Custom Search Widget

Daftar Isi

Judul Kitab

Jawahirul Kalamiyah

Penulis Kitab

Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

Durasi Baca

60 Menit

Bagikan

Facebook
WhatsApp

Daftar Isi

🟢 Pendahuluan

1. Apa Pengertian Aqidah Islamiah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

1. Apa Pengertian Aqidah Islamiah?

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan menyebut nama Allah yg Maha Pengasih dan Maha Penyayang

الْحَمْدُ لِلّه وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَبَعْدُ، فَهَذِهِ رِسَالَةٌ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى الْمَسَائِلِ الْمُهِمَّةِ فِىْ عِلْمِ الْكَلَامِ, قَرِيْبَةُ الْمَأْخَذِ لِلْأَفْهَامِ وَجَعَلْتُهَا عَلَى طَرِيْقِ السُّؤِلِ وَالْجَوَابِ، وَتَسَاهَلْتُ فِىْ عِبَارَتِهاَ تَهْسِيْلًا لِلطُّلَّابِ

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada kekasih kita Sayyidina Muhammad Saw., para Sahabat ra., dan para pengikut Beliau Saw. Pada Makalah ini sengaja disajikan dalam dalam bentuk pertanyaan terkait dengan ilmu kalam, ajaran pokok Islam/Aqidah untuk mempermudah dan memperdalam pemahaman kita, disajikanlah dengan bahasa tanya jawab dan digambarkan dengan sesuatu yang mudah dipahami oleh para pelajar.

الْمُقَدِّمَةُ

وَتَشْتَمِلُ عَلَى اَرْبَعِ مَسَائِلَ

PENDAHULUAN MEMUAT EMPAT MASALAH

س : مَا مَعْنَى الْعَقِيْدَةِ الاِسْلَامِيَّةِ ؟

Soal: Apakah pengertian akidah Islamiah?

ج : اَلْعَقِيْدَةُ الْإِسْلَامِيَّةُ هِيَ الْاُمُوْرُ الَّتِىْ يَعْتَقِدُهَا اَهْلُ الْإِسْلَامِ اَىْ يَجْزِمُوْنَ بِصِحَّتِهَا

Jawaban: Akidah Islamiah adalah beberapa perkara yang diyakini oleh pemeluk Islam (mereka membenarkan dengan mantab) atau (sehingga dengan itu ibadah menjadi sah)

2. Apa Itu Islam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

2. Apa Itu Islam?

س : مَا مَعْنَى الْاِسْلَامِ ؟ 

Soal: Apakah yang dimaksud dengan Islam?

ج : اَلْاِسْلَامُ هُوَ الْاِقْرَارُ بِاللِّسَانِ، وَالتَّصْدِيْقُ بِالْقَلْبِ بِاَنَّ جَمِيْعَ مَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَصِدْقٌ.

Jawaban: Islam adalah mengakui dengan lidah dan membenarkan dengan hati, bahwa dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., adalah haqq (dari Tuhan) dan benar (sekalipun tidak masuk akal manusia)

3. Berapa Rukun Aqidah Islam (Rukun Iman)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

3. Berapa Rukun Aqidah Islam (Rukun Iman)?

سَ : مَا اَرْكَانُ الْعَقِيْدَةِ الْاِسْلَامِيَّةِ اَىْ اَسَاسُهَا؟ 

Soal: Apa itu rukun iman/aqidah dalam Islam?

جَ : اَرْكَانُ الْعَقِيْدَةِ الْاِسْلَامِيَّةِ سِتَّةُ اَشْيَاءَ: وَهِيَ: الْاِيْمَانُ بِاللَّهِ تَعَالَى، وَالْاِيْمَانُ بِمَلَائِكَتِهِ، وَالْاِيْمَانُ بِكُتُبِهِ، وَالْاِيْمَانُ بِرُسُلِهِ، وَالْاِيْمَانُ بِالْيَوْمِ الْاَخِرِ، وَالْاِيْمَانُ بِالْقَدَرِ.

Jawaban: Rukun Akidah Islamiah ada enam:

  1. Iman kepada Allah Ta’ala,
  2. Iman kepada malaikat-malaikat-Nya (sekalipun tidak mengerti berapa jumlah atau seluruh namanya),
  3. Iman terhadap kitab-Nya,
  4. Iman kepada para Rasul-Nya,
  5. Iman kepada hari kemudian (setelah meninggal dunia),
  6. Iman dengan takdir (yang baik atau buruk)

🟢 1. Iman kepada Allah

4. Bagaimana Beriman Kepada Allah Ta’ala Secara Global?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

4. Bagaimana Beriman Kepada Allah Ta’ala Secara Global?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA

TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

سَ : كَيْفَ الْاِيْمَانُ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اِجْمَالًا؟ 

Soal: Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala dengan cara global?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُتَّصِفٌ بِجَمِيْعِ صَفَاتِ الْكَمَالِ, وَمُنَزَّهٌ عَنْ جَمِيْعِ الصِّفَاتِ النُّقْصَانِ.

Jawaban: Kita beri’tikad bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna dan Maha Suci dari semua sifat kekurangan.

5. Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala secara rinci?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

5. Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala secara rinci?

سَ : كَيْفَ الْاِيْمَانُ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى تَفْصِيْلًا؟ 

Soal: Bagaimanakah beriman kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala secara rinci?

جَ : هُوَ اَنْ يَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْوُجُوْدِ، وَالقِدَمِ، وَالْبَقَاءِ، وَالْمُخَالَفَةِ لِلْحَوَادِثِ، وَالقِيَامِ بِنَفْسِهِ، وَالْوَحْدَانِيَّةِ، وَالحَيَاةِ، وَالعِلْمِ، وَالْقُدْرَةِ، وَالاِرَادَةِ، وَالسَّمْعِ، وَالبَصَرِ، وَالْكَلَامِ، وَاَنَّهُ حَيٌّ، عَلِيْمٌ، قَادِرٌ، مُرِيْدٌ، سَمِيْعٌ، بَصِيْرٌ، مُتَكَلِّمٌ.

Jawaban: Yaitu kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala mempunyai sifat wujud, terlebih dahulu, kekal (tidak akan mati, berbeda dengan makhluk, berdiri sendiri, esa, hidup, ilmu, kuasa, berkehendak, mendengar, melihat, dan berfirman. Sesungguhnya Allah Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berfirman.

6. Bagaimana cara beri’tikad keberadaan Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

6. Bagaimana cara beri’tikad keberadaan Allah Ta’ala?

سَ : كَيْفَ الاِعْتِقَادُ بِالْوُجُوْدِ لِلَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad keberadaan Allah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى مَوْجُوْدٌ وَ اَنَّ وُجُوْدَهُ بِذَاتِهِ لَيْسَ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ وَاَنَّ وُجُوْدَهُ وَاجِبٌ لَا يُمْكِنُ اَنْ يَلْحَقَهُ عَدَمٌ

Jawaban: Yaitu kita beri’tikad, bahwa Allah itu ada. Keberadaannya dengan sendirinya, tanpa perantara sesuatu. Sesungguhnya keberadaan Allah adalah wajib, tidak mungkin mengalami ‘adam (ketiadaan Allah).

7. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala terdahulu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

7. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala terdahulu?

سَ : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِالْقِدَمِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala terdahulu?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ قَدِيْمٌ، يَعْنِى اَنَّهُ مَوْجُوْدٌ قَبْلَ كُلِّ شَيْئٍ وَاَنَّهُ لَمْ يَكُنْ مَعْدُوْمًا فِى وَقْتٍ مِنَ الْاَوْقَاتِ وَاَنَّ وُجُوْدَهُ لَيْسَ لَهُ اَوَّلٌ

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah itu dahulu, yakni Allah sudah ada sebelum segala sesuatu ada. Sesungguhnya Allah tidak mungkin tiada di saat apapun. Sesungguhnya keberadaannya tidak ada yang mendahuluinya.

8. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

8. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk?

سَ : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِمُخَالَفَتِهِ تَعَالَى لِلْحَوَادِثِ اىَ الْمَخْلُوْقَاتِ؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah tidak sama dengan makhluk?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يُشَابِهُهُ شَيْئٌ لَا فِى ذَاتِهِ وَلَا فِى صَفَاتِهِ وَلَا فِى اَفْعَالِهِ.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah tidak menyerupai sesuatu, baik zat, sifat, maupun perbuatannya.

9. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

9. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai makhluk?

سَ : كَيْفَ الاِعْتَقَادُ بِمُخَالَفَةِ ذَاتِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْحَوَادِثِ؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai makhluk?

جَ : هُوَ اَن نَعْتَقِدَ اَنَّ ذَاتَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا تُشَابِهُ شَيْئًا مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ، بِوَجْهٍ مِنَ الوُجُوْهِ، فَكُلَّمَا تَرَاهُ اَوْ يَخْطُرُ بِبَالِكَ فَاللَّهُ لَيْسَ كَذَالِكَ. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menyerupai sesuatu pun dari makhluk, dalam segi apapun setiap sesuatu yang kamu lihat atau terlintas di hatimu, maka Allah tidaklah demikian. (Allah berfirman): “Tiada sesuatu yang menyamai Allah.”

10. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa sifat-sifat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan sifat makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

10. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa sifat-sifat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan sifat makhluk?

سَ : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِاَنَّ صِفَاتِهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُخَالَفَةٌ لِصِفَاتِ الحَوَادِثِ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa sifat-sifat Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan sifat makhluk?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ عِلْمَ اللَّهِ تَعَالَى لَا يُشَابِهُ عِلْمَنَا، وَاَنَّ قُدْرَتَهُ لَا تُشَابِهُ قُدْرَتَنَا، وَاَنَّ اِرَادَتَهُ لَا تُشَابِهُ اِرَادَتَنَا، وَاَنَّ حَيَاتَهُ لَا تُشَابِهُ حَيَاتَنَا، وَاَنَّ سَمْعَهُ لَا يُشَابِهُ سَمْعَنَا، وَاَنَّ بَصَرَهُ لَا يُشَابِهُ بَصَرَنَا، وَاَنَّ كَلَامَهُ لَا يُشَابِهُ كَلَامَنَا.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa ilmu Allah Ta’ala tidak sama dengan ilmu kita, kekuasaannya tidak sama dengan kekuasaan kita, kehendaknya tidak sama dengan kehendak kita, hidupnya tidak sama dengan hidup kita, pendengarannya tidak sama dengan pendengaran kita. Penglihatannya tidak sama dengan penglihatan kita. Dan sesungguhnya firman-Nya tidak sama dengan pembicaraan kita.

11. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa perbuatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan perbuatan makhluk?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

11. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa perbuatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan perbuatan makhluk?

سَ : كَيْفَ الاِعْتِقَادُ بِاَنَّ اَفْعَالَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُخَالَفَةٌ لِاَفْعَالِ الْحَوَادِثِ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa perbuatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak sama dengan perbuatan makhluk?

جَ : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اَفْعَالَ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا تُشَابِهُ اَفْعَالَ شَيْئٍ مِنَ الْمَوْجُوْدَاتِ،لِاَنَّ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ الْاَشْيَاءَ بِلَا وَاسِطَةٍ، وَلَا اَلَةٍ، اِنَّمَا اَمْرُهُ اِذَا اَرَادَ شَيْئًا اَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa perbuatan sesuatu dari makhluknya. Sebab Allah Subhānahu wa Ta’ala berbuat sesuatu tanpa perantara atau alat. “Sesungguhnya urusan Allah bila berkehendak untuk menciptakan sesuatu, cukup berfirman: ‘Jadilah’, lalu wujudlah sesuatu itu.”

وَاَنَّهُ لَا يَفْعَلُ شَيْئًا لاِحْتِيَاجِهِ اِلَيْهِ، وَاَنَّهُ لَا يَفْعَلُ شَيْئًا عَبَثًا: اَىْ بِغَيْرِ فَائِدَةٍ لِاَنَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى حَكِيْمٌ

Sesungguhnya Allah tidak berbuat sesuatu, bukan karena butuh padanya. Dia tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Karena Dia Subhānahu wa Ta’ala adalah Maha Bijaksana.

12. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala berdiri sendiri?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

12. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala berdiri sendiri?

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِقِيَامِهِ تَعَالَى بِنَفْسِهِ؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala berdiri sendiri?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَحْتَاجُ اِلَى شَيْئٍ مِنَ الْاَشْيَاءِ، فَلَا يَحْتَاجُ اَلَى مَكَانٍ، وَلَا اِلَى مَحَلٍّ، وَلَا اِلَى شَيْئٍ مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ اَصْلًا، فَهُوَ الْغَنِيُّ عَنْ كُلِّ شَيْئٍ، وَكُلُّ شَيْئٍ مُحْتَاجٌ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak butuh pada segala sesuatu. Tidak butuh pada tempat atau tempat tinggal atau segala sesuatu dari makhluk-Nya. Allah amat tidak butuh terhadap segala sesuatu namun segala sesuatu itu butuh pada Allah Subhānahu wa Ta’ala.

13. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala hidup?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

13. Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala hidup?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الاِعْتِقَادُ بِحَيَاةِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala hidup?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى حَيٌّ وَاَنَّ حَيَاتَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَتْ كَحَيَاتِنَا فَاِنَّ حَيَاتَنَا بِوَسَائِطَ كَجَرَيَانِ الدَّمِ وَالنَّفْسِ، وَحَيَاةُ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَتْ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ وَهِيَ قَدِيْمَةٌ بَاقِيَةٌ لَا يَلْحَقُهَا العَدَمُ وَالتَّغَيَّرُ اصْلًا.

Jawab: kita beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala Maha Hidup. Namun kehidupannya tidak sama dengan kehidupan kita. Sesungguhnya kehidupan kita ini menggunakan beberapa sarana, misalnya darah yang mengalir dan nafas (yang keluar masuk) sedangkan kehidupan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak menggunakan perantara segala sesuatu. Hidupnya Maha Dahulu kekal, tidak akan lenyap atau berubah.

14. Bagaimana cara beri’tikad, kemahaesaan Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

14. Bagaimana cara beri’tikad, kemahaesaan Allah Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِوَحْدَنِيَّةِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, kemahaesaan Allah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَاحِدٌ لَيْسَ لهُ شَرِيْكٌ وَلَا نَظِيْرٌ وَلَا مُمَاثِلٌ وَلَا ضِدٌّ وَلَا مُعَانِدٌ.

Jawab: Kita berkeyakinan, bahwa Allah Ta’ala Maha Esa, tidak mempunyai sekutu (baik berupa anak atau ibu). Tiada yang menyamai, menyaingi atau lawannya.

15. Bagaimanakah cara beri’tikad, terhadap ilmullah (Ilmu Allah) Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

15. Bagaimanakah cara beri’tikad, terhadap ilmullah (Ilmu Allah) Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُالاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِعِلْمِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, terhadap ilmullah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْعِلْمِ وَاَنَّهُ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ،

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala punya sifat ilmu (mengetahui)

يَعْلَمُ الْاَشْيَاءَ كُلَّهَا ظَاهِرَهَا وَبَاطِنَهَا وَيَعْلَمُ عَدَدَ حَبَّاتِ الرَّمَلِ وَعَدَدَ قَطَرَاتِ الْمَطَرِ وَاَوْرَاقِ الشَّجَرِ 

dan dialah yang mengetahui segala sesuatu. Dia mengetahui segala sesuatu yang lahir atau batiniah, mengetahui berapa jumlah pasir (butir-butirannya), tetesan hujan dan daun-daunan.

وَيَعْلَمُ السِّرَّ وَاَخْفَى لَا تَخْفَى عَلَيْهِ خَافِيَةٌ،

Dia mengetahui rahasia dan yang lebih samar. Segala yang samar bagi-Nya akan tampak jelas.

وَعِلْمُهُ لَيْسَ بِمُكْتَسَبٍ، بَلْ يَعْلَمُ الْاَشْيَاءِ فِى الْاَزَلِ قَبْلَ وُجُوْدِهَا.

Ilmu-Nya bukan dengan dicari (tidak seperti kita yang asalnya bodoh, lalu mencari) Dia mengetahui segala sesuatu di masa azali sebelum diciptakannya.

16. Bagaimanakah cara beri’tikad, dengan kodrat Allah Subhānahu wa Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

16. Bagaimanakah cara beri’tikad, dengan kodrat Allah Subhānahu wa Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِقُدْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad, dengan kodrat Allah Subhānahu wa Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْقُدْرَةِ وَاَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.

