Custom Search Widget

Daftar Isi

Risalatul Mu’awanah (2025)

Judul Kitab

Risalatul Mu’awanah (2025)

Penulis Kitab

Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (qs.)

Durasi Baca

24 Menit

Bagikan

Facebook
WhatsApp

Daftar Isi

⚪ Pengantar Penyusun

Dalam Kitab Risalatul Mu’awanah :
Karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad

PENGANTAR PENYUSUN

الحمد لله الواحد الجواد الوهاب الرزاق الحنان المنان، الذي بعث محمداً خاتم أنبيائه صلى الله عليه وسلم برسالته إلى جميع الإنس والجان، وأنزل عليه القرآن، فيه هُدىً للناس وبينات من الهدى والفرقان، وشرع له ولأمته ما وصّى به نوحاً وإبراهيم وموسى وعيسى،

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Esa, Yang Maha Mulia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pemberi, Yang Maha Memberi Rizki, Yang Maha Pengasih dan banyak memberi, Yang telah mengutus Nabi Muhammad sebagai penutup Nabi-Nabi dengan membawa risalah-Nya kepada seluruh makhluk, dari golongan manusia dan jin. Dan Allah menurunkan al-Qur’an kepada Beliau, yang di dalamnya terdapat petunjuk buat manusia serta penjelasan yang menerangkan tentang yang haq dan yang bathil. Allah juga mensyari’atkan buat Beliau dan umatnya seperti yang telah disyari’atkan-Nya kepada Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa alaihi wa alaihimush shalatu was salam.

وفضّل دينه على سائر الأديان، وجعله أكرم خلقه عليه، وجعل أمته خير أمة أخرجت للناس، يؤمنون بالله واليوم الآخر ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر، ويتعاونون على البر والتقوى ولا يتعاونون على الإثم والعدوان، ويقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة، ويتواصَون بالحق والصبر، ويجاهدون في سبيل الله ولا يخافون لَومة لائم من أهل الزيغ والخِذلان،

Allah Ta’ala pun telah mengistimewakan agama Islam, yang dibawa oleh Nabi Muhammad di atas agama-agama yang lain dan menjadikan Beliau sebagai makhluk yang paling mulia serta mengangkat umatnya sebagai sebaik-baik umat yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menyampaikan amar makruf nahi munkar, saling tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan dan tidak tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, saling menasehati dalam kesabaran, berjuang menegakkan agama Allah serta tidak takut dan gentar menghadapi hinaan orang-orang yang jauh dari garis kebenaran.

فما يصد عن سبيل الله، ويلوم على القيام بواجب حق الله، إلا الذين حقّت عليهم الكلمة من الله بالشقاوة والخسران، والخزيِ والهوان، ولا تجرد لنصح عباد الله ودعوتهم إلى باب الله إلا الذين سبقت لهم من الله الحسنى بالسعادة والأمان، والفوز والرضوان،

Tidaklah berpaling dari jalan Allah dan enggan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah atasnya, melainkan orang-orang yang telah dicap Allah sebagai orang yang celaka, rugi dan terhina. Dan tidaklah berjuang semata-mata untuk memberi nasehat kepada hamba-hamba Allah dan menyeru mereka ke jalan Allah, melainkan orang-orang yang telah dipastikan Allah untuk mendapatkan kebaikan, berupa kebahagiaan, keamanan, keberuntungan dan keridhaan.

أولئك ورثة النبيين، وأئمة المتقين وخيرة رب العالمين من المؤمنين الراسخين في العلم، المتحققون بحقائق الإيمان والإيقان والإحسان، الواقفون على أسرار الله في ملكه وملكوته من طريق الكشف والعيان،

Mereka itulah pewaris para Nabi, pemimpin orang-orang yang bertakwa dan manusia pilihan Tuhan semesta alam, dari kalangan kaum mukminin yang mantap ilmunya dan yang mendalami hakikat iman, itqan dan ihsan, yang memahami rahasia-rahasia Allah di dalam kerajaan langit dan bumi-Nya melalui jalan kasyaf dan ‘iyan.

وما فازوا بهذه المناقب، ولا وصلوا إلى هذه المراتب، إلا بحسن اقتفائهم، وكمال اتباعهم، لإمام الأئمة الذي أرسله الله للعالمين رحمةً، عبدِ الله ورسوله وحبيبه وخليله سيدنا محمد صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم في كل حين وأوان، صلاة وسلاماً دائمين بدوام الله الملك الديان

Mereka berhasil mendapatkan kebajikan ini dan berhasil sampai ke derajat ini tidak lain adalah karena mereka telah mengikuti dengan baik dan sempurna jejak pemimpin umat, yang telah diutus Allah kepada seluruh makhluk, manusia dan jin, dengan membawa rahmat, yaitu hamba Allah, utusan Allah, kekasih Allah dan sahabat Allah, Sayyidina Muhammad Saw. Semoga shalawat dan salam dari Allah senantiasa tercurah kepada Beliau, keluarga Beliau dan para sahabat Beliau di setiap waktu dan saat, yang berkekalan sebagaimana kekal-Nya Allah, Maha Raja Yang Maha Kuasa.

أما بعد، فيقول العبد الفقير، المعترف بالقصور والتقصير، الراجي عفو ربه القدير، الشريف عبد الله بن علوي الحداد باعلوي الحسيني عفا الله عنه وعن أسلافه آمين: هذه رسالة بحول الله وقوته جامعة، ووصية بفضل الله ورحمته نافعه، حملني على وضعها الامتثال لأمر الله تعالى وأمر رسوله، والرغبة في الوعد الصادق الوارد في الدلالة على الهدى والدعوة إلى الخير والنشر للعلم.

Amma ba’du, hamba yang fakir, yang mengaku akan kekurangan dan kelalaian, yang berharap akan ampunan Tuhannya Yang Kuasa, Syarif Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini, semoga Allah memaafkan dia dan seluruh pendahulunya, Aamiin, berkata: “Ini adalah risalah yang tersusun berkat pertolongan dan kekuatan Allah, dan sebuah wasiat yang dengan kemurahan dan rahmat Allah, Insya Allah bermanfaat. Saya terdorong menyusun karena melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan karena keinginan untuk memperoleh janji yang benar (Al wa’dush Shādiqu) yang dijanjikan bagi mereka yang menyeru kepada jalan kebaikan dan menyebarkan ilmu. Sebagaimana firman Allah:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Āli ‘Imrān: 104)

Allah Ta’ala juga berfirman:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. an-Nahl: 125)

Di ayat lain, Allah berfirman kepada Nabi-Nya:

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS. Yūsuf: 108)

Rasulullah Saw. bersabda:

لِيَبْلُغَ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الْغَائِبَ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ اَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ.

“Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir. Berapa banyak orang yang hafal fiqih masih membutuhkan kepada orang yang lebih faqih darinya, dan berapa banyak orang yang hafal fiqih tetapi bukan faqih.”

Rasulullah Saw. bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدَى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَالِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَالِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Siapa yang mengajak kepada (kebenaran), maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang mengerjakannya, tidak berkurang sedikitpun. Dan siapa yang mengajak kepada kesesatan (kemaksiatan), ia pun akan memperoleh dosa seperti dosa orang yang mengerjakan kesesatan itu, tidak akan berkurang sedikitpun.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abū Dāwud, at-Tirmidzī, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abū Hurairah)

Dalam sabda Rasulullah Saw. yang lain:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.

“Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal yaitu: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak yang shaleh yang mendoakannya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dan Muslim dari Abū Hurairah)

Sabda Beliau, “Orang yang paling dermawan setelah aku ialah orang yang berilmu kemudian menyebarkan ilmunya. Dan kelak di hari kiamat ia akan dibangkitkan dalam keadaan yang sempurna.”

Beliau juga bersabda:

أَلْخَلْقُ كُلُّهُمْ يَصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الْخَيْرَ حَتَّى حِيْتَانَ الْبَحْرِ.

“Semua makhluk bahkan ikan di lautan pun senantiasa memohonkan ampun bagi yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”

Beliau juga bersabda:

أَلْخَلْقُ كُلُّهُمْ عِيَالُ اللَّهِ وَأَحَبَّهُمْ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِعِيَالِهِ وَلَا يَسْتَطِيْعُ أَحَدٌ أَنْ يَنْفَعَ خَلْقَ اللَّهِ بِمِثْلِ دَعْوَتِهِمْ إِلَى بَابِ اللَّهِ بِتَعْرِيْفِهِمْ مَا يَجِبُ لَهُ مِنَ التَّوْحِيْدِ وَالطَّاعَةِ وَتَذْكِيْرِهِمْ بِآيَاتِهِ وَآلَائِهِ وَتَبْشِيْرِهِمْ بِرَحْمَتِهِ وَتَحْذِ يْرِهِمْ مِنْ سَخَطِهِ الْوِاقِعِ بِالْمُتَعَرِّضِيْنَ لَهُ مِنَ الْكَافِرِيْنَ وَالْفَاسِقِيْنَ

“Semua makhluk menjadi tanggungan Allah. Dan orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada tanggungan-Nya. Tak seorang pun mampu memberikan manfaat kepada makhluk-Nya seperti menyeru mereka ke pintu Allah, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka sesuatu yang wajib bagi-Nya yang berkaitan dengan ketauhidan dan ketaatan kepada-Nya, mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya, memberi kabar gembira kepada mereka akan rahmat-Nya serta memberi peringatan kepada mereka terhadap murka-Nya yang selalu menimpa orang-orang yang berpaling dari-Nya, yaitu orang-orang yang kafir dan fasik.”

وقد حثني على امتثال هذا الأمر العظيم، وأكد رغبتي في السعي إلى تحصيل هذا الوعد الكريم الواقعين في الآيات والأخبار التي ذكرتها وما في معناها مما لم أذكره سؤال أخ من السادة، صادق في الإرادة، سالك لسبيل السعادة، التمس مني أن أكتب له وصيةً ينتفع بها،

Yang mendorong saya untuk melaksanakan perintah agung ini dan yang memperkuat keinginan saya untuk berusaha meraih janji yang mulia, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat dan hadits-hadits yang telah saya sebutkan di atas, dan lainnya yang semakna, yang tidak sempat saya sebutkan di sini, adalah permintaan dari sebagian sadah, sahabat dalam satu kehendak, yang menempuh jalan kebahagiaan, yang telah meminta saya agar menuliskan untuknya sebuah risalah berupa wasiat yang dapat diambil manfaat olehnya.

فأجبته إلى ذلك راغباً فيما تقدم من الامتثال للأوامر والفوز بالثواب وفي معونة الله تعالى، وأن يكون سبحانه في حاجتي على وفق ما أخبر به رسوله عنه في قوله عليه الصلاة والسلام: “من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه”

Maka saya pun mengabulkan permintaannya itu, karena ingin melaksanakan perintah dan meraih pahala, seperti yang saya telah sebutkan di atas tadi. Dan semoga Allah menolong saya dan memenuhi hajat-hajat saya, sesuai dengan apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw. mengenai ganjaran orang yang memenuhi hajat orang lain, dalam sabdanya:

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ

“Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah pun akan memenuhi kebutuhannya.”

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah pasti akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.”

وأنا أستغفر الله، ولا أقول: أن نيتي في وضع هذه الرسالة مقصورة على هذه المقاصد الحسنة الدينية، كيف وأنا أعلم ما عندي من الشهوات الخفية،

Saya memohon ampun kepada Allah. Sebenarnya saya tidak hendak mengatakan bahwa dorongan saya menyusun risalah ini semata-mata karena tujuan-tujuan keagamaan yang baik. Sebab saya tahu, masih adanya keinginan-keinginan tersembunyi, nafsu yang merajalela, dan cinta dunia di dalam hati saya.

والحظوظ النفسية، والإرادات الدنيوية، (وما أبرئ نفسي إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم) والنفس عدوٌّ، والعدو لا يؤمن. بل هي أعدى الأعداء، كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك”.

Dan saya tidak membebaskan diri saya dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dan nafsu itu adalah musuh, sedangkan musuh tidak memberi rasa aman. Bahkan ia adalah musuh yang paling berbahaya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

أَعْدَ ى عَدُوِّكَ نَفْسُكَ الَّتِيْ بَيْنَ جَنْبَيْكَ

“Musuh yang paling berbahaya adalah hawa nafsu, yang berada di antara kedua lambungmu.”

