan keadilan sejati.

Sumbangsih Pemikiran Plato dalam Khazanah Islam, Terutama Kaum Sufi

Meskipun hidup jauh sebelum masa kenabian Rasulullah SAW, pemikiran Plato dan pengembangannya (Neoplatonisme) masuk ke dalam dunia Islam melalui gerakan penerjemahan besar-besaran di era Abbasiyah. Para cendekiawan Muslim tidak menelannya mentah-mentah, melainkan mengkaji, mengkritik, dan mengadaptasinya sesuai dengan kerangka tauhid. Pengaruh ini terasa kuat, khususnya dalam dunia tasawuf.

  • Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (1058-1111 M):
    Hubungan beliau dengan filsafat sangat kompleks. Dalam kitabnya yang monumental, Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf), beliau melancarkan kritik tajam terhadap beberapa doktrin filsuf yang dianggap bertentangan dengan akidah Islam. Namun, di sisi lain, Imam Al-Ghazali sangat menghargai logika (mantiq) yang dikembangkan dari tradisi Aristoteles (murid Plato) dan melihatnya sebagai alat yang netral dan penting untuk berpikir lurus. Beliau juga mengadopsi beberapa kerangka berpikir Platonis, seperti pembedaan antara alam indrawi (dunia) yang fana dan alam ruhani (akhirat) yang hakiki. Konsep bahwa dunia ini adalah “jembatan” atau bayangan dari realitas akhirat yang sejati memiliki gema yang serupa dengan Teori Ide Plato, meskipun dalam bingkai teologi Islam yang kokoh.
  • Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M):
    Pengaruh Neoplatonisme pada pemikiran Sayyidi Syaikh Ibnu Arabi sangat mendalam. Konsep sentral beliau tentang Wahdatul Wujud (Kesatuan Wujud) sering dianalisis memiliki kesejajaran dengan filsafat emanasi (pancaran) dari Neoplatonisme, yang merupakan turunan langsung dari pemikiran Plato. Gagasan bahwa seluruh alam semesta (al-khalq) adalah manifestasi (tajalli) dari Wujud Yang Hakiki (Al-Haqq) memiliki kemiripan struktural dengan gagasan Plato tentang dunia fisik sebagai cerminan dari Dunia Ide yang sempurna. Tentu saja, Syaikh al-Akbar membingkai seluruh gagasannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah, namun terminologi dan struktur metafisikanya menunjukkan adanya dialog intelektual yang mendalam dengan tradisi pemikiran Yunani.

Pengaruh Global

Tidak ada negara di dunia saat ini yang menggunakan kitab Politeia (Republik) atau Nomoi (Hukum-Hukum) karya Plato sebagai kitab undang-undang mereka. Namun, pemikiran yang terkandung di dalamnya telah meletakkan fondasi intelektual bagi perkembangan sistem hukum Barat, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Berikut adalah penjelasannya:

  1. Konsep Dasar Hukum Alam (Natural Law): Filsuf Yunani, terutama Plato, Aristoteles, dan kaum Stoa, adalah yang pertama kali secara sistematis merumuskan gagasan bahwa ada prinsip-prinsip keadilan universal yang lebih tinggi daripada hukum buatan manusia. Hukum yang baik adalah hukum yang selaras dengan “hukum alam” atau akal budi ini. Konsep ini kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh para pemikir Romawi (seperti Cicero) dan menjadi inti dari Hukum Romawi. Hukum Romawi inilah yang menjadi cikal bakal sistem Hukum Sipil (Civil Law) yang dianut oleh sebagian besar negara Eropa Kontinental, Amerika Latin, dan juga Indonesia (melalui warisan hukum Belanda).
  2. Rule of Law (Negara Hukum): Gagasan Plato dan Aristoteles bahwa hukum harus berdaulat di atas penguasa (Rule of Law bukan Rule of Man) adalah pilar utama negara hukum modern. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan oleh hukum lebih baik daripada pemerintahan oleh individu, sekalipun individu itu bijaksana, karena hukum bersifat objektif dan tidak terpengaruh oleh nafsu. Prinsip ini adalah jantung dari konstitusionalisme modern.
  3. Tujuan Hukum: Plato berpendapat bahwa tujuan hukum bukanlah untuk balas dendam, melainkan untuk mendidik warga negara dan memperbaiki masyarakat. Ide bahwa hukum memiliki fungsi restoratif dan edukatif ini masih menjadi perdebatan dan inspirasi penting dalam teori hukum pidana dan kriminologi modern.

Sumbangsih dalam Negara Republik Indonesia

Pengaruh pemikiran Plato terhadap sistem hukum dan tata negara Indonesia datang secara tidak langsung, yaitu melalui warisan pemikiran hukum Eropa yang diadopsi oleh Indonesia.

  • Negara Berdasarkan Atas Hukum (Rechtstaat): Prinsip yang termaktub dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, “Negara Indonesia adalah negara hukum,” adalah perwujudan modern dari gagasan Rule of Law yang akarnya dapat dilacak hingga ke Athena kuno.
  • Pembukaan (Preambule) Undang-Undang: Salah satu gagasan konkret Plato dalam kitab Nomoi adalah bahwa setiap undang-undang harus memiliki pembukaan yang menjelaskan tujuan dan semangat di balik peraturan tersebut. Tujuannya agar warga negara menaatinya karena pemahaman dan persetujuan, bukan karena paksaan. Prinsip ini kita lihat dengan sangat jelas dalam Pembukaan UUD 1945 yang memuat falsafah, tujuan, dan cita-cita bangsa sebelum masuk ke batang tubuh yang berisi pasal-pasal.

Jadi, meskipun Plato adalah seorang filsuf pra-Kristen dari Yunani, gagasannya yang brilian tentang keadilan, hukum, dan negara telah meresonansi melintasi abad, berdialog dengan peradaban Islam, dan turut membentuk fondasi filosofis bagi negara-negara modern seperti Republik Indonesia.

: : : : : : : : :

[1] Sumber: Alfathri Adlin

Share this post

November 28, 2021

Copy Title and Content
Content has been copied.

Artikel

Baca juga:

Baca berbagai artikel Islami dan tambah wawasan bersama.

Shalawat Fatih | Pejalan Ruhani

‎ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ، ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺢِ ﻟِﻤَﺎ ﺃُﻏْﻠِﻖَ ﻭَﺍﻟْﺨَﺎﺗِﻢِ ﻟِﻤَﺎ ﺳَﺒَﻖَ، ﻧَﺎﺻِﺮِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ، ﻭَﺍﻟْﻬَﺎﺩِﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻃِﻚَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢِ ﻭَﻋَﻠﻰَ ﺁﻟِﻪِ ﺣَﻖَّ ﻗَﺪْﺭِﻩِ ﻭَﻣِﻘْﺪَﺍﺭِﻩِ ﺍﻟﻌَﻈِﻴْﻢِ Allāhumma

Renungan bagi Murid | Pejalan Ruhani

Di antara syarat thariqat mu’tabarah adalah Syaikh Mursyid thariqat yg sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw., dan diakui keberadaannya. Hal ini disebabkan karena jika seseorang yg

Gelas yang Bersih | Pejalan Ruhani

Seseorang bertanya, “Jika saya berdosa, lalu beristighfar, apakah kondisi saya sama dengan sebelum berdosa?” Alfaqir menatapnya sebentar, sambil menunjuk gelas di depan kami dan berucap;

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link