Jawab: Kita berkeyakinan, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala punya sifat kuasa dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

17. Bagaimanakah beri’tikad dengan iradat Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

17. Bagaimanakah beri’tikad dengan iradat Allah Ta’ala?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِاِرَادَةِ اللَّهِ تَعَالَى؟

Soal: Bagaimanakah beri’tikad dengan iradat Allah Ta’ala?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالْاِرَادَةِ وَاَنَّهُ مُرِيْدٌ لَا يَقَعُ شَيْئٌ اِلَّا بِاِرَادَتِهِ

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala mempunyai sifat iradat (kehendak). Sesungguhnya Dia berkehendak. Tidak akan terjadi sesuatu pun tanpa kehendak-Nya.

فَاَيُّ شَيْئٍ اَرَادَهُ كَانَ وَاَيُّ شَيْئٍ لَمْ يُرِدْهُ، فَاِنَّهُ لَا يُمْكِنُ اَنْ يَكُوْنَ.

Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya akan wujud dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan wujud (ada).

18. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala mendengar?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

18. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala mendengar?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِسَمْعِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala mendengar?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مَوْصُوْفٌ بِالسَّمْعِ وَاَنَّهُ يَسْمَعُ كُلَّ شَيْئٍ سِرًّا كَانَ اَوْ جَهْرًا 

Jawab: Kita beri’tikad bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala bersifat mendengar. Sesungguhnya Dia mendengar segala sesuatu yang lirih atau keras.

لَكِنَّ سَمْعَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ كَسَمْعِنَا فَاِنَّ سَمْعَنَا بِوَاسِطَةِ الْاُذُنِ، وَسَمْعُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ.

Akan tetapi pendengaran Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak seperti pendengaran kita. Pendengaran kita dengan alat telinga. Sedangkan pendengaran-Nya tidak menggunakan sesuatu.

19. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala melihat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

19. Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala melihat?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِبَصَرِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimana cara beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala melihat?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ مَوْصُوْفٌ بِالْبَصَرِ وَاَنَّهُ بِكُلِّ شَيْئٍ بَصِيْرٌ يُبْصِرُ حَتَّى النَّمْلَةَ السَّوْدَاءَ فِى اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ وَاَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ

Jawab: Kita beri’tikad, bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala bersifat melihat. Sesungguhnya Dia melihat segala sesuatu hingga semut hitam di malam yang gelap gulita atau lebih kecil daripadanya.

لَا يَخْفَى عَنْ بَصَرِهِ شَيْئٌ فِى ظَاهِرِ الْاَرْضِ وَبَاطِنِهَا، وَفَوْقَ السَّمَاءِ وَمَادُوْنَهَا. لَكِنَّ بَصَرَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ كَبَصَرِنَا، فَاِنَّ بَصَرَنَا يَكُوْنُ بِوَاسِطَةِ الْعَيْنِ وَبَصَرَهُ سُبْحَانَهُ لَيْسَ بِوَاسِطَةِ شَيْئٍ.

Segala sesuatu diatas bumi atau didalamnya, diatas langit atau dibawahnya, tidak akan terlepas dari pandangan Allah. Namun penglihatan Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak seperti penglihatan kita. Sesungguhnya penglihatan kita menggunakan alat bantu mata. Dan penglihatan-Nya Subhānahu wa Ta’ala tidak menggunakan segala sesuatu.

20. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala berfirman?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

20. Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala berfirman?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِكَلَامِ اللَّهِ تَعَالَى؟

Soal: Bagaimana cara beri’tikad bahwa Allah Ta’ala berfirman?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ مَوْصُوْفٌ بِالْكَلَامِ، وَاِنَّ كَلَامَهُ لَا يُشْبِهُ كَلَامَنَا: 

Jawab: Kita beri’tikad bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ala mempunyai sifat Maha Berbicara (kalam) dan sesungguhnya berbicaranya Allah itu tidak sama dengan kita berbicara (firman Allah tidak sama dengan pembicaraan kita).

فَاِنَّ كَلَامَنَا مَخْلُوْقٌ فِيْنَا وَبِوَاسِطَةِ اَلَةٍ مِنْ فَمٍ وَلِسَانٍ وَشَفَتَيْنِ، وَكَلَامُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ كَذَالِكَ.

Sesungguhnya pembicaraan kita itu makhluk yang membutuhkan perantara alat yaitu mulut, lidah dan dua bibir. Dan pembicaraan Allah Ta’ala tidaklah seperti demikian.

21. Sifat Mustahil Bagi Allah Ta’ala

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

21. Sifat Mustahil Bagi Allah Ta’ala

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اَخْبِرْنِى عَنِ الصِّفَاتِ الْمُسْتَحِيْلَةِ الَّتِى لَا يَتَّصِفُ بِهَا الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؟ 

Soal: Beritahukan kepadaku tentang sifat-sifat yang mustahil, yang mana Allah tidak mempunyai sifat tersebut pada Dzat-Nya?

ج : الصِّفَاتُ الْمُسْتَحِيْلَةُ فِى حَقِّ اللَّهِ تَعَالَى اَىِ الَّتِى لَا يُمْكِنُ اَنْ يَتَّصِفَ بِهَا

Jawab: Sifat mustahil bagi Allah Ta’ala sifat yang tidak mungkin Allah mempunyai sifat tersebut adalah:

هِيَ الْعَدَمُ وَالْحُدُوْثُ وَالْفَنَاءُ، وَالْمُمَاثَلَةُ لِلْحَوَادِثِ وَالْاِحْتِيَاجُ لِغَيْرِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَوُجُوْدُ الشَّرِيْكِ، وَالْعَجْزُ وَالْكَرَاهَةُ، اَيْ وُقُوْعُ شَيْئٍ بِغَيْرِ اِرَادَتِهِ، وَالْجَهْلُ وَاَشْبَاهُ ذَالِكَ

Tiada, baru, binasa, menyamai dengan makhluk, butuh pada selain-Nya, adanya sekutu, lemah, sesuatu terjadi tanpa kehendak-Nya, bodoh, dan lain-lain.

وَاِنَّمَا اسْتَحَالَ اتِّصَافُهُ بِهَا لِاَنَّهَا صِفَاتُ نُقْصَانٍ، وَالْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَتَّصِفُ اِلَّا بِصِفَاتِ الْكَمَالِ.

Allah tidak mungkin mempunyai sifat-sifat tersebut, sebab itu adalah sifat yang mengurangi (derajat ketuhanannya) sedang Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak mungkin mempunyai sifat, kecuali sifat kesempurnaan.

22. Sifat Ja’iz bagi Allah Ta’ala

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

22. Sifat Ja’iz bagi Allah Ta’ala

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اَخْبِرْنِى عَنِ الْاَشْيَاءِ الَّتِى يَجُوْزُ صُدُوْرُهَا مِنَ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؟ 

Soal: Beritahukan kepadaku tentang beberapa hal yang boleh dilakukan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala (atau ditinggalkannya)?

ج : هِيَ فِعْلُ الْمُمْكِنَاتِ وَتَرْكُهَا، مِثْلُ اَنْ يَجْعَلَ الْاِنْسَانَ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا، صَحِيْحًا اَوْ سَقِيْمًا، وَاَشْبَاهُ ذَالِكَ.

Jawab: ialah Dia mengerjakan hal-hal yang mungkin dan meninggalkannya, seperti menjadikan manusia kaya atau fakir, sehat atau sakit dan lain-lain.

23. Apa yang dimaksud Istiwa’ dalam al-Qur’an?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

23. Apa yang dimaksud Istiwa’ dalam al-Qur’an?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : مَا الْمُرَادُ بِالْاِسْتِوَاءِ فِى قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، الرَّحْمَانُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى؟

Soal: Apakah yang dimaksud dengan istiwa’ dalam firman Allah: Allah yang Maha Pemurah bersemayam di Arasy?

ج : الْمُرَادُ بِهِ اِسْتِوَاءٌ يَلِيْقُ بِجَلَالِ الرَّحْمَانِ جَلَّ وَعَلَا فَالْاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ.

Jawab: Maksud kalimat tersebut adalah bersemayam yang layak dengan keagungan Allah Yang Maha Belas Kasih, Maha Agung dan Maha Tinggi. Jadi, bersemayam tersebut sudah jelas, tapi caranya tidak diketahui (kita tidak mengerti).

وَاسْتِوَاءُهُ عَلَى الْعَرْشِ لَيْسَ كَاسْتِوَاءِ الْاِنْسَانِ عَلَى السَّفِيْنَةِ اَوْظَهْرِ الدَّابَّةِ اَوِ السَّرِيْرِ مَثَلًا، فَمَنْ تَصَوَّرَ مِثْلَ ذَلِكَ فَهُوَ مِمَّنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الْوَهْمُ، لِأَنَّهُ شَبَّهَ الْخَالِقَ بِالْمَخْلُوْقَاتِ،

kebersemayaman Allah diatas arasy, tidak sebagaimana bertempatnya manusia diatas kapal, punggung binatang atau ranjang. Barangsiapa yang mempunyai gambaran seperti itu, maka termasuk orang yang terpengaruh dengan prasangka (tanpa dasar ilmu). Karena dia telah menyerupakan Sang Pencipta dengan makhluk-Nya.

مَعَ اَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ فِى الْعَقْلِ وَالنَّقْلِ اَنَّهُ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ فَكَمَا اَنَّ ذَاتَهُ لَا تُشَابِهُ ذَاتَ شَيْئٍ مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ كَذَالِكَ مَا يُنْسَبُ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ لَا يُشَابِهُ شَيْئًا مِمَّا يُنْسَبُ اِلَيْهَا.

Padahal, menurut akal yang sehat dan dalil naqli (dalil dari al-Qur’an dan hadits) telah dinyatakan, bahwa Allah tidak menyerupai dengan sesuatu, Dzat Allah tidak menyerupai dengan sesuatu dari makhluk-Nya, begitu juga apa yang disandarkan kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala, juga tidak sama dengan apa yang disandarkan kepada makhluk.

24. Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah yang Maha Suci?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

24. Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah yang Maha Suci?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH 

س : هَلْ يُضَافُ اِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ يَدَانِ اَوْ اَعْيُنٌ اَوْ نَحْوُ ذَالِكَ؟

Soal: Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah yang Maha Suci?

ج : قَدْ وَرَدَ فِى الْكِتَابِ الْعَزِيْزِ اِضَافَةُ الْيَدِ اِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ فِىقَوْلِهِ جَلَّ شَأْنُهُ : (يَدُ اللّهِ فَوْقَ اَيْدِيْهِمْ) وَالْيَدَيْنِ فِى قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ (يَا اِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ اَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ).

Jawab: Sungguh telah ada dalam kitab suci yang mulia kata “tangan” disandarkan kepada Allah dalam firman-Nya “tangan Allah, diatas tangan mereka (lawan kaum muslimin).” Begitu juga kalimat: Dua tangan (disandarkan kepada-Nya) dalam firman Allah yang Maha Suci: “Wahai, iblis! Apa yang mencegahmu untuk bersujud terhadap apa (Adam) yang telah Ku ciptakan dengan kedua tangan-Ku?”

وَالْاَعْيُنِ فِى قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ : (وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَاِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا) اِلَّا اَنَّهُ لَا يَجُوْزُ اَنْ يُضَافَ اِلَيْهِ اِلَّا مَا اَضَافَ اِلَى نَفْسِهِ فِى كِتَابِهِ الْمُنْزَلِ اَوْ اَضَافَهُ اِلَيْهِ نَبِيُّهُ الْمُرْسَلُ.

Begitu juga kata “Mata” dalam firman-Nya: “Dan bersabarlah (hai, Muhammad) dalam menunggu ketetapanku, sesungguhnya engkau dibawah pengawasan beberapa mata-Ku.” (Kalimat tersebut disandarkan kepada Allah diperkenankan), tapi tidak diperkenankan menyandarkan (sesuatu) kepada-Nya, kecuali yang telah disandarkan oleh Allah untuk Diri-Nya dalam Kitab Suci yang diturunkan atau disandarkan oleh Nabi-Nya yang diutus.

25. Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” disini (dalam al-Qur’an)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

25. Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” disini (dalam al-Qur’an)?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : مَا الْمُرَادُ بِالْيَدِهُنَ؟

Soal: Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” disini?

ج : الْمُرَادُ بِالْيَدِهُنَ مَعْنًى يَلِيْقُ بِجَلَالِهِ سُبْحَانَهُ، وَكَذَالِكَ الْاَعْيُنُ. فَاِنَّ كُلَّ مَا يُضَافُ اَلَيْهِ سُبْحَانَهُ يَكُوْنُ غَيْرَ مُمَاثِلٍ لِمَا يُضَافُ اِلَى شَيْئٍ مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ،

Jawab: Maksud “tangan” disini, adalah tangan yang layak dengan keagungan dan kemahasucian Allah. Begitu juga “beberapa mata”, sesungguhnya setiap yang disandarkan kepada Allah yang Maha Suci, tidak sama dengan yang disandarkan pada salah satu makhluk-Nya.

وَمَنْ اِعْتَقَدَ اَنَّ لَهُ يُدًا كَيَدِ شَيْئٍ مِنْهَا، اَوْ عَيْنًا كَذَالِكَ فَهُوَ مِمَّنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الْوَهْمُ اِذْ شَبَّهَ اللَّهُ بِخَلْقِهِ وَهُوَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ.

Barangsiapa yang punya kepercayaan, bahwa Allah mempunyai tangan atau mata sebagaimana tangan atau mata salah satu makhluk-Nya, maka dia salah paham (terpengaruh dengan salah dengannya tanpa dasar ilmu), karena dia menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal tiada sesuatu yang menyerupai Allah.

26. Memahami Kalimat-kalimat Tertentu dalam al-Qur’an

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

26. Memahami Kalimat-kalimat Tertentu dalam al-Qur’an

الْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اِلَى مَنْ يُنْسَبُ مَا ذَكَرْتَهُ فِى مَعْنَى الْاِسْتَوَاءِ وَالْيَدَيْنِ وَالْاَعْيُنِ؟ 

Soal: Kalimat istiwa’, dua tangan dan beberapa mata (diartikan secara harfiah saja) menurut pendapat siapakah?

ج : يُنْسَبُ ذَالِكَ اِلَى جُمْهُوْرِ السَّلَفِ.

Jawab: Pendapat tersebut adalah pendapat kebanyakan ulama salaf (misalnya Imam Malik, Syafi’i, Ishak bin Rawaheh, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad dan Imam Ahmad).

وَاَمَّا الْخَلْفُ فَاَكْثَرَهُمْ يُفَسِّرُوْنَ الْاِسْتَوَاءَ بِالْاِسْتِلَاءِ وَالْيَدَ بِالنِّعْمَةِ اَوِ الْقُدْرَةِ وَالْاَعْيُنَ بِالْحِفْظِ وَالرِّعَايَةِ وَذَالِكَ لِتَوَهُّمٍ كَثِيْرٍ مِنْهُمْ اَنَّهَا اِنْ لَمْ تُؤَوَّلْ وَتُصْرَفْ عَنْ ظَاهِرِهَا اَوْ هَمَتِ التَّشْبِيْهَ

Kebanyakan ulama khalaf (Ulama muta’akhirin) menafsiri istiwa’ dengan menguasai, tangan dengan nikmat dan kekuasaan, mata dengan penjagaan dan pemeliharaan. Penafsiran sedemikian ini didasarkan perkiraan kebanyakan mereka, bahwa kalimat-kalimat tersebut bila tidak ditakwil atau diartikan secara harfiah saja, akan memberikan dugaan penyerupaan Allah dengan makhluk.

وَقَدْ اِتَّفَقَ الْفَرِيْقَانِ عَلَى اَنَّ الْمُشْبِهَ ضَالٌّ. وَغَيْرُهُمْ يَقُوْلُوْنُ اِنَّمَا تُوْهِمُ التَّشْبِيْهَ لَوْ لَمْ يَدُلَّ الْعَقْلُ وَالنَّقْلُ عَلَى التَّنْزِيْهِ، فَمَنْ شَبَّهَ فَمِنْ نَفْسِهِ اُتِىَ.

Sungguh dua golongan tersebut telah sepakat, bahwa orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, adalah sesat. Ulama yang lain memberikan jawaban: Bisa membuat penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya ini, bila akal dan dalil naqli tidak menunjukkan bahwa Allah Maha Suci. Jadi, orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya itu dari perkiraannya sendiri (yang perlu diluruskan).

27. Cara Menentukan Sesuatu

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

27. Cara Menentukan Sesuatu

الْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : كَيْفَ نُثْبِتُ شَيْئًا ثُمَّ نَقُوْلُ، اَلْكَيْفُ فِيْهِ مَجْهُوْلٌ؟

Soal: Bagaimanakah cara kita menentukan sesuatu, lalu kita katakan: Tentang caranya, tidak diketahui?