Kata penyair:

تَعَرَّفْ نَفْسَكَ لَا تَأْمَنْ غَوَائِلِهَا فَالنَّفْسُ أَخْبَثُ مِنْ سَبْعِيْنَ شَيْطَانًا

Kenali betul nafsumu, jangan kau merasa aman dari tipu dayanya karena hawa nafsu itu lebih jahat dari tujuh puluh setan.

اللهم إني أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم، وأستغفرك لما لا أعلم.

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu, dari perbuatan syirik yang aku ketahui dan aku mohon ampunan-Mu dari syirik yang tak kuketahui.

وقد صدّرتُ فصول هذه الرسالة بقولي في أول كل فصل منها: “وعليك” بكذا قاصداً بذلك مخاطبة نفسي وأخي الذي كان سبباً في وضعها خصوصاً، وسائر من وقف عليها من المسلمين عموماً.

وهذه الكلمة لها وقع في قلب المخاطب. وأنجو بها -إن شاء الله تعالى- من التوبيخ والوعيد الواردين في حق من يقول ولا يفعل، ويعلم ولا يعمل؛ لأني إذا خاطبت نفسي بقولي “وعليك” دل ذلك على أنها لم تتحقق بالعمل بما علمت، وعلى أني لم أزل أحثها على استعمال ما تدعو إليه، وبذلك يزول التلبيس على المؤمنين، والنسيان للنفس الذي وصف الله تعالى به من لا يعقل في قوله تعالى: (أتأمرون الناس بالبرّ وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون)

Pada setiap pasal buku ini, selalu saya mulai dengan kalimat wa alaika (Hendaklah Anda…), tujuannya adalah pertama untuk mengajak diri saya sendiri dan saudara saya yang menjadi sebab disusunnya risalah ini, dan kedua untuk seluruh kaum muslimin yang membaca buku ini. Kalimat ini memiliki pengaruh yang kuat di dalam hati orang yang ingin diajak bicara. Insya Allah, dengan kalimat itu saya akan selamat dari celaan dan ancaman yang ditunjukkan kepada orang yang hanya bisa berkata, tetapi tak mampu membuktikan perkataannya, dan kepada orang yang berilmu, tetapi tidak mengamalkannya.

Kalimat itulah yang menunjukkan bahwa saya belum mampu mengamalkan nasehat itu sepenuhnya, tetapi saya senantiasa berusaha mendorong diri untuk mengamalkannya.

Dengan demikian akan lenyaplah kesamaran dari kaum mukminin dan kelalaian terhadap diri seperti keadaan orang tak berakal yang digambarkan Allah dalam firman-Nya:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. al-Baqarah: 44)

Rasulullah Saw. juga mengancam orang-orang yang hanya mampu memberi nasehat, tetapi tidak mengamalkan, sabda Rasulullah Saw.:

يُؤْمَرُ بِالْعَالِمِ إِلَى النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُوْرُ بِهَا فِي النَّارِ كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ بِالرَّحَا فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ مَا بَالُ الْأَبْعَدِ قَدْ آذَانَا عَلَى مَا بِنَا فَيَقُوْلُ إِنَّ الْأَبْعَدَ كَانَ يَأْمُرُ بِالْخَيْرِ وَلَا يَأْتِيْهِ وَيَنْهَى عَنِ الشَّرِّ وَيَأْتِيْهِ.

“Orang yang berilmu diperintahkan masuk ke dalam neraka, lalu ususnya keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar di dalam neraka laksana putaran keledai mengitari penggilingan.”

Kemudian penduduk neraka bertanya, “Ada apa dengan orang jahat itu, ia telah menambah penderitaan kami?”
Malaikat menjawab, “Ia adalah orang yang memerintah pada kebajikan sedangkan ia sendiri tidak mengerjakannya, dan mencegah kejahatan sedangkan ia sendiri mengerjakannya.” (al-Hadits)

Beliau juga bersabda:

مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي بِرِجَالٍ تُقْرَضُ بِمَقَارِيْضَ مِنْ نَارٍ فَقُلْتُ: مَنْ أَنْتُمْ؟ قَالُوْ كُنَّا نَأْمُرُ بِالْخَيْرِ وَلَا نَأْتِيْهِ وَنَنْهَى عَنِ الشَّرِّ وَنَأْتِيْهِ.

Dalam perjalanan Isra’ Mi’raj, aku melewati beberapa orang yang digunting mulutnya, dengan gunting dari api neraka.” Kemudian aku bertanya, “Siapakah kamu?”, lalu mereka menjawab, “Kami adalah orang yang menyerukan kebajikan, sedangkan kami sendiri tidak mengerjakannya, dan kami melarang kejahatan tetapi kami sendiri masih mengerjakannya.”

Ancaman di atas khusus ditujukan pada orang yang mengajak ke jalan Allah demi kepentingan belaka, yaitu mereka yang menganjurkan kebaikan, sedang mereka sendiri selalu meninggalkannya, melarang tindak kejahatan tapi tak mampu lepas darinya, karena tujuan mereka hanya mengejar ketenaran.

Lain halnya dengan mereka yang menyeru pada jalan Allah, serta selalu berintrospeksi diri dan beribadah kepada Allah semaksimal mungkin, maka pintu sukses di dunia dan akhirat telah di depannya.

Bagaimanapun, orang yang berilmu tapi tidak beramal adalah lebih baik dan lebih terpuji daripada orang tak beramal dan tak berilmu.

وربما قال قائل ممن لا يعقل: الكتب كثيرة وفيها غنية وكفاية فلا فائدة في تصنيف الكتب في هذا الزمان، فهذا القائل إن أصاب في قوله: إن في الكتب غنية وكفاية فقد أخطأ في قوله: لا فائدة للتصنيف في هذا الزمان، لأن للقلوب ميلاً بحكم الجبلة إلى كل جديد، وأيضاً فإن الله يُنطِق علماء كل زمان بما يوافق أهله، والتصانيف تبلغ الأماكن البعيدة وتبقى بعد موت العالم فيحصل له بذلك فضل نشر العلم ويكتب معلماً داعياً إلى الله في قبره،

Barangkali ada yang berkata, “Sudah banyak buku yang tersusun dengan berbagai uraian dan penjelasan yang akurat, maka tak ada gunanya lagi kita mengarang di jaman ini.”

