Insan Kamil | Pejalan Ruhani

4 years ago

2 min read

Insan Kamil artinya adalah manusia sempurna, berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofi ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428 M), pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis. Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad Saw sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad Saw sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/ruh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.

Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam as. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian. Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna.

Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya. Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.

Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan ruhani dan pendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan ruhani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil bagian dalam sifat-sifat Ilahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.

Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana hakikat mutlak, dan kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan, kata-katanya menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (Nur Muhammad). Muhammad Iqbal tidak setuju dengan teori para sufi seperti pemikiran al-Jili ini. Menurut dia, hal ini membunuh individualitas dan melemahkan jiwa. Iqbal memang memandang dan mengakui Nabi Muhammad Saw sebagai insan kamil, tetapi tanpa penafsiran secara mistik.

Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi MuhammadSaw. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan ruhani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan terhadap nasibnya sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insan kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga kekhalifahan Ilahi.

Share this post

January 9, 2021

Copy Title and Content
Content has been copied.

Read more

Related Posts

Discover a collection of insightful and engaging blog posts.

Adab dalam Berdzikir | Pejalan Ruhani

Berdzikir mempunyai adab-adab tertentu, baik sebagai penghantar, sesudah, atau ketika pelaksanaannya. Ada adab yang bersifat lahiriah dan ada pula yang bersifat batiniah. Sebelum melaksanakan dzikir,

Artikel

Pengertian Bertarekat | Pejalan Ruhani

(Bertarekat itu adalah dibimbing agar akhlaknya seperti Nabi Muhammad Saw.) sebagaimana pesan Syaikh Buzaydi dalam kitab Al-Ādab al-Mardliyah li Salik Thariq al-Shūfiyah: Bersuluklah saudaraku!Bersuluklah dibawah

Artikel

Hadits Qudsi Penggugah Jiwa | Pejalan Ruhani

Imam Al-Ghazali meriwayatkan dlm kitab Al-Mawaizh fi Al-Ahadits Al-Qudsiyyah, Allah Ta’ala berfirman: شَهِدَتْ نَفْسِي، أَنْ لا إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَحْدِي، لاَ شَرِيْكَ لِي، مُحَمَّدٌ عَبْدِي

Artikel

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link