ج : هَذَا غَيْرُ مُسْتَغْرَبٍ فَاِنَّا نَعْلَمُ اَنَّ نُفُوْسَنَا مُتَّصِفَةٌ بِصِفَاتٍ كَالْعِلْمِ وَالْقُدْرَةِ وَالْاِرَادِةِ،

Jawab: Hal tersebut tidak aneh. Sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa diri kita mempunyai banyak sifat, misalnya ilmu (mengetahui), kuasa dan berkehendak.

مَعَ اَنَّا لَا نَعْلَمُ كَيْفِيَّةَ قِيَامِ هَذِهِ الصِّفَاتِ بِهَا، بَلْ اِنَّا نَسْمَعُ وَنُبْصِرُ، وَلَا نَعْلَمُ كَيْفِيَّةَ حُصُوْلِ السَّمْعِ وَالْاَبْصَارِ، 

Namun kita tidak mengetahui bagaimanakah sifat tersebut bersemayam pada diri kita. Bahkan kita mendengar dan melihat tapi kita tidak mengetahui bagaimanakah kita mendapatkan pendengaran dan penglihatan itu.

بَلْ اَنَّنَا نَتَكَلَّمُ، وَلَا نَعْلَمُ كَيْفَ صَدَرَ مِنَّا الْكَلَامُ. فَاِنْ عَلِمْنَا شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَقَدْ غَابَتْ عَنَّا اَشْيَاءُ وَمِثْلُ هَذَا فِيْمَا يُضَافُ اِلَيْنَا فَكَيْفَ الْحَالُ فِيْمَا يُضَافُ اِلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Kita berbicara, tapi kita tidak mengerti bagaimana pembicaraan tersebut keluar dari kita. Bila hal itu telah kita ketahui, maka sungguh banyak hal kita mengetahuinya. Hal sedemikian ini amat banyak (kita tidak bisa menghitungnya). Bila yang sedemikian ini terbatas pada apa yang disandarkan kepada kita, maka bagaimanakah keadaannya untuk menilai sesuatu yang disandarkan kepada Allah yang Maha Suci.

28. Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

28. Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajah?

اَلْمَبْحَثُ الاَوَّلُ فِى الْاِيْمَانِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN PERTAMA TENTANG IMAN KEPADA ALLAH

س : اَيُّ الْمَذْهَبَيْنِ اَرْجَحُ؟ 

Soal: Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajah?

ج : مَذْهَبُ السَّلَفِ اَرْجَحُ لِاَنَّهُ أَسْلَمُ وَأَحْكَمُ.

Jawab: Pendapat ulama salaf yang lebih rajah, sebab ia lebih selamat (terhadap akidah kita) dan lebih kukuh (berdasarkan dalil, dan memang begitulah pemahaman para sahabat Nabi).

وَاَمَّا مَذْهَبُ الْخَلَفِ فَاِنَّمَا يَسُوْغُ الْاَخْذُ بِهِ عِنْدَ الضَّرُوْرَةِ، وَذَالِكَ فِيْمَا اِذَا خُشِيَ عَلَى بَعْضِ النَّسِ اِنْ لَمْ يُؤَوَّلْ لَهُمْ تِلْكَ الْكَلِمُ اَنْ يَقَعُوْا فِى مَهْوَاةِ التَّشْبِيْهِ، فَيُؤَوَّلُ لَهُمْ ذَالِكَ تَأْوِيْلًا سَائِغًا فِى اللُّغَةِ الْمَشْهُوْرَةِ.

Adapun pendapat khalaf, diperkenankan digunakan dalam keadaan darurat (bila dalam keadaan biasa tidak diperkenankan). Contohnya: Bila dikhawatirkan sebagian manusia akan terjerumus ke ujung penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, bila kalimat-kalimat tersebut tidak ditakwil, maka kalimat tersebut boleh ditakwil menurut bahasa yang masyhur.

🟢 2. Iman kepada Para Malaikat

29. Apakah malaikat itu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

29. Apakah malaikat itu?

“فِى الْاِيْمَانِ بِالْمَلَائِكَةِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى ثَلَاثِ مَسَائِلَ”

PEMBAHASAN KEDUA

TENTANG IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

(MEMUAT TIGA MASALAH)

س : مَا الْمَلَائِكَةُ؟ 

Soal: Apakah malaikat itu?

ج : هُمْ اَجْسَامٌ لَطِيْفَةٌ مَخْلُوْقَةٌ مِنْ نُوْرٍ، لَا يَأْكُلُوْنَ، وَلَا يَشْرَبُوْنَ، وَهُمْ عِبَادٌ مُكْرَمُوْنَ لَا يَعْصُوْنَ اللَّهَ مَا اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ.

Jawab: Malaikat adalah jisim yang halus (bukan seperti kita yang kasar ini), diciptakan dari cahaya. Mereka tidak makan dan minum. Mereka adalah hamba-hamba (Allah) yang mulia, tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan dan mereka menjalankan apa yang diperintah.

30. Apakah manusia bisa melihat malaikat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

30. Apakah manusia bisa melihat malaikat?

اَلْمَبْحَثُ الثَّانِىْ

“فِى الْاِيْمَانِ بِالْمَلَائِكَةِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى ثَلَاثِ مَسَائِلَ”

PEMBAHASAN KEDUA

TENTANG IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

(MEMUAT TIGA MASALAH)

س : هَلْ يَرَى الْبَشَرُ الْمَلَائِكَةَ؟

Soal: Apakah manusia bisa melihat malaikat?

ج : لَا يَرَى الْبَشَرُ غَيْرَ الْاَنْبِيَاءِ الْمَلَائِكَةَ اِذَا كَانُوْا عَلَى صُوَرِهِمُ الْاَصْلِيَّةِ لِاَنَّهُمْ اَجْسَامٌ لَطِيْفَةٌ 

Jawab: Selain para Nabi, manusia tidak bisa melihat malaikat di saat mereka berupa bentuk asli (tidak menjelma berupa manusia atau lainnya). Sebab mereka adalah jisim yang halus.

كَمَا اَنَّهُمْ لَا يَرَوْنَ الْهَوَاءَ مَعَ كَوْنِهِ جِسْمًا مَالِئًا لِلْفَضَاءِ لِكَوْنِهِ لَطِيْفًا، وَاَمَّا اِذَا تَشَكَّلُوْا بِصُوْرَةِ جِسْمٍ كَثِيْفٍ كَالْاِنْسَانِ فَيَرَوْنَهُمْ،

Begitu juga manusia tidak dapat melihat hawa. Padahal hawa memenuhi angkasa, karena hawa adalah amat lembut. Namun, bila malaikat itu menjelma menjadi bentuk jisim yang kasar seperti manusia, mereka akan melihat malaikat.

رُؤْيَةُ الْاَنْبِيَاءِ لَهُمْ عَلَى صُوَرِهِمُ الْاََصْلِيَّةِ خُصُوْصِيَّةٌ خُصُّوْابِهَا لِتَلَقِّى الْمَسَائِلِ الدَّيْنِيَّةِ وَالْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَلَا يُسْتَغْرَبُ وُجُوْدُ اَجْسَامٍ بَيْنَنَا لَا نَرَاهَا بِالْعَيْنِ،

Adapun para Nabi bisa melihat malaikat dalam bentuk yang asli, adalah suatu keistimewaan khusus bagi mereka untuk menerima beberapa masalah agama dan hukum syara’. Tidak dianggap aneh juga bila terdapat beberapa jisim yang tidak bisa dilihat dengan mata.

وَفِى الْمُعْتَادِ مَايُقَرِّبُ ذَالِكَ لِلذِّهْنِ وَيَرْفَعُ عَنْهُ الْغَيْنَ فَاِنَّ أَمَا مَنَا كَثِيْرًا مِنَ الْاَجْسَامِ الْحَيَّةِ وَغَيْرِ الْحَيَّةِ لَا يُدْرِكُهَا الْبَصَرُ وَلَوْلَا النَّظَارَةُ لَظَنَنَّا اَنَّهَا لَيْسَ لَهَ عَيْنٌ وَلَا اَثَرٌ،

Dalam keadaan biasa, terdapat hal-hal yang mudah dicerna akal pikiran dan menghilangkan kesamaran. Sesungguhnya di depan kita banyak benda yang hidup atau tidak, tapi mata kita tidak dapat melihatnya. Seandainya tiada mikroskop, niscaya kita punya pikiran bahwa benda-benda itu tiada, baik berupa zat maupun bekasnya.

كَمَا لَا يُسْتَغْرَبُ اِخْتِصَاصُ الْبَعْضِ بِاَبْصَارِ اَشْيَاءَ لَا تُدْرِكُهَا سَائِرُ الْاَبْصَارِ. فَاِنَّ فِى اخْتِلَافِ الْاَبْصَارِ فِى قُوَّةِ الْاِدْرَاكِ وَضَعْفِهِ عِبْرَةً لِاُولِى الْاَبْصَارِ.

Begitu juga tidak heran, bila sebagian orang diberi keistimewaan untuk melihat beberapa benda yang tidak mampu ditangkap oleh mata. Perbedaan kekuatan penglihatan atau kelemahannya, adalah sebagai hikmah (yang bisa diambil pelajaran) bagi orang yang berakal.

31. Apakah tugas para malaikat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

31. Apakah tugas para malaikat?

اَلْمَبْحَثُ الثَّانِىْ

“فِى الْاِيْمَانِ بِالْمَلَائِكَةِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى ثَلَاثِ مَسَائِلَ”

PEMBAHASAN KEDUA

TENTANG IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

(MEMUAT TIGA MASALAH)

س : مَا وَظَائِفُ الْمَلَائِكَةِ؟

Soal: Apakah tugas para malaikat?

ج : مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلٌ بَيْنَ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَبَيْنَ اَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ كَجِبْرَائِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَمِنْهُمْ حَفَظَةٌ عَلَى الْعِبَادِ

Jawab: Di antara tugas malaikat, menjadi utusan-utusan antara Allah Subhānahu wa Ta’ala dan beberapa Nabi dan Rasul-Nya, seperti malaikat Jibril as. Ada juga yang menjaga pada beberapa hamba Allah (Raqib dan Atid).

وَمِنْهُمْ مَنْ يَكْتُبْ اَعْمَالَ الْعِبَادِ مِنْ خَيْرٍ اَوْ شَرٍّ وَمِنْهُمْ مُوَكَّلُوْنَ بِالْجَنَّةِ وَنَعِيْمِهَا، وَمِنْهُمْ مُوَكَّلُوْنَ بِالنَّارِ وَعَذَابِهَا، وَمِنْهُمْ حَمْلَةُ الْعَرْشِ، وَمِنْهُمْ قَائِمُوْنَ بِمَصَالِحِ الْعِبَادِ وَمَنَافِعِهِمْ اِلَى غَيْرِ ذَالِكَ مِمَّا اُمِرُوْا بِهِ.

Ada yang menulis perbuatan manusia yang jelek atau baik. Ada yang diserahi surga dan kenikmatannya. Ada yang diserahi neraka dan siksanya. Ada yang membawa Arasy. Ada yang bertugas untuk memberikan maslahat dan manfaat kepada manusia dan sebagainya dari apa yang mereka diperintahkan.

🟢 3. Iman pada Kitab-Kitab Allah Ta’ala

32. Bagaimanakah cara beri’tikad (percaya) terhadap kitab-kitab suci Allah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

32. Bagaimanakah cara beri’tikad (percaya) terhadap kitab-kitab suci Allah?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH TA’ALA

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِكُتُبِ اللَّهِ تَعَالَى؟

Soal: Bagaimanakah cara beri’tikad (percaya) terhadap kitab-kitab suci Allah?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ اللَّهَ تَعَالَى كُتُبًا اَنْزَلَهَا عَلَى اَنْبِيَائِهِ وَبَيْنَ فِيْهَا اَمْرَهُ وَنَهْيَهُ وَوَعْدُهُ وَوَعِيْدَهُ،

Jawab: Saya beri’tikad, bahwa Allah Ta’ala mempunyai beberapa kitab suci yang diturunkan kepada beberapa Nabi-Nya, yang menjelaskan tentang perintah, larangan, janji dan ancamannya.

وَهِيَ كَلَامُ اللَّهِ تَعَالَى حَقِيْقَةً بَدَتْ مِنْهُ بِلَا كَيْفِيَّةٍ قَوْلًا. وَاَنْزَلَهَا وَحْيًا، مِنْ تِلْكَ الْكُتُبِ : التَّوْرَاةُ وَالْاِنْجِيْلُ وَالزَّبُوْرُ وَالْقُرْاَنُ.

Itulah firman Allah yang sesungguhnya (tidak bohong). Dia berfirman tanpa diketahui bagaimana caranya berfirman. Lalu diturunkan sebagai wahyu. Di antara kitab-kitab suci-Nya, adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.

33. Bagaimanakah cara kamu beri’tikad pada Taurat?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

33. Bagaimanakah cara kamu beri’tikad pada Taurat?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH TA’ALA

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِالتَّوْرَاةِ؟ 

Soal: Bagaimanakah cara kamu beri’tikad pada Taurat?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ التَّوْرَاةَ كِتَابٌ مِنْ كُتُبِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَنْزَلَهُ عَلَى كَلِيْمِهِ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ.

Jawab: Saya percaya, bahwa Taurat adalah salah satu kitab suci dari beberapa kitab suci Allah Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Musa as. sebagai Nabi yang diajak bicara oleh Allah.

وَذَالِكَ لِبَيَانِ الْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَالْعَقَاعِدِ الصَّحِيْحَةِ الْمَرضِيَّةِ وَالتَّبْشِيْرِ بِظُهُوْرِ نَبِيٍّ مِنْ بِنِى اِسْمَاعِيْلَ وَهُوَ نَبِيُّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَالْاِشَارَةُ اِلَى اَنَّهُ يَأْتِى بِشَرْعٍ جَدِيْدٍ يَهْدِىْ اِلَى دَارِ السَّلَامِ.

Hal itu untuk menjelaskan beberapa hukum syara’, akidah yang benar, yang diridhai oleh Allah dan memberi kabar gembira akan kedatangan seorang Nabi dari anak Ismail yaitu Nabi Muhammad Saw., disana terdapat isyarat, bahwa dia akan membawa syari’at baru yang menunjukkan kepada perdamaian.

34. Bagaimanakah i’tikad para ulama yang alim terhadap Taurat yang sekarang berada di ahli kitab (Yahudi)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

34. Bagaimanakah i’tikad para ulama yang alim terhadap Taurat yang sekarang berada di ahli kitab (Yahudi)?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH TA’ALA

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ فِى حَقِّ التَّوْرَاةِ الْمَوْجُوْدَةِ الْاَنَ فِى اَيْيْ اَهْلِ الْكِتَابِ؟ 

Soal: Bagaimanakah i’tikad para ulama yang alim terhadap Taurat yang sekarang berada di ahli kitab (Yahudi)?

ج : اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ اَنَّ التَّوْرَاةِ الْمَوْجُوْدَةَ الْاَنَ قَدْ لَحِقَهَا التَّرِيْفُ. 

Jawab: I’tikad para ulama yang alim ialah, sesungguhnya kitab Taurat yang ada sekarang ini telah ditemukannya perubahan (yang dilakukan oleh pendeta mereka).

وَمِمَّا يَدُلُّ عَلَى ذَالِكَ اَنَّهُ لَيْسَ فِيْهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَحَالِ الْبَعْثِ وَالْحَشْرِ وَالجَزَاءِ مَعَ اَنَّ ذَلِكَ اَهَمُّ مَا يُذْكَرُ فِى الْكُتُبِ الْاِلَهِيَّةِ.

Sebagai tandanya, adalah di dalamnya tidak menyebutkan surga, neraka, keadaan hari kebangkitan, makhluk dikumpulkan dan balasan. Padahal masalah tersebut termasuk perkara terpenting yang disebut dalam kitab suci Ilahi.

وَمِمَّا يَدُلُّ اَيْضًا عَلَى كَوْنِهَا مُحَرَّفَةً ذِكْرُ وَفَاةِ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ فِيْهَا فِى الْبَابِ الْاَخِرِ مِنْهَا وَالْحَالُ اَنَّهُ هُوَ الَّذِيْ اُنْزِلَتْ عَلَيْهِ.

Begitu juga, kitab tersebut menyebut wafat Nabi Musa as. di bab akhir. Padahal Nabi Musa as. yang dituruni Taurat.