Orang ini, sekalipun ia mungkin benar dalam perkataannya bahwa kitab sudah banyak, tetapi ia telah keliru mengatakan bahwa tidak ada gunanya lagi menyusun kitab pada masa kini. Karena sudah menjadi watak manusia yang cenderung pada hal-hal yang baru. Allah Ta’ala pun telah menganjurkan pada para ulama agar mampu beradaptasi terhadap masyarakat yang hidup pada zamannya.

Karya tulis dapat mencapai tempat-tempat yang jauh dan manfaatnya dapat selalu dirasakan walaupun si penulis sudah wafat. Maka dengan karya tulisnya itu, ia memperoleh keutamaan sebagai seorang penyebar ilmu, dan akan dicatat di dalam kuburnya sebagai muslim yang menyeru ke jalan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

مَنْ أَنْعَشَ لِسَانَهُ حَقًّا يُعْمَلُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ أُجْرِيَ عَلَيْهِ أَجْرُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

“Barang siapa mempergunakan lidahnya untuk menyampaikan kebenaran, dan kebenaran itu senantiasa di amalkan oleh orang lain sepeninggalnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang mengalir terus-menerus sampai hari kiamat.” (al-Hadits)

وقد سميت هذه الرسالة المشار إليها:
“رسالة المعاونة والمظاهرة والمؤازرة للراغبين من المؤمنين في سلوك طريق الآخرة”

Buku ini saya beri nama “Risalatul Mu’awanati wal Muzhaharati wal Muāzarati”, untuk kaum muslimin yang ingin menempuh jalan akhirat.

Saya memohon kepada Allah agar buku ini dapat bermanfaat khususnya bagi diri saya sendiri dan seluruh kaum muslimin, semoga Allah memberikan keikhlasan dalam penulisan ini.

Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini

1. Keyakinan Kokoh

Dalam Kitab Risalatul Mu’awanah :
Karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad

1. Keyakinan Kokoh

(وعليك) أيها الأخ الحبيب بتقوية يقينك وتحسينه، فإن اليقين إذا تمكن من القلب واستولى عليه صار الغيب كأنه شهادة، وعند ذلك يقول الموقن كما قال علي كرم الله وجهه: لو كشف الغطاء ما ازددت يقيناً.

واليقين عبارة عن قوة الإيمان وثباته ورسوخه حتى يصير كالطود الشامخ، لا تزلزله الشكوك، ولا تزعزعه الأوهام، بل لا يبقى للشكوك والأوهام وجود البتة. فإن جاءت من خارج لم تصغ إليها الأذن ولم يلتفت إليها القلب.

والشيطان لا يستطيع الدنو من صاحب هذا اليقين بل يفر منه ويفرق من ظله ويقنع بالسلامة، كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إن الشيطان ليفرَق من ظل عمر وما سلك عمر فجّاً إلا سلك الشيطان فجّاً آخر”.

ويقوى اليقين ويحسن بأسباب:
منها- وهو الأصل والذي عليه المدار- أن يصغي العبد بقلبه وأذنه إلى استماع الآيات والأخبار الدالة على جلال الله تعالى وكماله وعظمته وكبريائه وانفراده بالخلق والأمر، والسلطان والقهر وعلى صدق الرسل وكمالهم وما أيدوا به من المعجزات وما حل بمعانديهم من أنواع العقوبات وما ورد في اليوم الآخر من إثابة المحسنين ومعاقبة المسيئين.
وإلى كون هذا الأمر كافياً في إفادة اليقين الإشارةُ يقوله تعالى: (أَوَ لم يكفِهِم أنا أنزلنا عليك الكتاب يُتلَى عليهم) الآية.

السبب الثاني أن ينظر بعين الاعتبار في ملكوت السماوات والأرض، وما بث الله فيهما من عجائب المصنوعات، وبدائع المكونات.
وإلى إفادته اليقين الإشارةُ بقوله تعالى: (سنريهم آياتِنا في الآفاق وفي أنفسهم حتى يتبيَّن لهم أنه الحق).

السبب الثالث أن يعمل على مقتضى ما آمن به ظاهراً وباطناً ويشمّر في ذلك ويبذل الاستطاعة فيما هنالك.
وإلى إفادته الإشارة بقوله تعالى: (والذين جاهدوا فينا لنهدينَّهم سُبلَنا).

ومن ثمرات اليقين السكون إلى وعد الله، والثقة بضمان الله، والإقبال بكنه الهمة على الله، وترك ما من شأنه أن يشغل عن الله تعالى، والرجوع في كل حال إلى الله واستفراغ الطاقة في ابتغاء مرضاة الله.

وعلى الجملة فاليقين أصل الإيمان وسائر المقامات الشريفة والأخلاق المحمودة والأعمال الصالحة من فروعه وثمراته، والأخلاق والأعمال تابعة لليقين قوة وضعفاً، وصحة وسقماً. قال لقمان عليه السلام لا يستطاع العمل إلا باليقين، ولا يعمل العبد إلا بقدر يقينه، ولا يُقصِّر عامل حتى ينقص يقينه، ولهذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” اليقينُ الإيمان كله”.

وأهل الإيمان في اليقين على ثلاث درجات:
الأولى _ وهي درجة أصحاب اليمين- التصديقُ الجازم مع إمكان التشكك والتزلزل لو جاء ما يقتضيه، ويعبر عنها بالإيمان.

Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperkuat dan memperbaiki keyakinan Anda. Karena bila keyakinan itu sudah kokoh dan telah menguasai hatimu, maka segala sesuatu yang ghaib tiba-tiba dapat terlihat dengan jelas seperti yang dikatakan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw.:

“Jika terbuka mata hatiku, makin bertambahlah keyakinanku.”

Keyakinan ialah ungkapan tentang kekuatan dan keteguhan iman yang sudah mendarah daging dan menyatu dalam hati, laksana sebuh gunung yang menjulang tinggi. Karena itu, segala bentuk keraguan dan praduga tak akan mampu menghempaskannya, hingga akhirnya keduanya hilang tanpa bekas.

Jika keraguan dan praduga itu datangnya dari luar, kedua telinganya tidak mau mendengarkannya sedangkan hati pun tidak mempedulikannya. Setan pun tak kuasa mendekati dan menggoda orang yang memiliki keyakinan seperti ini, bahkan ia lari ketakutan menyelamatkan diri darinya. Manusia yang memiliki ciri-ciri di atas ialah Sayyidina Umar bin Khattab ra., seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw.:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَفْرَقُ مِنْ ظِلِّ عُمَرَوَمَاسَلَكَ عُمَرُفَجَّا إِلَّا سَلَكَ الشَّيْطَانُ فَجًّاآخَرَ.