35. Bagaimana kepercayaanmu terhadap kitab Zabur?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

35. Bagaimana kepercayaanmu terhadap kitab Zabur?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ فِى الزَّبُوْرِ؟ 

Soal: Bagaimana kepercayaanmu terhadap kitab Zabur?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الزَّبُوْرَ كِتَابٌ مِنْ كُتُبِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَنْزَلَهُ عَلَى سَيِّدِنَا دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ

Jawab: Aku beri’tikad, bahwa kitab Zabur adalah salah satu kitab Allah Subhānahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Sayyidina Dawud as.

وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنْ اَدْعِيَةٍ وَاَذْكَارٍ وَمَوَاعِظَ وَحِكَمٍ، وَلَيْسَ فِيْهِ اَحْكَامٌ شَرْعِيَّةٌ لِاَنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ مَأْمُوْرًا بِاتِّبَاعِ الشَّرْعِيَّةِ الْمُوْسَوِيَّةِ.

Isinya adalah beberapa doa, dzikir, nasehat dan hikmah. Di dalamnya tidak tercantum hukum syara’. Sebab Nabi Dawud as. diperintahkan untuk mengikuti syari’at Nabi Musa as.

36. Bagaimanakah kamu beri’tikad pada kitab Injil?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

36. Bagaimanakah kamu beri’tikad pada kitab Injil?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ فِى الْاِنْجِيْلِ؟

Soal: Bagaimanakah kamu beri’tikad pada kitab Injil?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الْاِنْجِيْلَ كِتَابٌ مِنْ كُتُبِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَنْزَلَهُ عَلَى الْمَسِيْحِ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ،

Jawab: Aku beri’tikad bahwa Injil adalah salah satu kitab Allah Subhānahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Isa al-Masih,

وَذَالِكَ لِبَيَانِ الْحَقَائِقِ وَدَعْوَةِ الْخَلْقِ لِتَوْحِيْدِ الْخَالِقِ. وَنَسَخَ بَعْضَ اَحْكَامِ التَّوْرَاةِ الْفَرْعِيَّةِ عَلَى حَسَبِ الْاِقْتِضَاءِ وَالتَّبْشِيْرِ بِظُهُوْرِ خَاتِمِ الْاَنْبِيَاءِ.

untuk menjelaskan beberapa kenyataan (Kebenaran yang dilupakan) dan berdakwah kepada orang-orang untuk mengesakan kepada Sang Pencipta dan menghapus sebagian hukum Taurat yang cabang (bukan yang pokok), untuk disesuaikan dengan keadaan dan memberikan kabar gembira atas tampaknya pamungkas para Nabi (Nabi Muhammad Saw.).

37. Bagaimanakah i’tikad ulama yang alim terhadap Injil yang beredar sekarang ini?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

37. Bagaimanakah i’tikad ulama yang alim terhadap Injil yang beredar sekarang ini?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ فِى الْاِنْجِيْلِ الْمُتَدَاوَلَ الْآنَ؟ 

Soal: Bagaimanakah i’tikad ulama yang alim terhadap Injil yang beredar sekarang ini?

ج : اِعْتِقَادُ الْعُلَمَاءِ الْاَعْلَامِ اَنَّ الْاِنْجِيْلَ الْمُتَدَاوَلَ الْآنَ لَهُ اَرْبَعُ نُسَخٍ اَلَّفَهَا اَرْبَعَةٌ بَعْضُهُمْ لَمْ يَرَ الْمَسِيْحَ عَلَيْهِ السَّلَامُ اَصْلًا وَهُمْ مَتَّى وَمَرْقَصْ وَلُوْقَا وَيُوْحَنَا.

Jawab: I’tikad mereka adalah, Injil yang beredar sekarang terdapat empat naskah yang disusun oleh empat orang. Sebagian mereka tidak menjumpai Nabi Isa al-Masih sama sekali. Mereka itu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

وَاِنْجِيْلُ كُلٍّ مِنْ هَؤُلَاءِ مُنَاقِصٌ لِلْاَخَرِ فِى كَثِيْرٍ مِنَ الْمَطَالِبِ.

Injil masing-masing di antara mereka, selalu bertentangan antara yang satu dengan lainnya.

وَقَدْ كَانَ لِلنَّصَارَى اَنَاجِيْلُ كَثِيْرٌ غَيْرُ هَذِهِ الْاَرْبَعَةِ لَكِنْ بَعْدَ رَفْعِ سَيِّدِنَا عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ اِلَى السَّمَاءِ بِأَكْثَرِ مِنْ مِائَتَيْ سَنَةٍ عَوَّلُوْا عَلَى الْغَائِهَا مَا عَدَا هَذِهِ الْاَرْبَعَةِ تَخَلُّصًا مِنْ كَثْرَةِ التَّنَاقُصِ وَتَمَلُّصًا مِنْ وَفْرَةِ الْتَّضَادِّ وَالتَّعَارُضِ.

Umat Nasrani juga Injil selain empat ini, namun setelah Isa as. diangkat ke langit dengan jarak lebih dari dua ratus tahun, mereka bersepakat untuk tidak menggunakan selain empat Injil itu, demi menghindari banyaknya pertentangan.

38. Bagaimanakah kepercayaanmu terhadap al-Qur’an?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

38. Bagaimanakah kepercayaanmu terhadap al-Qur’an?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : كَيْفَ اعْتِقَادُكَ فِى الْقُرْاَنِ؟ 

Soal: Bagaimanakah kepercayaanmu terhadap al-Qur’an?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الْقُرْاَنَ اَشْرَفُ كِتَابٍ، اَنْزَلَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى اَشْرَفِ اَنْبِيَائِهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Jawab: Aku percaya, bahwa al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, yang diturunkan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nya yang termulia, Muhammad Saw.

وَهُوَ اَخِرُ الْكُتُبِ الْاِلَهِيَّةِ نُزُوْلًا، وهُوَ نَاسِخٌ لِجَمِيْعِ الْكُتُبِ قَبْلَهُ وَحُكْمُهُ بَاقٍ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،

al-Qur’an adalah akhir kitab suci yang diturunkan (ke bumi). Ia memansukh seluruh kitab suci sebelumnya. Hukum di dalamnya akan kekal sampai hari kiamat.

لَايُمْكِنُ اَنْ يَلْحَقَهُ تَغْيِيْرٌ وَلَا تَبْدِيْلٌ وَهُوَ اَعْظَمُ اَيَةٍ عَلَى نُبُوَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكَوْنِهِ اَعْظَمَ الْمُعْجِزَاتِ.

Tidak mungkin mengalami perubahan. al-Qur’an merupakan tanda kenabian Muhammad Saw. terbesar, karena ia sebagai mukjizat yang paling agung.

39. Karena apakah al-Qur’anul Karim sebagai mukjizat terbesar?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

39. Karena apakah al-Qur’anul Karim sebagai mukjizat terbesar?

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ

فِى الْاِيْمَانِ بِكُتْبِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

PEMBAHASAN KETIGA

TENTANG BERIMAN PADA KITAB-KITAB ALLAH SWT.

س : لِاَيِّ شَيْئٍ كَانَ الْقُرْاَنُ الْكَرِيْمُ اَعْظَمَ الْمُعْزَاتِ؟

Soal: Karena apakah al-Qur’anul Karim sebagai mukjizat terbesar?

ج : اِنَّمَا كَانَ الْقُرْنُ اَعْظَمَ الْمُعْجِزَاتِ لِكَوْنِهِ اَيَةً عَقْلِيَّةً بَاقِيَةً مَدَى الدَّهْرِ تُشَاهَدُ كُلَّ حِيْنٍ بِعَيْنِ الْفِكْرِ وَسَوَاهُ مِنَ الْمُعْجِزَاتِ اِنْ قَضَتْ بِانْقِضَاءِ وَقْتِهَا فَلَمْ يَبْقَ مِنْهَا اَثَرٌ غَيْرَ الْخَبَرِ،

Jawab: al-Qur’an disebut sebagai mukjizat terbesar karena keberadaannya sebagai ayat aqliyah yang abadi sepanjang masa dan bisa di renungkan setiap saat dengan akal pikiran. Mukjizat selain al-Qur’an tidak berlaku seiring bergantinya waktu dan tidak meninggalkan bekas kecuali hanya cerita.

وَوَجْهُ اِعْجَازِهِ اَنَّهُ بَلَغَ فِى الْفَصَاحِةِ وَالْبَلَاغَةِ اِلَى حَدٍّ خَرَجَ عَنْ طَوْقِ الْبَشَرِ، فَاِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحَدَّى بِهِ العَرَبَ الْعَرْبَاءَ وَهُمْ اَفْصَحُ الْاُمَمِ لِسَانًا، وَاَوْضَحُهُمْ بَلَاغَةً وَبَيَانًا وَقَدْ وَصَلُوْا فِى عَصْرِهِ فِى الْبَلَاغَةِ وَفَصْلِ الْخِطَابِ لِحَالٍ يُخَيِّرُ الْعُقُوْلَ وَيُدْهِشُ الْاَلْبَابَ.

Bentuk mukjizat al-Qur’an adalah dia diturunkan dengan kefasihan dan keindahan bahasa diluar kemampuan bahasa manusia. karena itu Nabi Muhammad Saw. menentang dengan al-Qur’an kepada orang arab asli. Mereka adalah kaum yang paling fasih lisannya, paling baik penguasan ilmu balaghah dan retorika (Khitob) keduanya telah mencapai tingkat tinggi, seakan-akan diluar akal dan mencengangkan pikiran.

وَبَقِىَ فِيْهِمْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِيْنَ عَامًا وَهُوَ يَتَحَدَّاهُمْ بِالْقُرْاَنِ اَعْظَمَ تَحَدٍّ وَيَتَصَدَّى لِتَقْرِيْعِهِمْ بِهِ وَاِثَارَةِ هِمَمِهِمْ لِلتَّعَرُّضِ لِلْمُعَارَضَةِ اَعْظَمَ تَصَدٍّ فَتَارَةً يَطْلُبُ مِنْهُمُ الْاِتْيَانَ بِمِثْلِ سُوْرَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ : وَاَنْ يَسْتَعِيْنُوْا بِمَنْ شَاءُوْهُ مِنَ الْاِنْسِ وَالْجَآنِّ،

Rasulullah Saw. menetap selama dua puluh tiga tahun. Beliau menantang mereka dengan Qur’an secara sungguh-sungguh. Beliaulah yang sengaja memperdengarkan Qur’an kepada mereka, lalu memberikan semangat, agar mereka bisa melawan (membuat hal yang sama dengan Qur’an) terkadang Rasulullah Muhammad Saw. minta kepada mereka untuk membuat satu surah Qur’an (saja, tidak perlu seluruh surah di dalamnya). Mereka diperkenankan untuk minta pertolongan dengan orang yang mereka kehendaki, baik manusia atau jin.

وَتَارَةً يَسِمُهُمْ بِالْعَجْزِ عَنْ ذَلِكَ، وَعَدَمِ قُدْرَتِهِمْ عَلَى سُلُوْكِ تِلْكَ الْمَسَالِكِ. وَهُمْ ذَوُو النُّفُوْسِ الْاَبِيَّةِ، وَاَهْلُ الْحَمِيَّةِ وَالْعَصَبِيَّةِ فَعَجَزُوْا عَنْ ذَالِكَ عَنْ اَخِرِهِمْ. وَتَرَكُوْا الْمُعَارَضَةَ بِالْكَلَامِ اِلَى الْمُعَارَضَةِ بِالْحِسَامِ، وَعَدَلُوْا عَنِ الْمُقَابَلَةِ بِالسِّنَانِ وَحَيْثُ عَجَزَ عَرَبُ ذَلِكَ الْعَصْرِ.

Terkadang Beliau menyindir mereka atas kelemahan ketidakmampuan mereka dalam memecahkan persoalan tersebut padahal mereka adalah kaum yang berjiwa tak mau dihina, mudah tertantang serta memiliki semangat kesukuan yang tinggi namun tetap saja mereka gagal memenuhi tantangan itu. Mereka meninggalkan perlawanan kata-kata dan menggantinya dengan perlawanan dengan ketajaman pedang serta mengganti perang kata-kata dengan tombak (kekerasan) dan di masa itu mereka gagal memenuhi tantangan untuk membuat satu surat saja yang sama seperti al-Qur’an.

فَمَنْ سِوَاهُمْ يَكُوْنُ اَعْجَزَ فِى هَذَا الْاَمْرِ وَقَدْ مَضَى اِلَى الْآنَ اَكْثَرُ مِنْ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةِ عَامٍ، وَلَمْ يُوْجَدْ اَحَدٌ مِنَ الْبُلَغَاءِ اِلَّا وَهُوَ مُسْلِمٌ اَوْ ذُوْ اسْتِسْلَامٍ. فَدَلَّ عَلَى اَنَّهُ لَيْسَ مِنْ كَلَامِ الْبَشَرِ، بَلْ هُوَ كَلَامُ الْخَالِقِ الْقُوَى وَالْقُدَرِ.

Maka siapakah selain mereka yang lebih lemah (tidak mampu) lagi dalam memenuhi tantangan ini, padahal tantangan itu telah lewat lebih dari 1300 tahun, dan belum pernah ditemukan seorang ahli bahasa pun yang mampu membuat serupa dengannya baik orang muslim ataupun orang yang mengaku Islam. Hal itu menunjukan bahwa al-Qur’an bukanlah ucapan manusia, akan tetapi ia adalah kalam Sang Pencipta yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa.

اَنْزَلَهُ تَصْدِيْقًا لِرَسُوْلِهِ وَتَحْتِيْقًا لِمَقُوْلِهِ، وَهَذَا الْوَجْهُ وَحْدَهُ كَافٍ فِى الْاِعْجَازِ. وَقَدْ اِنْضَمَّ لِهَذَا الْوَجْهِ اَوْجُهٌ اَحَدُهَا اِخْبَارُهُ عَنْ اُمُوْرٍ مُغِيْبَةٍ ظَهَرَتْ كَمَا اَخْبَرَ. ثَانِيْهَا: اَنَّهُ لَا يَمَلُّهُ السَّمْعُ مَهْمَا تَكَرَّرَ. ثَالِثُهَا: جَمْعُهُ لِعُلُوْمٍ لَمْ تَكُنْ مَوْجُوْدَةً عِنْدَ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ. رَابِعُهَا: اِنْبَاءُهُ عَنِ الْوَقَائِعِ الْخَالِيَةِ وَاَحْوَالِ الْاُمَمِ. وَالْحَالُ اَنَّ مَنْ اُنْزِلَ عَلَيْهِ (عَلَيْهِ صَلَاةُ وَالسَّلَامُ) كَانَ اُمِّيًّا لَا يَكْتُبُ وَلَا يَقْرَأُ لِاسْتِغْنَائِهِ عَنْ ذَالِكَ بِالْوَحْيِ وَلِيَكُوْنَ وَجْهُ الْاِعْجَازِ بِالْقَبُوْلِ اَحْرَى.

Hal itu sebagai bukti, bahwa al-Qur’an bukan perkataan manusia, tapi firman Sang Pencipta kekuatan dan kemampuan. Ia diturunkan untuk membenarkan Rasulullah Saw. dan firman-Nya. Segi ini saja sudah cukup membuat (musuh-musuh Qur’an) lemah.

Sungguh terdapat beberapa segi lagi selain diatas, yaitu:

al-Qur’an memberitahukan terhadap kenyataan masa lalu dan keadaan beberapa umat. Padahal orang yang dituruni al-Qur’an adalah ummi tidak bisa membaca dan menulis, karena Beliau sudah cukup dengan wahyu dan agar segi mukjizatnya lebih layak diterima.

al-Qur’an memberitakan tentang beberapa hal yang ghaib, lalu tampak sebagaimana dikabarkannya.

al-Qur’an tidak bosan didengarkan.

al-Qur’an mencakup ilmu yang tidak terdapat di kalangan bangsa Arab dan Ajam.

🟢 4. Iman kepada Para Rasul (as.)

40. Bagaimanakah keyakinanmu terhadap para utusan Allah Ta’ala?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

40. Bagaimanakah keyakinanmu terhadap para utusan Allah Ta’ala?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِرُسُلِ اللَّهِ تَعَالَى؟ 

Soal: Bagaimanakah keyakinanmu terhadap para utusan Allah Ta’ala?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ لِلّهِ تَعَالَى رُسُلًا اَرْسَلَهُمْ رَحْمَةً مِنْهُ وَفَضْلًا مُبَشِّرِيْنَ لِلْمُحْسِنِ بِالثَّوَابِ وَمُنْذِرِيْنَ لِلْمَسِيْئِ بِالْعِقَابِ وَمُبَيِّنِيْنَ لِلنَّاسِ مَا يَحْتَاجُوْنَ اِلَيْهِ مِنْ مَصَالِحِ الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا.