“Setan takut terhadap bayangan Umar. Jika Umar menempuh suatu jalan, maka ia akan menempuh jalan lain.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Hibban dari Buraidah)

Sebab-sebab teguhnya keyakinan:

a. Ini adalah yang pokok dan yang menjadi poros, yaitu memperlihatkan dengan hati dan memperdengarkan dengan telinga akan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Saw. yang menunjukkan kebesaran Allah, kesempurnaan, keagungan dan kehebatan-Nya, serta kemanunggalan-Nya dalam mencipta, memerintah, menguasai dan memaksa. Dan yang menunjukkan kepada kebenaran para Rasul dan kesempurnaan mereka, mukjizat-mukjizat yang mereka tunjukkan, azab yang menimpa orang-orang yang menentang mereka, serta berita-berita hari kiamat yang berhubungan dengan pahala yang disediakan bagi orang-orang yang baik dan hukuman bagi orang-orang yang jahat.

Hal ini mampu untuk meningkatkan keyakinan adalah didasarkan pada firman Allah Ta’ala:

أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَ‌حْمَةً وَذِكْرَ‌ىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (al-Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-Ankabūt: 51)

b. Memperhatikan segala ciptaan Allah yang indah dan menakjubkan, baik yang ada di langit maupun bumi. Firman Allah Ta’ala:

سَنُرِ‌يهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَ‌بِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fushshilat: 53)

c. Bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala amalan dan tetap didasari iman dan takwa. Firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّـهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-Ankabūt: 69)

Buah Keyakinan

Buah keyakinan yang dapat kita rasakan antara lain adalah kekuatan batin, ketenangan jiwa, perlindungan Allah Ta’ala, cita-cita untuk selalu taat kepada-Nya, serta upaya maksimal untuk mendapat ridha-Nya.

Ringkasnya, keyakinan merupakan pokok dari segala sesuatu. Sedangkan derajat yang luhur, budi pekerti yang terpuji dan amal shaleh adalah cabang buahnya. Bahkan baik buruknya akhlak dan perilaku seseorang bergantung pada keyakinannya.

Luqman Hakim as. berkata:
“Aktivitas hanya dapat dilakukan dengan adanya keyakinan. Seseorang hanya dapat beraktivitas sesuai dengan kadar keyakinannya. Dan bila keyakinannya berkurang, berkurang pulalah aktivitasnya.”

Rasulullah Saw. bersabda:

اَلْيَقِيْنُ الْإِيْمَانُ كُلُّهُ.

“Keyakinan itu adalah iman seluruhnya.” (HR. Baihaqi)

Tingkat-tingkat Keyakinan Orang-orang yang Beriman

a. Ashabul Yamin
Yaitu orang-orang yang percaya dan kuat dalam iman, tapi pada saat-saat tertentu, jiwanya dapat diguncangkan oleh keraguan dan praduga.

b. Al-Muqarrabin
Yaitu orang-orang yang benar-benar kuat dalam berkeyakinan, mereka mampu menguasai hati mereka dengan bermodalkan keteguhan iman dan takwa. Segala bentuk keraguan dan praduga tak akan mampu mengganggu dan merusak imannya. Bahkan sesuatu yang ghaib pun dapat terlihat dengan jelas. Tingkatan ini dinamakan Iman bil Yaqin.

c. Tingkatan pada Nabi dan pewarisnya
Pada tingkat tertinggi ini pun segala sesuatu yang ghaib dan tersembunyi dapat terlihat dengan sangat jelas dan nyata. Tingkatan ini disebut Iman bil kasydi wal ‘iyan.

Perbedaaan antara pemilik masing-masing derajat itu sangat jauh sekali, ada yang utama dan ada yang lebih utama. Itulah anugerah Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya. Hanya Allah-lah yang mempunyai anugerah yang besar.

2. Memperbaiki Niat dan Berusaha Ikhlas

Dalam Kitab Risalatul Mu’awanah :
Karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad

2. Memperbaiki Niat dan Berusaha Ikhlas

(وعليك) يا أخي بإصلاح النية وإخلاصها وتفقدها والتفكر فيها قبل الدخول في العمل، فإنها أساس العمل، والأعمال تابعة لها حسناً وقبحاً وصحةً وفساداً. وقد قال صلى الله عليه وسلم “إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى” فعليك أن لا تقول قولاً، ولا تعمل عملاً، ولا تعزم على أمر، إلا وتكون ناوياً بذلك التقربَ إلى الله، وابتغاء الثواب الذي رتبه سبحانه على الأمر المنويِّ من باب المِنَّة والفضل.

(واعلم) أنه لا يصح التقرب إلى الله إلا بما شرعه على لسان رسوله من الفرائض والنوافل، وقد تؤثر النية الصادقة في الأمر المباح فيصير قربة لله من حيث أن للوسائل حكم المقاصد، كمن ينوي بأكله التقوي على طاعة الله، وبإتيانه أهله التسبب في حصول ولد يعبد الله.

ويشترط لصدق النية أن لا يكذبها العمل، فمن يطلب العلم، مثلاً، ويزعم أن نيته في تحصيله أن يعلم ويعلِّم، فإن لم يفعل ذلك عند التمكين منه فنيته غير صادقة، وكمن يطلب الدنيا ويزعم أنه إنما يطلبها لأجل الاستغناء عن الناس، والتصدق على المحتاجين، وصلة الأقربين، فإن لم يفعل ذلك عند القدرة عليه فلا أثر لنيته.

والنية لا تؤثر في المعاصي شيئاً كما أن التطهير لا أثر له في نجس العين، فمن وافق إنساناً على غيبة مسلم وادعى أنه يقصد بذلك إدخال السرور على قلبه فهو أحد المغتابين، ومن سكت عن الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وادعى أنه ينوي بسكوته التوقِّي عن كسر قلب المباشر فهو شريكه في الإثم، وإذا تعلقت النية الخبيثة بالعمل الطيب أفسدته وصار خبيثاً، كمن يعمل الصالحات وينوي بذلك تحصيل المال والجاه.