Jawab: Aku berkeyakinan, bahwa Allah Ta’ala mempunyai beberapa utusan yang diutus dengan membawa rahmat dan karunia, untuk memberikan kabar gembira kepada orang yang berbuat baik mendapatkan pahala dan memberikan peringatan kepada orang yang berbuat jahat mendapatkan siksaan. Menerangkan apa yang dibutuhkan manusia dari beberapa hal yang bermaslahat terhadap agama mereka dan dunianya.

وَمُفِيْدِيْنَ لَهُمْ مَا يَبْلُغُوْنَ بِهِ الدَّرَجَةَ الْعُلْيَا، وَاَيَّدَهُمْ بِاَيَةٍ ظَاهِرَةٍ، وَمُعْجِزَاتٍ بَاهِرَةٍ، اَوَّلَهُمْ اَدَمُ وَاَخِرُهُمْ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ.

Para Rasul juga menjelaskan mengenai suatu hal yang dapat mencapai derajat tinggi bagi manusia. Para Rasul diperkuat dengan beberapa tanda kenabian yang nyata dan beberapa mukjizat yang terang. Permulaan mereka adalah Adam, sedang yang terakhir adalah Nabi kita, Muhammad Saw.

41. Apakah pengertian Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

41. Apakah pengertian Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَامَعْنَى النَّبِيُّ؟

Soal: Apakah pengertian Nabi?

ج : النَّبِيُّ اِنْسَانٌ اَوْحَى اِلَيْهِ بِشَرْعٍ وَاِنْ لَمْ يُؤْمَرْ بِتَبْلِيْغِهِ فَاِنْ اُمِرَ بِتَبْلِيْغِهِ سُمِّىَ رَسُوْلًا اَيْضًا، فَكُلُّ رَسُوْلٍ نَبِيٌّ وَلَيْسَ كُلُّ نَبِيٍّ رَسُوْلًا.

Jawab: Nabi adalah manusia yang diberi wahyu syara’, sekalipun tidak diperintahkan untuk menyampaikannya (kepada manusia). Bila diperintahkan untuk menyampaikan kepada mereka, maka dinamakan Rasul. Setiap Rasul adalah Nabi, bukan sebaliknya.

42. Berapakah jumlah para Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

42. Berapakah jumlah para Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَمْ عَدَدُ الْاَنْبِيَاءِ؟ 

Soal: Berapakah jumlah para Nabi?

ج : لَا يَعْلَمُ عَدَدُهُمْ عَلَى الْيَقِيْنِ، وَالْمَدْكُوْرُ اَسْمَاءُهُمْ فِى الْكِتَابِ العَزِيْزِ خَمْسَةٌ وَعِشْرُوْنَ :

Jawab: Secara pasti, tidak diketahui jumlah mereka (karena amat banyak. Allah tidak menceritakan seluruhnya pada Nabi).Dalam al-Qur’an yang mulia, nama mereka yang disebut hanya dua puluh lima orang,

وَهُمْ : اَدَمُ، اِدْرِيْسُ، نُوْحٌ، هُوْدٌ، صَالِحٌ، اِبْرَاهِيْمُ، لُوْطٌ، اِسْمَاعِيْلُ، اِسْحَاقُ، يَعْقُوْبُ، يُوْسُفُ، اَيُّوْبُ، شُعَيْبُ، مُوْسَى، هَارُوْنُ، ذُوْ الْكِفْلِ، دَاوُدُ، سُلَيْمَانُ، اِلْيَاسُ، اِلْيَسَعُ، يُوْنُسُ، زَكَرِيَّا، يَحْيَى، عِيْسَى، مُحَمَّدٌ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَهُمْ رُسُلٌ اَيْضًا.

yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Luth, Ismail, Ishaq, Ibrahim, Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, dan Muhammad Saw. Mereka adalah juga para Rasul.

43. Apakah mukjizat itu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

43. Apakah mukjizat itu?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْمُعْجِزَاتُ؟ 

Soal: Apakah mukjizat itu?

ج : الْمُعْجِزَاتُ اَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ يَظْهَرُ عَلَى يَدِ مُدَّعِى النُّبُوَّةِ مُوَافِقًا لِدَعْوَاهُ عَلَى وَجْهٍ يُعْجِزُ الْمُنْكِرِيْنَ عَنِ الْاِتْيَانِ بِمِثْلِهِ.

Jawab: Mukjizat adalah perkara yang luar biasa (dan tidak masuk akal) yang ditampakkan kepada seseorang yang mengaku menjadi Nabi, yang sesuai dengan pengakuannya, di mana orang-orang yang ingkar kepadanya tidak mampu melakukan sesamanya.

44. Apakah hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

44. Apakah hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْحِكْمَةُ فِى اِظْهَارِ الْمُعْجِزَاةِ عَلَى اَيْدِى الْاَنْبِيَاءِ؟ 

Soal: Apakah hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi?

ج : اَلْحِكْمَةُ فِى اِظْهَارِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى اَيْدِى الْاَنْبِيَاءِ الدَّلَالَةُ عَلَى صِدْقِهِمْ فِيْمَا الدَّعَوْهُ.

Jawab: Hikmah mukjizat ditampakkan kepada para Nabi, untuk utusan Allah yang membawa ajarannya.

اِذْ كُلُّ دَعْوًى لَمْ تَقْتَرِنْ بِدَلِيْلٍ فَهِيَ غَيْرُ مَسْمُوْعَةٍ. وَالتَّمْيِيْزُ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَنْ يَدَّعِى النُّبُوَّةِ كَاذِبًا. وَهِيَ قَائِمَةٌ مَقَامَ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى : صَدَقَ عَبْدِى فِيْمَا يَدَّعِى.

Sebab, setiap pengakuan yang tidak disertai dalil, tidak akan didengar. Juga sebagai perbedaan antara mereka (para Nabi) dan orang-orang yang mengaku menjadi Nabi (nabi palsu) mukjizat tersebut menduduki firman Allah Ta’ala: “Hamba-Ku benar tentang apa yang diakui.” (Pengakuannya adalah benar)

45. Bagaimanakah penjelasan kalau mukjizat itu menjadi bukti kebenaran para Nabi dan sebagai pengganti dari firman Allah: “Pengakuan hamba-Ku adalah benar.”

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

45. Bagaimanakah penjelasan kalau mukjizat itu menjadi bukti kebenaran para Nabi dan sebagai pengganti dari firman Allah: “Pengakuan hamba-Ku adalah benar.”

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا وَجْهُ دَلَالَةِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى صِدْقِ الْاَنْبِيَاءِ وَكَوْنِهَا قَائِمَةً مَقَامَ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى صَدَقَ عَبْدِىْ؟

Soal: Bagaimanakah penjelasan kalau mukjizat itu menjadi bukti kebenaran para Nabi dan sebagai pengganti dari firman Allah: “Pengakuan hamba-Ku adalah benar.”

ج : وَجْهُ دَلَالَةِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى صِدْقِ الْاَنْبِيَاءِ يَظْهَرُ مِنْ هَذَا الْمِثَالِ، وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْاَعْلَى وَهُوَ اَنَّهُ لَوْ قَامَ اَحَدٌ مِنَ النَّاسِ فِى مَحْفَلٍ عَظِيْمٍ بِمَحْضَرِ مَلِكٍ كَبِيْرٍ حَكِيْمٍ وَقَالَ : اَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ هَذَا الْمَلِكِ اِلَيْكُمْ وَمُؤْتَمَنُهُ لَدَيْكُمْ اَرْسَلَنِى لِأُبَلِّغُكُمْ اَوَامِرَهُ. وَهُوَ عَالِمٌ بِمَقَالَتِى وَسَامِعٌ لِكَلَامِى. وَمُبْصِرٌ لِيْ وَاَيَةُ صِدْقِىْ اَنْ اَطْلُبَ مِنْهُ اَنْ يَخْرِقَ عَادَتَهُ وَيُخَالِفَهَا فَيُجِيْبُنِىْ اِلَى ذَالِكَ.

Jawab: Tentang mukjizat demi menunjukkan kebenaran para Nabi, adalah bisa dilihat pada contoh dibawah ini:

Kalau seseorang berdiri pada suatu pertemuan, dimana seorang raja besar yang bijaksana hadir disana dan ketika itu ia mengatakan: “Hai, sekalian manusia, sesungguhnya saya sebagai utusan baginda raja, untuk saudara-saudara sekalian. Saya diutus oleh Beliau untuk menyampaikan titahnya kepada saudara-saudara. Beliau juga mengerti apa yang saya katakan ini, mendengar apa yang saya ucapkan dan Beliau melihat kepada saya. Sebagai bukti kebenaran saya ialah, apabila saya minta Beliau untuk berbuat sesuatu yang menyalahi kebiasaan, tentu Beliau akan mengabulkan permintaan saya.

ثُمَّ قَالَ لِلْمَلِكِ: اِنْ كُنْتُ صَادِقًا فِى دَعْوَايَ فَاخْرِقْ عَادَتَكَ وَقُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مُتَوَالِيَاتٍ فَفَعَلَ الْمَلِكُ ذَلِكَ،

Kemudian orang itu membuktikan: Baginda, jika Tuan membenarkan pengakuan hamba ini, maka saya harap Baginda berbuat sesuatu yang menyalahi kebiasaan, yaitu berdiri tiga kali berturut-turut. Ternyata Baginda Raja mengerjakannya.

فَاِنَّهُ يَحْصُلُ لِلْجَمَاعَةِ عِلْمٌ ضَرُوْرِيٌّ بِصِدْقِهِ فِى مَقَالَتِهِ وَقَامَ خَرْقُ الْمَلِكِ لِعَادَتِهِ مَقَامَ قَوْلِ الْمَلِكِ : قَدْ صَدَقَ فِيْمَا الدَّعَاهُ، وَهَلْ يَشُكُّ اَحَدٌ اَنَّهُ رَسُوْلُ الْمَلِكِ.

Dengan demikian orang-orang pun meyakini, kalau orang itu memang benar dalam perkataannya. Perbuatan Baginda Raja yang menyalahi kebiasaannya itu, sebagai ganti dari sabda Beliau: “Pengakuan orang itu adalah benar.” Dan tidak ada seorang pun yang merasa kalau orang itu adalah utusan Baginda Raja.

وَالْاَنْبِيَاءُ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ قَدِ ادَّعَوْا اِرْسَالَ اللَّهِ تَعَالَى لَهُمْ نَاظِرٌ اِلَيْهِمْ. فَاِذَا طَلَبُوْا مِنَ اللَّهِ تَعَالَى اِظْهَارَ الْمُعْجِزَاتِ الَّتِى لَيْسَ فِى طَاقَةِ الْبَشَرِ اَنْ يَأْتُوْا بِمِثْلِهَا. كَانَهُمْ عَلَى ذَالِكَ وَاَقْدَرَهُمْ عَلَيْهَا

Para Nabi itu telah mengaku diutus oleh Allah kepada manusia dan Dia mengetahui pengakuan mereka, mendengar dan melihat (gerak-gerik mereka).Bila mereka minta kepada Allah Ta’ala untuk menampakkan mukjizat-mukjizat yang manusia tidak mampu menjalankannya, maka Allah menolong mereka dan memberikan kekuasaan mereka untuk melakukan.

كَانَ ذَلِكَ تَصْدِيْقًا لَهُمْ مِنْهُ فِعْلًا وَهُوَ كَالتَّصْدِيْقِ بِالْقَوْلِ بَلْ اَوْلَى. وَهُوَ يَسْتَلْزِمُ صِدْقَهُمْ فِى دَعْوَى الرِّسَالَةِ 

Hal itu, sebagai tindakan nyata yang membenarkan kepada mereka secara perbuatan (yang dilihat), laksana pembenaran dengan lidah, bahkan lebih dari itu. Hal itu yang membuat mereka dibenarkan dalam mengaku sebagai Rasulullah.

لِاَنَّ تَصْدِيْقَ الْمَوْلَى الْحَكِيْمِ الْعَلِيْمِ الْقَادِرِ لِلْكَاذِبِ اَمْرٌ ظَاهِرُ الْاِسْتِحَالَةِ، لَا سِيَّمَا وَقَدْ اِنْضَمَّ اِلَى دَلَالَةِ الْمُعْجِزَاتِ عَلَى صِدْقِهِمْ دَلَالَةُ مَا اشْتَهَرَ عَنْهُمْ مِنَ الصِّفَاتِ وَالْاَحْوَالِ الَّتِى هِيَ فِى غَايَةِ الْحُسْنِ وَنِهَايَةِ الْكَمَالِ.

Mengapa demikian! Sebab Allah yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui dan Maha Kuasa tidak akan membenarkan kepada orang yang bohong. Lebih dari itu, disamping mukjizat tersebut, sifat dan keadaan mereka telah tersohor amat baik dan sempurna.

46. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Sihir?

alam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

46. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Sihir?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْفَرْقُ  بَيْنَ الْمُعْجِزَاةِ وَالسِّحْرِ؟

Soal: Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Sihir?

ج : السِّحْرُ اَمْرٌ خَارِقٌ فِى بَادِئِ الرَّأْيِ تُمْكِنُ مُعَارَضَتُهُ لِاَنَّهُ مَبْنِيٌّ عَلَى اَسْبَابِ مَنْ عَرَفَهَا وَتَعَاطَاهَا حَصَلَ عَلَى يَدِهِ ذَالِكَ اْلاَمْرُ. 

Jawab: Sihir adalah hal luar biasa di luar akal yang mungkin untuk ditandingi. Karena sihir terjadi karena sebab-sebab tertentu yang barangsiapa mengetahui rahasianya dan bisa mendatangkan sebab tersebut maka dia bisa melakukan sihir tersebut.

فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ وَنَفْسِ الْاَمْرِ غَيْرُ خَارِقٍ لِلْعَادَةِ. وَغَرَابَتُهُ اِنَّمَا هِىَ بِالنَّظَرِ لِجَهْلِ اَسْبَابِهِ. وَاَمَّا الْمُعْجِزَةُ فَانِّهَا خَارِقَةٌ لِلْعَادَةِ حَقِيْقَةً لَايُمْكِنُ مُعَارَضَتُهَا 

Sebenarnya, sihir itu bukanlah sesuatu yang luar biasa, menjadi luar biasa karena orang yang melihatnya tidak mengetahui rahasia penyebab terjadinya sihir. Adapun mukjizat adalah benar-benar hal luar biasa diluar kebiasaan yang tidak mungkin ditandingi.

فَلَا يُمْكِنُ السَّاحِرُ اَنْ يَفْعَلَ مِثْلَ فِعْلِ الْاَنْبِيَاءِ, مِنْ جَعْلِ الْمَيِّتِ حَيًّا وَقَلْبِ الْعَصَا حَيَّةً,

Maka tidaklah mungkin para tukang sihir dapat melakukan apa yang dilakukan para Nabi, baik membuat orang mati menjadi hidup, ataupun merubah tongkat menjadi ular.

وَلِذَا آمَنَتْ سَحَرَةُ فِرْعَوْنَ بِمُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ لَمَّا صَارَتْ عَصَاهُ حَيَّةً حَقِيْقَةً, وَابْتَلَعَتْ عِصِيَّهُمْ وَحِبَالَهُمْ لِمَعْرِفَتِهِمْ بِأَنَّ هَذَا مِمَّا لَا يَأْتِىْ بِالسِّحْرِ.

Oleh karena itu, para tukang sihir Fir’aun beriman kepada Nabi Musa as. saat mereka melihat tongkat Beliau menjadi ular yang nyata, dan mereka pun melempar tongkat serta tali tamparnya karena mengetahui bahwa apa yang terjadi pada tongkat Nabi Musa as. bukanlah sebuah sihir.

وَالسِّحْرُ مَصْدَرُهُ مِنْ نَفْسِ اَمَّارَةٍ بِالسُّوْءِ تَكُوْنُ مَظْهَرًا لِلْفَسَادِ. وَالْمُعْجِزَةُ مَصْدَرُهَا مِنْ نَفْسٍ زَكِيَّةٍ تَكُوْنُ مَظْهَرًا لِلصَّلَاحِ وَالْاِرْشَادِ .

Sihir itu bersumber dari jiwa yang penuh nafsu amarah keburukan dan menghasilkan kerusakan. Sedangkan mukjizat berasal dari jiwa yang suci dan menghasilkan kebaikan dan petunjuk.

47. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Karamah?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

47. Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Karamah?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْفَرْقُ بَيْنَ الْمُعْجِزَةِ وَالْكَرَامَةِ ؟

Soal: Apakah perbedaan antara Mukjizat dengan Karamah?

ج : اَلْكَرَامَةُ اَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ يَظْهَرُ عَلَى يَدِ الْوَلِيِّ فَهِيَ غَيْرُ مَقْرُوَنَةٍ بِدَعْوَى النُّبُوَّةِ. وَاَمَّا الْمُعْجِزَةُ فَاِنَّهَا تَكُوْنُ مَقْرُونَةً بِدَعْوَى النُّبُّوَةِ. 

Jawab: Karamah adalah kejadian luar biasa yang keluar dari seorang wali (kekasih Allah) dan karamah tidak berhubungan dengan dakwah kenabian. Adapun mukjizat berhubungan dengan dakwah kenabian.

وَالْوَلِيُّ هُوَ الْعَارِفُ بِاللهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ حَسْبَ مَا يُمْكِنُ الْمُوَاظِبُ عَلَى الطَّاعَاتِ, الْمُجْتَنِبُ لِلْمَعَاصِى وَالسَّيِّئَاتِ وَالْمُعْرِضُ عَنِ الْاِنْهِمَاكِ فِى اللَّذَاتِ وَالشَّهَوَاتِ .

Wali adalah seseorang yang mengetahui secara mendalam akan Allah dan sifat-sifat-Nya. Mereka adalah orang-orang yang taat dan menjauhi dosa serta keburukan. Mereka menjaga diri dari kesenangan dan syahwat.

وَظُهُوْرُ الْكَرَامَةِ عَلَى يَدِهِ اِكْرَامٌ لَهُ مِنْ رَبِّهِ, وَاِشَارَةٌ لِقَبُوْلِهِ عِنْدَهُ وَقُرْبِهِ, وَهِىَ كَالْمُعْجِزَةِ لِلنَّبِىِّ الَّذِيْ يَكُونُ مِنْ اُمَّتِهِ ذَالِكَ الْوَلِيُّ اِذِ الْوَلِيُّ لَايَكُونُ وَلِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ مُقِرًّا بِرِسَالَةِ رَسُوْلِهِ وَمُذْعِنًا لِأَوَامِرِهِ غَايَةَ الْاِذْعَانِ.

Penampakan karamah pada diri mereka adalah sebagai bentuk kemuliaan dari Tuhan serta tanda kedekatan dan terkabulnya doa mereka. Karamah adalah juga —seperti Mukjizat para Nabi— diturunkan bagi kaumnya, karena tidak mungkin seseorang menjadi wali kecuali karena mereka mengakui risalah para Rasul Allah dan mengikuti jalan mereka sepenuh hati.

وَلَوِ ادَّعَى الْاِسْتِقْلَالَ بِنَفْسِهِ وَلَمْ يُتَابِعْ رَسُوْلَهُ لَمْ تَظْهَرْ عَلَى يَدِهِ الْكَرَامَةُ وَلَمْ يَكُنْ وَلِيَّا لِلرَّحْمَنِ بَلْ يَكُوْنُ عَدُوًّا لَهُ وَوَلِيًّا لِلشَّيْطَانِ كَمَا يُشِيْرُ لِذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى خِطَابًا لِنَبِيِّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِى حَقِّ اَقْوَامٍ زَعَمُوْا اَنَّهُمْ يُحِبُّوْنَ اللهَ 

Andaikata ada seseorang yang mengaku wali namun tidak mengikuti jalan para Rasul dan bebas membuat jalannya sendiri maka tidak mungkin muncul karamah pada dirinya serta ia bukan wali Allah, bahkan dia adalah musuh Allah dan wali syaithan. Sebagaimana telah disiratkan oleh Firman Allah yang berbicara kepada Nabi Alaihissalam mengenai klaim sebuah kaum yang mengaku mencintai Allah.

قُالْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبَبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قُالْ اَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ لَايُحِبُّ الْكَافِرِيْنَ.

Firman tersebut adalah: “Katakanlah (Wahai Nabi), jika kalian mengaku mencintai Allah maka ikutilah jalanku (Nabi), maka Allah akan mencintai kalian dan Dia akan mengampuni dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun serta Maha Pengasih. Katakanlah (Wahai Nabi), “Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul. Jika kalian berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Āli ‘Imrān: 32)

48. Sifat apakah yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

48. Sifat apakah yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَاذَايَجِبُ لِلْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ؟ 

Soal: Sifat apakah yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

ج: يَجِبُ لِلْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اَرْبَعُ صِفَاتٍ وَهِىَ : الصِّدْقُ, وَالْاَمَانَةُ وَالتَّبْلِيْغُ وَالْفَطَانَةُ.

Jawab: Sifat yang wajib ada pada diri para Nabi Alaihimussalam ada empat, yaitu Shiddiq (Jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (Menyampaikan Risalah) dan Fathanah (Cerdas). 

وَمَعْنَى الصِّدْقِ فِى حَقِّهِمْ كَوْنُ خَبَرِهِمْ مُطَابِقًا لِلْوَاقِعِ وَنَفْسِ الْاَمْرِ فَلَا يَصْدُرُ مِنْهُمْ كَذِبٌ اَصْلًا،

Makna Shidq bagi mereka adalah bahwasanya berita yang dibawa para Nabi tersebut cocok dengan kenyataan dan sesuai dengan perintah, tidak mungkin ada kebohongan sedikitpun pada diri mereka.

وَمَعْنَى الْاَمَانَةِ فِى حَقِّهِمْ كَوْنُ ظَوَاهِرِهِمْ. وَبَوَاطِنِهْمِ مَحْفُوظَةً مِنَ الْوُقُوعِ فِيْمَا لَا يَرْضَى الْحَقَّ الَّذِيْ اصْطَفَاهُمْ عَلَى سَائِرِ الْخَلْقِ

Makna Amanah bagi mereka adalah bahwasanya baik lahir maupun bathin mereka terjaga dari hal-hal yang tidak diridhai oleh Tuhan yang telah memilih mereka dari seluruh manusia.

وَمَعْنَى التَّبْلِيْغِ : كَوْنُهُمْ بَيَّنُوْا لِلنَّاسِ كُلَّ مَا اَمَرَهُمُ اللهُ بِبَيَانِهِ اَحْسَنَ بَيَانٍ. فَلَمْ يَكْتُمُوْا مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا.

Makna Tabligh bagi mereka adalah bahwasanya mereka menerangkan kepada manusia segala hal yang telah diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan dengan penjelasan yang paling baik dan mereka tidak menyembunyikannya sedikitpun.

وَمَعْنَى الْفَطَانَةِ كَوْنُهُمْ : اَكْمَلُ الْخَلْقِ فِى النَّبَاهَةِ وَالْفَهْمِ.

Sedangkan makna Fathanah bagi mereka adalah bahwasanya para Nabi tersebut adalah manusia paling sempurna daya ingat dan pemahamannya.

49. Sifat apakah yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

49. Sifat apakah yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَاذَا يَسْتَحِيْلُ عَلَى الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ؟

Soal: Sifat apakah yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

ج : يَسْتَحِيْلُ عَلَى الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اَرْنَعُ صِفَاتٍ وَهِىَ : الْكَذِبُ وَالْعِصْيَانُ وَالْكِتْمَانُ وَالْغَفْلَةُ.

Jawab: Sifat yang mustahil ada pada diri para Nabi Alaihimussalam ada empat, yaitu Kadzib (Pembohong), ‘Isyān (Durhaka), Kitman (Menyembunyikan ajaran) dan Ghaflah (Pelupa). 

وَكَذَلِكَ يَسْتَحِيْلُ عَلَيْهِمْ كُلُّ صِفَاتٍ تُعَدُّ عِنْدَ النَّاسِ مِنَ الْعُيْوْبِ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الذُّنُوْبِ كَدَنَاءَةِ الْحِرْفَةِ اَوِالنَّسَبِ اَوْتُنَافِىْ حِكْمَةَ الْبِعْثَةِ كَالصَّمَمِ وَالْبَكَمِ.

Begitupun mustahil ada pada diri para Nabi setiap sifat cacat (kekurangan) yang ada pada manusia meskipun itu tidak berdosa seperti memiliki pekerjaan atau nasab yang jelek atau sesuatu yang menjadi kekurangan menyangkut hikmah atas diutusnya mereka, seperti bisu dan tuli.

50. Jika memang sifat durhaka tidak terdapat pada diri para Nabi, maka bagaimanakah dengan peristiwa Nabi Adam yang memakan buah khuldi yang dilarang untuk dimakan?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

50. Jika memang sifat durhaka tidak terdapat pada diri para Nabi, maka bagaimanakah dengan peristiwa Nabi Adam yang memakan buah khuldi yang dilarang untuk dimakan?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : اِذَا كَانَ الْعِصْيَانُ مُسْتَحِيْلًا فِى حَقِّ الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ فَكَيْفَ اَكَلَ آدَمُ مِنَ الشَّجَرَةِ الَّتِيْ نُهِىَ عَنْهَا ؟

Soal: Jika memang sifat durhaka tidak terdapat pada diri para Nabi, maka bagaimanakah dengan peristiwa Nabi Adam yang memakan buah khuldi yang dilarang untuk dimakan?

ج : اِنَّ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ اَكَلَ مِنَ الشَّجَرَةِ الَّتِيْ نُهِىَ عَنْهَا بِطَرِيْقِ النِّسْيَانِ. قَالَ تَعَالَى: وَلَقَدْ عَهِدْنَا اِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِىَ وَلَمْ نَجِدْلَهُ عَزْمًا.

Jawab: Sesungguhnya peristiwa itu terjadi karena Nabi Adam dalam keadaan lupa. Allah Subhānahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Thāhā: 115: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.”

وَالنَّاسِىْ غَيْرُ عَاصٍ وَلَا مُؤَاخَذٍ وَاَمَّا نِسْبَةُ الْعِصْيَانِ اِلَيْهِ فِى قَوْلِهِ تَعَالَى وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى.

Dan orang yang lupa tidaklah terhitung durhaka dan tidak dimintai pertanggung jawaban. Adapun penisbatan dosa bagi Adam dalam firman Allah Subhānahu wa Ta’ala dalam surat Thāhā: 121: “Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.” Maka Allah memilih Adam dan Adam pun bertaubat kepada-Nya sehingga Allah memberinya petunjuk (hidayah).

فَلِصُدُوْرِ صُوْرَةِ الْمُخَالَفَةِ عَنْهُ بِنَاءً عَلَى النِّسْيَانِ النَّاشِئِ عَنْ عَدَمِ التَّحَفُّظِ التَّامِّ مِنْهُ وَالْمُخَالَفَةُ الَّتِىْ تَصْدُرُ نِسْيَانًا لَاتُعَدُّ فِى حَقَّ النَّاشِئِ عِصْيَانًا وَعُدَّتْ مَعْصِيَةً فِى حَقِّ آدَمَ نَظَرًا لِشَرَفِ رُتْبَتِهِ وَعَظَمِ مَنْزِ لَتِهِ وَالْخَطَأُ الصَّغِيْرُ يُسْتَعْظَمُ مِنَ الْكَبِيْرِ.

Karena sumber kesalahan kepada Allah adalah karena lupa yang timbul dari kesadaran penuh Adam. Sementara kesalahan yang diperbuat semata-mata karena lupa tidaklah terhitung sebagai dosa bagi pelakunya. Namun hal itu (melakukan kesalahan karena lupa) terhitung sebagai maksiat bagi Nabi Adam untuk menunjukkan kemuliaan kedudukan Beliau dan ketinggian derajatnya. Meski kesalahan itu kecil namun dianggap sebagai kesalahan besar.

وَاَمَّا مُؤَا خَذَةُ الْمَوْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِآدَمَ عَلَى ذَلِكَ بِاِهْبَاطِهِ اِلَى هَذِهِ الدِّيَارِ وَاعْتِرَافُ آدَمَ بِالذَّنْبِ وَمُثَابَرَتُهُ عَلَى الْاِسْتِغْفَارِ فَذَالِكَ لِتَزْدَادَ دَرَجَتُهُ عُلُوًّا, وَثَوَابُهُ وَاَجْرُهُ نُمُوًّا وَيُقَاسُ عَلَى ذَالِكَ مَا يُنْسَبُ لِسَائِرِ الْاَنْبِيَاءِ مِنَ الذُّنُوْبِ وَالْمَعَاصِىْ فَاِنَّهَا ذُنُوْبٌ بِالْاِضَافَةِ اِلَى عُلُوِّ مَنَاصِبِهِمْ وَمَعَاصٍ بِالنِّسْبَةِ اِلَى كَمَالِ طَاعَتِهِمْ

Adapun keputusan Allah Subhānahu wa Ta’ala kepada Adam karena kesalahannya –yaitu menurunkannya ke dunia ini, pengakuan Adam akan kesalahannya dan terus menerusnya Adam beristighfar– maka hal itu semata-mata untuk menambah ketinggian derajat Adam. Karena hal itu membuat pahala dan kebaikannya bertambah. Semua itu juga di analogikan bagi setiap kesalahan dan dosa yang diperbuat oleh para Nabi. Karena kesalahan itu dirangkaikan dengan ketinggian kedudukan mereka, dan kesalahan mereka semata-mata terjadi karena berhubungan dengan kesempurnaan ketaatan mereka kepada Allah.

لِاَنَّهَا كَذُنُوْبِ غَيْرِهِمْ وَمَعَاصِيْهِمْ لِاَنَّهَا صَادِرَةٌ مِنْهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ. اِمَّا عَلَى طَرِيْقِ التَّاَوُّلِ اَوْعَلَى طَرِيْقِ السَّهْوِ وَعَدَمِ التَّعَمُّدِ.

Kesalahan dan dosa itu tidak terjadi sebagaimana yang terjadi pada manusia selain mereka karena perbuatan itu terjadi disebabkan ta’awwul atau karena lupa dan tanpa sengaja.

وَاَمَّا اِعْتَرَافُهُمْ بِهَا وَاسْتَغْفَارُهُمْ مِنْهَا فَلِزِيَادَةِ مَعْرِفَتِهِمْ بِمَوْلَاهُمْ وَشِدَّةِ وَرَعِهِمْ وَتَقْوَاهُمْ وَلِيَزْدَادُوْا اَجْرًا وَقُرْبَةً وَعُلُوًّا فِى الدَّرَجَةِ وَالرُّتْبَةِ.

Adapun kesadaran dan permohonan ampunan mereka atas kesalahan tersebut, hal itu adalah sebagai sarana menambah makrifat (pengetahuan) mereka akan Tuhannya, ketinggian wara’ (kehati-hatian) serta takwa mereka. Juga semua itu berfungsi sebagai penambah pahala dan kedekatan mereka, serta mempertinggi derajat dan pangkat mereka di sisi Allah.

51. Hal apa sajakah yang Yajūz (boleh) ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

51. Hal apa sajakah yang Yajūz (boleh) ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا ذَايَجُوْزُ فِى حَقِّ الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ ؟

Soal: Hal apa sajakah yang Yajūz (boleh) ada pada diri para Nabi Alaihimussalam?

ج : يَجُوزُ عَلَى الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ وُقُوعُ الْاَعْرَاضِ الْبَشَرِيَّةِ الَّتِىْ لَا تُؤَدِّى اِلَى نَقْصٍ فِى مَرَاتِبِهِمُ الْعَلِيَّةِ.

Jawab: Dibolehkan ada pada diri para Nabi segala macam sifat kemanusiaan yang tidak mengurangi derajat kemuliaan mereka,

كَالْاَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجُوْعِ وَالْعَطْشِ وَاعْتِرَاءِ الْحَرِّ وَالْبَرَدِ وَالتَّعَبِ وَالرَّاحَةِ وَالْمَرَضِ وَالصِّحَّةِ وَمِثْلُ ذَلِكَ التِّجَارَةُ وَالْاِحْتِرَافُ بِحِرْفَةٍ مِنَ الْحِرَفِ اَلَّتِىْ لَيْسَتْ دَنِيَّةً لِاَنَّهُمْ بَشَرٌ يَجُوْزُ عَلَيْهِمْ مَا يَجُوْزُ عَلَى الْبَشَرِ مِمَّا لَا تُؤَدِّىْ اِلَى نَقْصٍ.

seperti makan dan minum, lapar dan haus, menghindar dari panas dan dingin, capek dan istirahat, sakit dan sehat, begitupun berdagang dan bekerja dengan pekerjaan tertentu yang tidak nista, karena mereka adalah manusia yang boleh melakukan apa yang dilakukan manusia selain hal-hal yang dapat mengurangi derajat kemuliaan mereka.

52. Apakah hikmah di balik penyakit dan rasa sakit yang dialami oleh para Nabi Alaihimussalam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

52. Apakah hikmah di balik penyakit dan rasa sakit yang dialami oleh para Nabi Alaihimussalam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا الْحِكْمَةُ فِى لُحُوْقِ الْاَمْرَاضِ وَالْآلَامِ بِالْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ؟ 

Soal: Apakah hikmah di balik penyakit dan rasa sakit yang dialami oleh para Nabi Alaihimussalam?