فاجتهد يا أخي أن تكون نيتك في طاعتك مقصورة على ابتغاء وجه الله تعالى، وانو بما تتعاطاه من المباحات الاستعانة على طاعة الله تعالى.

(واعلم) أنه يتصور أن يجتمع في العمل الواحد نيات كثيرة، ويكون للعامل بكل نية منها ثواب تام.

مثاله من الطاعات أن ينوي بقراءة القرآن مناجاة الله تعالى، فإن القارئ مناج ربه، وينوي استخراج العلوم من القرآن فإنه معدنها، وينوي نفع نفسه والسامعين، إلى غير ذلك من النيات الصالحة الحسنة.

ومثاله من المباحات أن تنوي بالأكل امتثال أمر ربك في قوله تعالى: (يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم) وتنوي به التقوي على طاعة الله تعالى، وتنوي به التسبب في استخراج الشكر منك لربك إذ يقول سبحانه: (كلوا من رزق ربكم واشكروا له) فقس على هذين المثالين ما عداهما من الطاعات والمباحات واستكثر من صالح النيات جهدك.
ثم إن النية تطلق ويراد بها أحد معنيين:

الأول أن النية عبارة عن غرضك الذي حملك على العزم والعمل والقول، وتكون النية بهذا الاعتبار في الأكثر خيراً من العمل إن كان خيراً، وشراً منه إن كان شراً، وقد قال عليه الصلاة والسلام: “نية المؤمن خير من عمله” فانظر كيف خص المؤمن بالذكر!

والمعنى الثاني أن النية عبارة عن قصدك فعل الشيء وعزمك عليه. وهذه النية لا تكون خيراً من العمل ولكن لا يخلو الإنسان عند عزمه على فعل شيء من إحدى ثلاث حالات:
الأولى أن يعزم ويعمل.
والثانية أن يعزم ولا يعمل مع القدرة على العمل. وحكم هذه الحالة والتي قبلها قد أتى مبيناً فيما روي عن ابن عباس رضي الله عنهما عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: “إن الله كتب الحسنات والسيئات” ثم بيَّن ذلك بقوله: “فمن همَّ بحسنة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة، فإن همَّ بها فعملها كتبها الله عنده عشر حسنات إلى سبعمائة ضعف إلى أضعاف كثيرة، وإن هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة، فإن هم بها فعملها كتبها الله سيئة واحدة”.

الحالة الثالثة أن يعزم على فعل أمر لا يستطيع فعله، فيصير يقول لو استطعت عملت، فله نية ما للعامل وعليه ما عليه. والدليل على ذلك قوله عليه الصلاة والسلام: “الناس أربعة رجل آتاه الله علماً ومالاً فهو يعمل في ماله بعلمه، فيقول آخر لو آتاني الله مثل ما آتاه عملت مثل عمله فهما في الأجر سواء، ورجل آتاه الله مالاً ولم يؤته علماً فهو يخبط في ماله بجهله فيقول آخر لو آتاني الله مثل ما آتاه عملت مثل عمله فهما في الوزر سواء”.
فصل

Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan meluruskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.

Rasulullah Saw. bersabda:

إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.

“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Ta’ala pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.

Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Alah Ta’ala

Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Ta’ala, bila tidak dengan yang digariskan oleh Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yang fardlu maupun sunnah.

Adakalanya niat yang benar itu memberi pengaruh pada perkara-perkara mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul: Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yang shaleh.

Hubungan antara Niat dan Amal

Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yang menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.

Bagi mereka yang mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta-minta kepada orang lain, mampu bersedekah pada yang membutuhkan dan menjalin tali silaturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.

Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan-perbuatan maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda-benda najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yang berjumpa dengan orang lain yang sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam pergunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.

Siapa saja yang diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat sesuatu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.

Suatu amal baik menjadi bathil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal shaleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.

Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata-mata hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal-hal yang mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.

Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yang ia lakukan.

Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca al-Qur’an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu: bermunajat kepada Allah Ta’ala, menggali ilmu yang ada dalam al-Qur’an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.

Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk:

– Melaksanakan perintah Allah Ta’ala yang tersebut dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَ‌زَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لِلَّـهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. al-Baqarah: 172)

– Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.

– Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuai dengan al-Qur’an surah as-Saba’ ayat 15 yang berbunyi:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِن رِّ‌زْقِ رَ‌بِّكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَ‌بٌّ غَفُورٌ‌

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS. as-Saba’: 15)

Pengertian Niat

Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yang mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.

Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yang diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yang diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ.

“Niat orang yang beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)

Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin.

Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal-hal berikut:

  1. Berniat dan langsung melaksanakannya.
  2. Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yang disebut azzam (cita-cita).

Keduanya dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ عَشَرَحَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضَعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَ هُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.

“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)

  1. Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.

Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yang melaksanakannya.

Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:

أَلنَّاسُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًاوَمَالَا فَهُوَ يَعْمَلُ فِى مَالِهِ بِعِلْمِهِ فَيَقُوْلُ آجَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاعَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْأَجْرِسَوَاءٌ, وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًافَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِجَهْلِهِ فَيَقُوْلُ آخَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاهُ عَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْوَزْرِسَوَاءٌ.

“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yang dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yang hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti dia. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yang sama. Ketiga, orang yang dikaruniai oleh Allah Ta’ala kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang keempat, ialah orang yang hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yang sama.” (al-Hadits)

3. Merasa Diawasi (Muraqabah) oleh Allah Ta’ala Dalam Setiap Keadaan

Dalam Kitab Risalatul Mu’awanah :
Karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad

3. Merasa Diawasi (Muraqabah) oleh Allah Ta’ala Dalam Setiap Keadaan

(وعليك) يا أخي بمراقبة الله تعالى
في حركاتك وسكناتك ولحظاتك وطرفاتك وخطراتك وإراداتك وسائر حالاتك، واستشعر قربه منك، واعلم أنه ناظر إليك ومطاع عليك، لا يخفى عليه منك خافية (وما يعزب عن ربك من مثقال ذرة في الأرض ولا في السماء)،

Saudaraku, hendaklah Anda selalu mawas diri kepada Allah Ta’ala dalam setiap aktivitasmu. Dan hendaklah Anda sadar bahwa Allah selalu di dekatmu.

Dan Dia selalu mengetahui dan mengawasi segala gerak-gerikmu. Bagi-Nya tak ada sesuatu yang rahasia dan samar. Makhluk sekecil apa pun yang ada di bumi dan langit tak akan pernah lepas dari pengawasan-Nya.

(وإن تجهر بالقول فإنه يعلم السر وأخفى) وهو معك أينما كنت، بالعلم والإحاطة والاقتدار ويدلُّك مع الهداية والإعانة والحفظ إن كنت من الأبرار، فاستحي من مولاك حق الحياء، واجتهد أن لا يراك حيث نهاك، ولا يفتقدك حيث أمرك، واعبده كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك.

Ingatlah! Bahwa Dia senantiasa mengetahui apa yang engkau bicarakan, baik engkau bersuara keras maupun lirih. Di mana saja engkau berada, Dia selalu bersamamu, dan Dialah Yang Maha Kuasa.

Petunjuk, pertolongan dan penjagaan-Nya hanya tercurah kepadamu jika engkau tergolong orang-orang yang berbuat baik.

Hendaklah engkau malu kepada-Nya. Kerjakanlah perintah-perintah-Nya dan jauhi segala larangan-Nya serta beribadahlah kepada-Nya seakan-akan melihat-Nya. Dan apabila engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu.

ومتى رأيت من نفسك تكاسلاً عن طاعته أو ميلاً إلى معصيته فذكرها بأن الله يسمعك ويراك ويعلم سرك ونجواك، فإن لم يفدها هذا الذكر لقصور معرفتها بجلال الله تعالى فاذكر لها مكان الملكين الكريمين اللذين يكتبان الحسنات والسيئات واتل عليها (إذ يتلقَّى المتَلقيانِ عن اليمين وعن الشمال قعيد ما يلفِظُ من قول إلا لديه رقيب عتيد) فإن لم تتأثر بهذا التذكير فذكرها قرب الموت وأنه أقرب غائب ينتظر، وخوِّفها بهجومه على غرة وأنه متى نزل بها وهي على حالة غير مرضية تنقلب بخسران لا آخر له، فإن لم ينفعها هذا التخويف فاذكر لها ما وعد الله به من أطاعه من الثواب العظيم وما توعَّد به من عصاه من العذاب الأليم،

Dan jika dalam hatimu timbul rasa malas pada ketaatan dan cenderung untuk mengerjakan kemaksiatan, katakan pada nafsumu: “Hai nafsu! Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu mendengarmu, melihatmu, dan mengetahui segala rahasia dan bisikanmu.”

Jika ia belum dapat menuruti nasehatmu kepadanya akan dua malaikat yang selalu mencatat kebajikan dan kejelekan, yaitu Raqib dan Atid.

Dan bacakan padanya firman Allah Ta’ala:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَ‌قِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾

“Ketika dua malaikat yang mencatat amal buruk di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tidaklah perkataan yang dikeluarkan seseorang melainkan di sisinya ada dua malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qāf: 17-18)

Jika nasihat tersebut tetap tak dapat menghentikan tindakannya, berilah ia pengertian tentang kematian yang sudah semakin dekat. Dan kematian adalah satu rahasia yang dinanti kedatangannya. Apabila ajal telah menjemputnya sedangkan ia senantiasa mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah Ta’ala, maka hanya penyesalan tak ada habisnya yang ia peroleh.

Bila ia masih dan tak menghiraukan nasehat itu, maka ingatkan ia sekali lagi tentang pahala besar yang dijanjikan oleh Allah, bagi mereka yang taat pada-Nya dan siksa yang pedih yang disediakan Allah bagi orang yang durhaka kepada-Nya.

وقل لها يا نفس ما بعد الموت من مستعتَب وما بعد الدنيا من دار إلا الجنة أو النار فاختاري -لنفسك إن شئت- طاعة تكون عاقبتها الفوز والرضوان والخلود في فسيح الجنان، والنظر إلى وجه الله الكريم المنان، وإن شئت، معصية يكون آخرها الخزي والهوان والسخط والحرمان والحبس بين طبقات النيران،

فعالج نفسك بهذه الأذكار عند تقاعدها عن الطاعة وركونها إلى المعصية فإنها من الأدوية النافعة لأمراض القلوب.
ثم إنه إن ثار من قلبك عند استشعارك أن الله يراك حياءٌ منه يمنعك عن مخالفته ويحملك على التشمير في طاعته فعندك شيء من حقائق المراقبة.

Kemudian katakan pada nafsu: Hai nafsu! Tak ada lagi kesempatan untuk bertobat setelah kematian. Dan tak ada lagi tempat setelah dunia ini, kecuali surga atau neraka. Pilihlah mana yang kau suka! Jika engkau taat kepada Allah, maka kebahagiaan, keridhaan dan kekekalan di dalam surga yang luaslah yang engkau terima. Bahkan engkau pun akan memperoleh nikmat terbesar yaitu melihat-Nya. Jika engkau bermaksiat, tentu kehinaan, murka dan siksa nerakalah yang pasti engkau terima.

Seluruh nasehat-nasehat di atas pasti membawa manfaat yang besar bagi kehidupanmu di dunia dan akhirat. Engkau baru dikatakan malu dan mawas diri kepada Allah Ta’ala jika nasehat-nasehat di atas dapat mencegah hati dan nafsumu dari segala aktivitas yang tidak diridhai-Nya dan mendorongmu untuk taat kepada-Nya.

(واعلم) أن المراقبة من أشرف المقامات وأرفع المنازل وأعلى الدرجات وهي مقام الإحسان المشار إليه بقوله عليه الصلاة والسلام: “الإحسان أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك” وكل واحد من المؤمنين يؤمن بأنه الله لا يخفى عليه شيء في الأرض ولا في السماء، ويعلم أن الله معه أينما كان لا يخفى عليه شيء من حركاته وسكناته، ولكن الشأن في دوام هذا المشهد وحصول ثمراته التي أقلها أن لا يعمل فيما بينه وبين الله عملاً يستحي أن يراه عليه رجل من الصالحين، وهذا عزيز وما وراءه أعز منه إلى أن يصير العبد في آخر الأمر مستغرقاً بالله تعالى وفانياً عمل سواه قد غاب عن الخلق بشهود الحق والتحق بمقعد صدق عند مليك مقتدر.