ج :اَلْحِكْمَةُ فِى لُحُوْقِ الْاَمْرَاضِ وَالْآلَامِ بِالْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَعَ كَوْنِهِمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ وَكَوْنِ سَاحَتِهِمْ مِنَ الْعُيُوْبِ بَرِيَّةً اَنْ يَعْظَمَ اَجْرُهُمْ وَيَظْهَرَ فِى طَاعَةِ اللهِ تَعَالَى ثَبَاتُهُمْ وَصَبْرُهُمْ.

Jawab: Hikmah di balik itu semua – meski adalah manusia terbaik dan bebas dari dosa, adalah agar dilipatkan pahala serta semakin memperjelas ketaatan, komitmen dan kesabaran mereka kepada Allah Subhānahu wa Ta’ala. 

وَلِاَجْلِ اَنْ تَتَأَسَّى بِهِمُ النَّاسُ اِذَا جَلَّ بِهِمُ الْبَلَاءُ وَالْيَأْسٌ, وَيَعْلَمُوْا اَنَّ الدُّنْيَا دَارُ بَلَاءٍ وَامْتِحَانٍ لَا دَارُ اِكْرَامٍ وَاِحْسَانٍ وَلِئَلَّا يَعْتَقِدَ الْاُلُوْهِيَّةَ اَحَدٌ فِيْهِمْ اِذَا رَاَى الْمُعْجِزَاتِ الْبَاهِرَةَ تَظْهَرُ عَلَى اَيْدِيْهِمْ, وَيَعْلَمُ اَنَّ ذَلِكَ بِاِرَادَةِ اللهِ تَعَالَى وَخَلْقِهِ

Juga semua itu disebabkan agar umat manusia berpedoman (mencontoh) mereka ketika mereka ditimpa bala’ dan berputus asa. Dan juga agar umat manusia mengetahui bahwa dunia adalah tempat bencana dan cobaan, bukan tempat yang penuh kemuliaan dan kebaikan semata. Hikmah lain adalah agar para Nabi tersebut mensifati diri mereka dengan sifat ketuhanan karena telah melihat keluarnya mukjizat yang jelas dari dirinya, dan menyadari bahwa semua itu terjadi karena izin dan ciptaan Allah Ta’ala semata.

وَاَنَّهُمْ وَاِنْ عَظُمَ قَدْرُهُمْ وَجَلَّ اَمْرُهُمْ, فَهُمْ عَبِيْدٌ عَاجِزُوْنَ عَنْ جَلْبِ النَّفْعِ وَدَفْعِ الضَّرَرِ.

Bukan yang selain-Nya. Hikmah berikutnya adalah bahwasanya meskipun mereka berkemampuan dan mempunyai kehebatan yang tinggi, mereka tetaplah seorang hamba Tuhan yang lemah yang tidak bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.

53. Ringkasan apakah yang harus kita yakini sehubungan dengan keadaan para Nabi Alahimus Shalātu Wasallam?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

53. Ringkasan apakah yang harus kita yakini sehubungan dengan keadaan para Nabi Alahimus Shalātu Wasallam?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : مَا خُلَاصَةُ مَا يَجِبُ اَنْ نَعْتَقِدَهُ فِى حَقِّ الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ؟

Soal: Ringkasan apakah yang harus kita yakini sehubungan dengan keadaan para Nabi Alahimus Shalātu Wasallam?

ج : نَعْتَقِدُ اَنَّ الْاَنْبِيَاءَ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَوْصُوْفُونَ بِكُلِّ صِفَةٍ تَزِيْنُ وَمُبَرَّءُوْنَ فِى الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ وَالْفِعْلِ وَالْقَوْلِ عَنْ كُلِّ اَمْرٍ يَشِيْنٍ,

Jawab: Kita wajib meyakini bahwasanya para Nabi Alahimus Shalātu Wasallam memiliki segala sifat elok. Mereka bersih baik lahir maupun bathin, ucapan dan perbuatannya bebas dari hal-hal yang jelek.

وَاَنَّهُمْ يَجُوْزُ اَنْ تَطْرَأَ عَلَيْهِمُ الْاَعْرَاضُ الْبَشَرِيَّةُ الَّتِىْ لَا تُؤَدِّىْ اِلَى نَقْصٍ فِى مَرَاتِبهِمُ الْعَلِيَّةِ. وَاَنَّ اللهَ اصْطَفَاهُمْ عَلَى الْعَالَمِيْنَ وَاَرْسَلَهُمْ اِلَيْهِمْ لِيَكُوْنُوْ بِأوَامَرِهِ وَاَحْكَامِهِ عَالِمِيْنَ

Para Nabi juga dapat bersifat layaknya manusia biasa yang tidak mengurangi ketinggian derajat dan martabatnya. Dan hendaknya meyakini bahwa Allah Ta’ala telah memilih mereka di antara penghuni seluruh alam, mengutus mereka bagi alam ini agar seluruh alam mengerti terhadap perintah dan hukum Allah. 

وَاَنَّهُمْ لَمْ يَخْتَلِفُوْا فِى اَمْرِ الدِّيْنِ لِكَوْنِهِ اَصْلاً لِتَعَلُّقِهِ بِالْاِعْتِقَادِ الَّذِىْ لَا يَقْبَلُ التَّعَدُّدَ وَالتَّحَوُّلَ اَصْلًا. وَاِنَّمَا اخْتَلَفُوْا فِى بَعْضِ اَحْكَامِ الشَّرِيْعَةِ لِكَوْنِهَا فَرْعًا 

Kita juga meyakini para Nabi tersebut tidak pernah melanggar ketentuan pokok agama karena pokok agama bergantung pada satu keyakinan yang tidak bercabang dan serta tidak akan berubah. Andaikata para Nabi menyelisihi sebagian perkara syari’at maka itu adalah perkara cabang bukan pokok syari’at.

لِتَعَلُّقِهَا بِالْعَمَلِ الَّذِى تُوْجِبُ الْحِكْمَةُ اِخْتِلَافُهُ بِاخْتِلَافِ الْاُمَمِ زَمَانًا وَمَكَانًا وَحَالًا وَطَبْعًا.

Karena perilaku para Nabi yang menyelisihi sebagian perkara cabang tersebut mendatangkan hikmah di baliknya dan bahwasanya perkara cabang tersebut selalu berubah karena berbedanya umat, masa, tempat, keadaan dan adat kebiasaan.

54. Ada berapa sifat ja’iz yang ada pada diri Nabi kita Muhammad Saw. yang membedakan Beliau dengan para Nabi lain?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

54. Ada berapa sifat ja’iz yang ada pada diri Nabi kita Muhammad Saw. yang membedakan Beliau dengan para Nabi lain?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَمْ صِفَةً اِمْتَازَ بِهَا نَبِيُّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَنْ سَائِرِ الْاَنْبِيَاءِ ؟

Soal: Ada berapa sifat ja’iz yang ada pada diri Nabi kita Muhammad Saw. yang membedakan Beliau dengan para Nabi lain?

ج : اِمْتَازَ نَبِيُّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَنْ سَائِرِ الْاَنْبِيَاءِ بِثَلَاثِ صِفَاتٍ.

Jawab: Nabi kita Muhammad Saw. memiliki tiga sifat ja’iz yang membedakan Beliau dengan para Nabi lain.

اَلْاُوْلَى : اَنَّهُ اَفْضَلُ الْاَنْبِيَاءِ. اَلثَّانِيَةُ اَنَّهُ اُرْسِلَ اِلَى النَّاسِ كَافَّةً. اَلثَّالِثَةُ : اَنَّهُ خَاتِمٌ فَلَاَ يَأْتِىْ بَعْدَهُ نَبِيٌّ.

Pertama, Beliau adalah Nabi yang paling utama. Kedua, Beliau diutus bagi seluruh umat manusia. Ketiga, Beliau adalah penutup sekalian Nabi dan tidak adalagi Nabi setelah Beliau.

55. Mengapa Nabi kita Muhammad Saw. adalah sebagai Penutup para Nabi?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

55. Mengapa Nabi kita Muhammad Saw. adalah sebagai Penutup para Nabi?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : لِمَ كَانَ نَبِيُّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ خَاتَمَ الْاَنْبِيَاءِ ؟ 

Soal: Mengapa Nabi kita Muhammad Saw. adalah sebagai Penutup para Nabi?

ج : اِنَّمَا كَانَ نَبِيُّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ خَاتَمَ الْاَنْبِيَاءِ لِاَنَّ حِكْمَةَ اِرْسَالِ الْاَنْبِيَاءِ دَعْوَةُ الْخَلْقِ اِلَى عِبَادَةِ الْحَقِّ وَاِرْشَادُهُمْ اِلَى طَرِيْقِ السَّدَادِ فِى اُمُوْرِ الْمَعَاشِ وَالْمَعَادِ 

Jawab: Karena hikmah dibalik diutusnya para Nabi adalah untuk mengajak makhluk Allah (manusia) untuk menyembah Al-Haqq (Allah) dan menunjukkan mereka jalan yang benar baik dalam urusan dunia maupun akhirat. 

وَاِعْلَامُهُمْ بِالْاُمُوْرِ الْمَغَائِبَةِ عَنْ اَبْصَارِهِمْ وَالْاَحْوَالِ الَّتِىْ لَا يَصِلُوْنَ اِلَيْهَا بِاَفْكَارِهِمْ وَتَقْرِيْرُ الْاَدِلَّةِ الْقَاطِعَةِ وَاِزَالَةُ الشُّبَهِ الْبَاطِلَةِ 

Mengajarkan manusia tentang perkara yang tidak nampak oleh penglihatan mereka (ghaib), serta hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal fikiran mereka (surga, neraka, dll) serta menetapkan dalil-dalil yang benar dan menghilangkan ketidakjelasan yang bathil.

وَقَدْ تَكَلَّفَتْ شَرِيْعَتُهُ الْغَرَّاءُ بِبَيَانِ جَمِيْعِ هَذِهِ الْاَشْيَاءِ عَلَى وَجْهٍ لَا يُتَصَوَّرُ اَبْلَغُ مِنْهُ فِى الْكَمَالِ بِحَيْثُ تُوَافِقُ جَمِيْعَ الْاُمَمِ فِى جَمِيْعِ الْاَزْمِنَةِ وَالْاَمْكِنَةِ وَالْاَحْوَالِ

Dan sungguh syari’at Beliau telah sempurna karena menjelaskan semua hal di atas dengan bentuk yang tidak mungkin disamai oleh ajaran yang lebih sempurna. Ajaran Beliau juga cocok bagi seluruh umat, di setiap masa, tempat dan keadaan.

فَلَا حَاجَةَ لِلْخَلْقِ اِلَى نَبِىٍّ بَعْدَهُ لِاَنَّ الْكَمَالَ قَدْ بَلَغَ حَدَّهُ. وَمِنْ هَذَا يَظْهَرُ سِرُّ اِرْسَالِهِ لِجَمِيْعِ الْخَلْقِ . وَكَوْنُهُ اَكْمَلُهُمْ فِى الْخَلْقِ وَالْخُلُقِ.

Maka tidak ada lagi kebutuhan makhluk terhadap Nabi setelah Beliau Saw. Karena kesempurnaan telah sampai pada batasnya. Dari pemaparan tersebut menjadi jelaslah rahasia dibalik diutusnya Beliau bagi seluruh makhluk, karena Beliau adalah makhluk paling sempurna baik fisik maupun akhlaknya.

56. Kenapa dikatakan bahwasanya Nabi kita adalah penutup para Nabi, padahal Nabi ‘Isa as. kelak akan turun di akhir zaman?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

56. Kenapa dikatakan bahwasanya Nabi kita adalah penutup para Nabi, padahal Nabi ‘Isa as. kelak akan turun di akhir zaman?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَيْفَ يُقَالُ اِنَّ نَبِيَّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ خَاتَمُ الْاَنْبِيَاءِ مَعَ اَنَّ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ يَنْزِلُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ ؟ 

Soal: Kenapa dikatakan bahwasanya Nabi kita adalah penutup para Nabi, padahal Nabi ‘Isa as. kelak akan turun di akhir zaman?

ج : اَنَّ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ يَنْزِلُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ وَيَحْكُمُ بِشَرِيْعَةِ نَبِيِّنَا عَلَيْهِ السَّلَامُ دُوْنَ شَرِيْعَتِهِ. 

Jawab: Sesungguhnya Nabi ‘Isa as. akan turun di akhir zaman dengan membawa ajaran Nabi kita Muhammad Saw., bukan membawa ajaran Beliau sendiri.

لِاَنَّ شَرِيْعَتَهُ هُوَ قَدْ نُسِخَتْ لِمُضِيِّ الْوَقْتِ الَّذِىْ كَانَ الْعَمَلُ بِهَا مُوَافِقًا لِمُقْتَضَى الْحِكمَةِ, فَيَكْوُنُ خَلِيْفَةً لِنَبِيِّنَا عَلَيْهِ السَّلَامُ, 

Karena ajaran Beliau telah dihapus karena lamanya waktu dimana mengamalkan ajaran Beliau cocok dengan hikmah yang telah disebutkan di atas. Maka Beliau menjadi khalifah (pengganti) Nabi Muhammad Saw.,

وَنَائِبًا عَنْهُ فِى اِجْرَاءِ شَرِيْعَتِهِ فِى هَذِهِ الْاُمَّةِ وَاذَلِكَ مُمَّا يُؤَكِّدُ كَوْنَ نَبِيِّنَا خَاتَمَ الْاَنْبِيَاءِ.

menjadi wakil Beliau dalam menyampaikan risalahnya kepada Umat ini. Dan keyakinan itu termasuk akidah Nabi kita Muhammad Saw.

57. Apa sajakah mukjizat Nabi kita Muhammad Saw.?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

57. Apa sajakah mukjizat Nabi kita Muhammad Saw.?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : اُذْكُرْلِيْ مُعْجِزَاتِ نَبِيِّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ؟ 

Soal: Apa sajakah mukjizat Nabi kita Muhammad Saw.?

ج : اِنَّ مُعْجِزَاتِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ كَثِيْرَةٌ فَمِنْ مُعْجِزَاتِهِ الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ

Jawab: Sesungguhnya mukjizat Nabi kita Muhammad Saw. itu banyak sekali,

وَهُوَ اَعْظَمُ اَيَاتِهِ واَكْبَرُهَا وَاَبْهَاهَا وَاَبْهَرُهَا وَقَدْ سَبَقَ ذِكْرُ وَجْهِ اِعْجَازِهِ وَاَنَّهُ اَيَةٌ بَاقِيَةٌ دَائِمًا لِكَوْنِ مَنْ اَتَى بِهَا لِلْاَنْبِيَاءِ خَاتَمًا.

di antaranya adalah al-Qur’anul Karim. al-Qur’an adalah tanda kenabian terbesar, terbaik dan paling jelas. Dan telah disebutkan sebelumnya beberapa bentuk kemukjizatannya. al-Qur’an itu tanda kenabian yang abadi selamanya karena sang Pembawanya (Rasulullah Saw.) adalah penutup para Nabi.

وَمِنْ مُعْجِزَاتِهِ نَبْعُ الْمَاءِ مِنْ بَيْنِ اَصَابِعِهِ فِى حَالِ السَّفَرِ حِيْنَ اشْتَدَّ الْعَطَشُ بِاَصْحَابِهِ الْكِرَامِ وَلَمْ يَكُنْ اِلَّا مَاءٌ قَلِيْلٌ.

Di antara mukjizat Beliau yang lain adalah mengalirnya air dari sela-sela jemari saat perjalanan bersama para sahabat Beliau yang mulia, sementara saat itu dalam kondisi sangat kehausan dan tidak ada air kecuali sedikit sekali.

فَوَضَعَ كَفَّهُ الْكَرِيْمَةَ فِيْهِ فَكَثُرَ حَتَّى قَضَى الْحَاضِرُوْنَ اَوْطَارَهُمْ مِنْهُ وَزَادَ عَلَيْهِمْ. وَهْذَاوَقَعَ مِرَارًا 

Maka kemudian Beliau meletakkan telapak tangan di dalam wadah air yang sedikit itu maka air itu seakan-akan menjadi banyak sehingga cukup untuk minum semua orang, bahkan lebih. Dan hal itu terjadi berulang-ulang.

وَمِنْ مُعْجِزَاتِهِ تَكْثِيْرُ الطَّعَامِ الْقَلِيْلِ حَتَّى كَفَى اُنَاسًا كَثِيْرِيْنَ. وَهَذَا وَقَعَ اَيْضًا مِرَارًا اِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا ذُكِرَ فِى كُتُبِ دَلَائِلِ النُّبُوَّةِ.