Ketahuilah! Muraqabah termasuk kedudukan terpuji, pangkat yang paling mulia dan derajat yang paling tinggi. Muraqabah juga termasuk pada maqam ihsan.

Seperti yang disabdakan Rasulullah Saw.:

اَلْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.

“Ihsan ialah pengabdian pada Allah Ta’ala seakan-akan engkau melihat-Nya. Walaupun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim dari Umar)

Hakikat Kepercayaan

Setiap mukmin wajib percaya bahwa tiada sesuatu yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di langit maupun bumi. Dan Dia mengetahui dan mengawasi segala aktivitas makhluk-Nya.

Kepercayaan atau ideologi itu akan tumbuh subur jika ia seolah-olah berhadapan dengan Allah dan berpengaruh dalam setiap langkah kehidupannya, dan ia pun merasa malu jika ia tidak beribadah. Apalagi jika sampai diketahui orang lain bahwa ia tidaklah tergolong orang yang taat kepada Allah. Rasa malu seperti ini sudah jarang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Lebih jarang lagi adalah fana’.

Fana’ ialah leburnya diri pribadi pada ke-baqa’-an Allah, dimana perasaan keinsanan lenyap diganti dengan rasa Ketuhanan.

4. Mengisi Waktu dan Mengerjakan Hal-hal yang Baik

Dalam Kitab Risalatul Mu’awanah :
Karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad

4. Mengisi Waktu dan Mengerjakan Hal-hal yang Baik

(وعليك) يا أخي بإصلاح سريرتك
حتى تصير خيراً من علانيتك الصالحة، وذلك لأن السريرة موضع نظر الحق، والعلانية مطمح نظر الخلق، وما ذكر الله تعالى السر والعلن في كتابه إلا وبدأ بذكر السر.

وكان من دعائه عليه الصلاة والسلام: “اللهم اجعل سريرتي خيراً من علانيتي واجعل علانيتي صالحة” ومتى صلحت السريرة صلحت العلانية لا محالة، فإن الظاهر أبداً يكون تبعاً للباطن صلاحاً وفساداً. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إن في الجسد مُضغة إذا صلحت صلح بها سائر الجسد وإذا فسدت فسد بها سائر الجسد ألا وهي القلب”.

Wahai saudaraku! Hendaklah engkau selalu memperbaiki batinmu bahkan lebih baik dari lahirmu, yang terbaik, itu karena batin adalah tempat pandangan Allah, sedangkan lahir adalah tempat pandangan makhluk. Apabila Allah menyebut sirr (batin) dan alam (lahir) di dalam al-Qur’an, pasti Dia akan mendahulukan menyebut sirr.

Di antara doa Rasulullah Saw. adalah:

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ سَرِيْرَتِىْ خَيْرًامِنْ عَلَا نِيَتِىْ وَاجْعَلْ عَلَى نِيَتِىْ صَالِحَةً.

“Ya Allah, jadikanlah batinku lebih baik dari lahirku dan jadikanlah anggota lahirku beramal shaleh.”

Dapat dipastikan jika batin sudah baik, pasti lahirnya baik. Karena baik buruknya hal yang nyata selalu tergantung pada hal tersembunyi. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:

إِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ بِهَا سَائِرُالْجَسَدِ وَإِذَافَسَدَ تْ فَسَدَ بِهَاسَائِرُالْجَسَدِ أَلَا وَهِىَ الْقَلْبُ.

“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka seluruh tubuh pun baik. Dan bila rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah, bahwa ia adalah hati.”

(واعلم) أن من ادعى أن له سريرة عامرة وكان قد خَرَّبَ علانيته بترك الطاعات الظاهرة فهو مدَّع كذاب، ومن اجتهد في إصلاح علانيته بتحسين زيه وهيئته وتقويم لسانه ووزن حركاته وسكناته في قعوده وقيامه ومشيه وترك باطنه مشحوناً بخبائث الأخلاق ورذائل الطباع، فهو من أهل التصنع والرياء المعرضين عن المولى.

Ketahuilah, siapa yang mengakui bahwa batinnya telah bersih dan terpelihara dari keburukan, tetapi ia selalu meninggalkan ibadah yang bersifat lahir, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lainnya, maka sebenarnya ia telah memproklamirkan dirinya sebagai pendusta.

Sebaliknya, siapa yang hanya memperbaiki lahiriahnya dengan memperbaiki segala aktivitasnya dalam bicara, duduk, berdiri dan berjalan, tetapi batinnya terpenuhi dengan akhlak dan perangai buruk, maka ia tergolong ahli tasunnu’ (orang yang suka berpura-pura), riya’, dan orang yang berpaling dari Allah Ta’ala.

فإياك يا أخي أن تستر شيئاً لو ظهر للناس كنت تستحي من ظهوره حياء ينشأ من خوف الاستقباح. قال بعض العارفين: لا يكون الصوفي صوفياً حتى يكون بحيث لو طيف بجميع ما في باطنه على طبق في السوق ما استحيا من ظهور شيء منه؛ فإن لم تقدر أن تجعل سريرتك خيراً من علانيتك فلا أقل من أن تسوي بينهما،

فيكون امتثالك لأمر الله واجتنابك لنهيه وتعظيمك لحرماته ومسارعتك في مرضاته في الخلاء والملأ على حد سواء. وهذه أول قدم يضعها العبد في طريق المعرفة الخاصة فاعلم ذلك. وبالله التوفيق.
فصل

Wahai saudaraku, jangan sekali-kali engkau menyembunyikan sesuatu yang seandainya tampak oleh orang lain, engkau akan merasa malu, yang muncul dari rasa takut dicela orang.

Sebagian orang bijaksana berkata:
“Seseorang belum disebut sufi sampai ia tidak lagi merasa malu seandainya batinnya diletakkan di atas talam lalu dipertontonkan di tengah-tengah pasar.”

Jika engkau tak mampu menjadikan batinmu lebih baik dari lahirmu, maka setidak-tidaknya jadikanlah keduanya sama baiknya. Dengan demikian engkau sudah mengikuti perintah Allah. Menjauhi larangan-Nya, mengagungkan-Nya, dan bersungguh-sungguh dalam mencari ridha-Nya, baik dalam kesendirianmu maupun kebersamaanmu dengan orang banyak. Dan inilah langkah pertama yang dipijakkan oleh seorang hamba menuju makrifat Allah Ta’ala. Billāhi Taufik.

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link