Termasuk juga di antara mukjizat Beliau adalah berubahnya makanan yang sedikit menjadi banyak sehingga banyak sekali orang yang hadir menjadi kenyang karenanya, pun ini terjadi beberapa kali. Dan masih banyak mukjizat yang lain yang disebutkan dalam kitab “Dalā-ilun Nubuwwah (Tanda-tanda Kenabian)”.

58. Bagaimanakah perjalanan hidup (sirah) Nabi kita Saw.?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

58. Bagaimanakah perjalanan hidup (sirah) Nabi kita Saw.?

الْمَبْحَثُ الرَّابِعُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالرَّسُوْلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

PEMBAHASAN KEEMPAT

TENTANG IMAN KEPADA PARA RASUL AS.

س : كَيْفَ كَانَتْ سِيْرَةُ نَبِيِّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ؟

Soal: Bagaimanakah perjalanan hidup (sirah) Nabi kita Saw.?

ج : قَدْ وَقَعَ الْاِجْمَاعُ وَالْاِتَّفَاقُ عَلَى اَنَّ سِيْرَةَ نَبِيِّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اَحْسَنُ السِّيَرِ عَلَى الْاِطْلَاقِ وَقَدْ اَقَرَّ بِحُسْنِهَا الْكُفَّارُ, وَكَيْفَ لَا وَهِىَ كَالشَّمْسِ فِى رَابِعَةِ النَّهَارِ,

Jawab: Telah sepakat dan sekata para Ulama berpendapat bahwasanya sejarah kehidupan Nabi kita adalah sejarah terbaik secara mutlak. Dan sungguh, orang-orang kafir (orientalis) pun telah mengakuinya. Bagaimana tidak, sedangkan hal itu (kehidupan Nabi) adalah terang bagaikan matahari di seperempat siang.

وَقَدْ ذَكَرَ اَهْلُ السِّيَرِ اَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ كَانَ اَشْرَفَ النَّاسِ نَسَبًا وَاَعْلَاهُمْ حَسَبًا يَصِلُ الرَّحِمَ وَيَغِيْثُ الْمُضْطَرَّ كَثِيْرَ التَّحَمِّلِ وَالْاِغْضَاءِ وَالصَّبْرِ دَأْبُهُ الْعَفْوُ وَالصَّفْحُ وَالرَّأْفَةُ وَالرِّفْقُ.

Dan sungguh para ahli sejarah telah menyebutkan bahwa Beliau Rasulullah Saw. adalah manusia paling baik nasab keturunannya, dan manusia paling elok perilakunya. Beliau menyambung silaturahim (hubungan persaudaraan), suka menolong orang yang membutuhkan, suka menanggung beban dan kekurangan orang, serta penyabar. Di antara sifat Beliau adalah pemaaf, suka memberi kemudahan dan welas asih serta halus budinya. 

لَا يَنْتَقِمُ اِلَّا فِيْمَا فِيْهِ حَقُّ الْحَقِّ اَوْحَقُّ الْخَلْقِ وَكَانَ كَثِيْرَ السُّكُوْتِ لِتَفَكُّرِهِ فِى اَسْرَارِ الْمَلَكُوْتِ وَاِذَا تَكَلَّمَ اَتَى بِجَوَامِعِ الْكَلِمِ وَهِىَ الْكَلِمَاتُ الْقَلِيْلَةُ اَلَّتِىْ تَتَضَمَّنُ مَعَانِى كِثَيْرَةً مِنْ بَاهِرِ الْحِكَمِ

Tidak berbuat sesuatu kecuali yang ada hak kebenaran atau hak ciptaan Tuhan. Beliau adalah pendiam karena dalam diam itu Beliau memikirkan rahasia-rahasia alam Malakut. Apabila Beliau berbicara maka selalu tuntas, yakni kalimatnya sederhana namun berisi makna yang banyak berupa lautan hikmah.

وَكَانَ اَفْصَحَ النَّاسِ بَيَانًا, يَمْزَحُ بَعْضَ الْاَحْيَانِ وَلَا يَقُولُ فِى مَزْحِهِ الَّا حَقًّا وَكَانَ وَاثِقًا بِعِصْمَةِ اللهِ فِى كُلِّ حَالٍ يَقْدُمُ حِيْنَ تُحْجِمُ الْاَبْطَالَ وَيَثْبُتُ عَلَى حَالِهِ لَدَى جَمِيْعِ الْاَهْوَالِ وَكَانَ شَدِيْدَ التَّوَاضُعِ وَكَانَ مَعَ تَوَاضُعِهِ وَبَشَاشَتِهِ ذَاهَيْبَةٍ لَمْ تَكُنْ لِغَيْرِهِ مِنَ الْبَشَرِ حَتَّى لَمْ يَكُنْ اَحَدٌ مِنْ اَصْحَابِهِ يُؤَكِّدُ فِى وَجْهِهِ الْكَرِيْمِ النَّظَرَ 

Beliau adalah manusia paling fasih dalam berbicara, seorang yang humoris di beberapa keadaan namun meski humoris, kata-kata yang terucap selalu berisi kebenaran. Beliau sangat berserah diri kepada penjagaan Allah bagi Beliau di setiap waktu (pasrah). Berada di garis terdepan ketika kebathilan merajalela dan terus berada dalam kondisi demikian di setiap waktu. Beliau sangat rendah hati (tawadhu’), namun di balik kerendahan hati dan kearifan Beliau, menyimpan kewibawaan yang besar yang tidak bisa ditandingi satupun manusia, sampai-sampai para sahabat tidak kuat menatap wajah Beliau. 

وَكَانُوْا فِى مَجْلِسِهِ فِى غَايَهِ الْاَدَبِ كَأَنَّمَا عَلَى رُؤُسِهِمُ الطَّيْرُ لَايَقْطَعُ اَحَدٌ مِنْهُمْ كَلَامَ اَحَدٍ وَلَا تُذْكَرُ فِى مَجْلِسِهِ الْعُيُوبُ.

Dan di setiap majelis Beliau keadaan selalu tenang, seakan-akan ada burung yang sedang hinggap di kepala setiap hadirin. Mereka tidak saling memutus pembicaraan dan tidak pernah ada pembicaraan seputar aib seseorang di dalamnya.

وَكَانَ الْمُشِرْكُوْنَ مِنْ صِبَاهُ يُلَقِّبُونَهُ بِالْاَمِيْنِ وَبَعْدَ ادِّعَائِهِ النُّبُوَّةَ لَمْ يَجِدْ اَعْدَاءُهُ مَعَ شِدَّةِ عَدَاوَتِهِمْ لَهُ وَحِرْصِهِمْ عَلَى الطَّعْنِ فِيْهِ مَطْعَنًا وَلَا اِلَى الْقَدَحِ فِيْهِ سَبِيْلًا وَكَانَ يُعَلِّمُ النَّاسَ الْحِكْمَةَ وَالْاَحْكَامَ, وَيَدْعُوْهُمْ اِلَى دَارِ السَّلَامِ 

Semua orang dewasa, bahkan anak-anak Musyrik pun menjuluki Beliau dengan sebutan al-Amin (Yang dapat dipercaya). Dan setelah Beliau mendakwahkan risalah kenabian, musuh-musuh Beliau —dengan segala sifat permusuhan dan hinaan mereka— tidak menemukan celah keburukan sedikitpun pada diri Beliau dan tidak ada jalan untuk mencela pribadi Beliau. Beliau mengajarkan manusia kebijaksanaan dan hukum agama dan mengajak mereka menuju Darus Salam (akhirat).

وَقَدْ كَمُلَ مَنِ اتَّبَعَهُ فِى الْفَضَائِلِ الْعَمَلِيَّةِ. وَمَنْ لَمْ يَتَّبِعْهُ سَرَى لَهُ شَيْئٌ مِنْ ذَلِكَ بِطَرِيْقِ الْعَرْضِ وَالتَّبَعِيَّةِ وَقَدْ اَظْهَرَ اللهُ دِيْنَهُ عَلَى سَائِرِ الْاَدْيَانِ

Sungguh telah sempurna ilmu dan amal siapa saja yang mengikuti Beliau, dan barangsiapa tidak mau mengikuti Beliau, maka sungguh telah kehilangan hal diatas baik sekarang maupun di masa mendatang. Dan sungguh Allah telah menjadikan agama-Nya (Islam) jelas melebihi agama lain.

وَاَبْقَى ذِكْرَهُ الْجَمِيْلَ عَلَى لِسَانِ مُوَافِقِيْهِ وَمُخَالِفِيْهِ مَدَى الزَّمَانِ وَمَنْ طَالَعَ كُتُبَ سِيْرَتِهِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى اَخْلَاقِهِ الْعَظِيْمَةِ الْبَاهِرَةِ عَرَفَ اَنَّهُ اَشْرَفُ الْعَالَمِيْنَ فِى الْاَوْصَافِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ.

Dan Dia mengabadikan nama Rasulullah Saw. yang indah ini baik pada lisan pengikutnya maupun penentangnya sepanjang masa. Barangsiapa mempelajari buku sejarah kehidupan Beliau yang menyebutkan akhlaknya yang mulia dan elok, maka ia akan mengetahui bahwa Beliau adalah manusia paling mulia di seluruh alam, baik dalam sifat yang nampak maupun yang tidak.

🟢 5. Iman kepada Hari Akhir

59. Apakah yang dinamakan dengan hari akhir, dan apakah artinya beriman kepada hari akhir tersebut?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

59. Apakah yang dinamakan dengan hari akhir, dan apakah artinya beriman kepada hari akhir tersebut?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَا الْيَوْمُ الْآخِرُ وَمَا مَعْنَى الْاِيْمَانُ بِهِ ؟

Soal: Apakah yang dinamakan dengan hari akhir, dan apakah artinya beriman kepada hari akhir tersebut?

ج : اَمَّا الْيَوْمُ الْآخِرُ فَهُوَ يَوْمٌ عَظِيْمُ الْاَهْوَالِ تُشِيْبُ فِيْهِ الْاَطْفَالُ تَقُوْمُ النَّاسُ فِيْهِ مِنْ قُبُوْرِهِمْ وَيُحْشَرُوْنَ اِلَى صَعِيْدٍ وَاحِدٍ لِلْحِسَابِ

Jawab: Yang dinamakan dengan hari akhir yaitu hari yang keadaannya sangat dahsyat sampai-sampai anak kecil menjadi beruban rambutnya. Manusia di hari itu bangkit dari kuburnya dan mereka berkumpul di satu tempat untuk proses hisab (penghitungan amal).

ثُمَّ يَؤُوْلُ اَمْرُهُمْ اِلَى النَّعِيْمِ اَوِالْعَذَابِ. وَاَمَّا الْاِيْمَانُ بِهِ وَهُوَ التَّصْدِيْقُ بِأَنَّهُ لَا بُدَّ اَنْ يَأْتِيَ وَاَنْ يَظْهَرَ فِيْهِ جَمِيْعُ مَا وَرَدَ فِى الْقُرْآنِ وَالْحَدِيْثِ فِى شَأْنِهِ.

Kemudian akhirnya mereka akan ditentukan apakah akan penuh kenikmatan (surga) ataukah penuh siksaan (adzab). Adapun beriman kepada hari akhir yaitu dengan cara membenarkan bahwasanya hari itu pasti akan datang dan akan jelas segala macam berita yang telah disampaikan dalam al-Qur’an maupun hadits tentang keadaan hari itu.

60. Apa yang harus kita yakini mengenai hari akhir dan hal-hal yang berhubungan dengannya?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

60. Apa yang harus kita yakini mengenai hari akhir dan hal-hal yang berhubungan dengannya?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَاذَا تَعْتَقِدُ فِى الْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ ؟ 

Soal: Apa yang harus kita yakini mengenai hari akhir dan hal-hal yang berhubungan dengannya?

ج : اَعْتَقِدُ اَوَّلًا بِسُؤَالِ الْقَبْرِ ثُمَّ بِنَعِيْمِهِ اَوْعَذَابِهِ ثُمَّ بِحَشْرِ الْاَجْسَادِ وَاَنَّ الْخَلْقَ كَمَا بُدِئَ يُعَادُ

Jawab: Pertama kali kita harus meyakini adanya pertanyaan dalam kubur, kemudian kenikmatan dan siksa dalam kubur, kemudian akan dikumpulkannya jasad manusia kemudian akan kembali menjadi bentuk seperti saat pertama diciptakan, 

ثُمَّ بِالْحِسَابِ وَالْمِيْزَانِ ثُمَّ بِاِعْطَاءِ الْكِتَابِ اِمَّا بِالْيَمِيْنِ وَاِمَّا بِالشِّمَالِ

kemudian manusia akan dihitung amalnya dan ditimbang. Kemudian akan dibagikan kepada manusia catatan amalnya, bisa lewat tangan kanan atau tangan kiri.

ثُمَّ بِالصِّرَاطِ ثُمَّ بِدُخُوْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ الْجَنَّةَ دَارَ النَّعِيْمِ وَدُخُوْلِ الْكَافِرِيْنَ جَهَنَّمَ دَارَ الْعَذَابِ الْاَلِيْمِ.

Dilanjutkan dengan melewati jembatan (shiroth) dan terakhir orang yang beriman akan dimasukkan ke surga tempat kenikmatan dan orang kafir akan dimasukkan ke neraka tempat siksa yang pedih.

61. Jelaskan keyakinan kita sehubungan dengan adanya pertanyaan kubur serta kenikmatan atau siksa dalam kubur?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

61. Jelaskan keyakinan kita sehubungan dengan adanya pertanyaan kubur serta kenikmatan atau siksa dalam kubur?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِسُؤَالِ الْقَبْرِ ثُمَّ نَعِيْمِهِ اَوْعَذَابِهِ ؟

Soal: Jelaskan keyakinan kita sehubungan dengan adanya pertanyaan kubur serta kenikmatan atau siksa dalam kubur?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ الْمَيِّتَ اِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِه ِتُعَادُ رُوْحُهُ اِلَى جَسَدِهِ بِقَدْرِ مَا يَفْهَمُ الْخِطَابَ وَيَرُدُّ الْجَوَابَ

Jawab: Kita harus meyakini bahwasanya saat mayit diletakkan dalam kuburnya, maka ruhnya akan kembali ke jasadnya sekedar dia mampu memahami pembicaraan dan menjawab pertanyaan kubur.

ثُمَّ يَأْتِيْهِ مَلَكَانِ فَيَسْأَلَانِهِ عَنْ رَبِّهِ وَنَبِيِّهِ وَعَنْ دِيْنِهِ الَّذِىْ كَانَ عَلَيْهِ وَعَنِ الْفَرَائِضِ الَّتِىْ كَانَ اَمَرَهُ اللهُ تَعَالَى بِأَدَائِهَا.

Kemudian akan datang kepadanya 2 malaikat dan mereka akan bertanya tentang: Siapakah Tuhannya, siapa Nabinya, apa agama yang dianutnya, dan perkara-perkara yang telah diwajibkan Allah untuk dilaksanakannya.

فَاِنْ كَانَ الْمَيِتُ مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ اَجَابَ عَنِ السُّؤَالِ بِتَوْفِيْقِ اللهِ تَعَالَى اَحْسَنَ جَوَابٍ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ مِنْهُمَا وَلَا اضْطِرَابٍ.

Apabila mayit tersebut termasuk orang yang beriman dan beramal shalih maka ia akan mampu menjawab soal tersebut dengan pertolongan Allah Subhānahu wa Ta’ala dengan jawaban yang memuaskan tanpa merasa takut dan gentar terhadap kedua malaikat tadi.

فَيَكْشِفُ اللهُ عَنْ بَصَرِهِ وَيَفْتَحُ لَهُ بَابًا مِنْ اَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَيُحْظَى بِالنَّعِيْمِ الْعَظِيْمِ وَيُقَالُ لَهُ : هَذَا جَزَاءُ مَنْ كَانَ فِى دُنْيَاهُ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ

Allah akan membuka mata batinnya dan memperlihatkan pintu surga dan memberinya sebagian nikmat yang agung. Kemudian dikatakan kepadanya, “Ini adalah ganjaran bagi siapa saja yang di dunia berjalan lurus mengikuti perintah agama.”

وَاِنْ كَانَ الْمَيِتُ كَافِرًا اَوْ مُنَافِقًا يُدْهَشُ وَلَا يَدْرِىْ مَا يَقُولُ فِى الْجَوَابِ فَيُعَذِّبَانِهِ حِيْنَئِذٍ اَشَدَّ الْعَذَابِ وَيُكْشَفُ عَنْ بَصَرِهِ فَيُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنْ اَبْوَابِ جَهَنَّمَ 

Apabila mayit tersebut termasuk orang yang kafir atau munafiq maka dia akan dibuat kaget dan takut dan gagal menjawab pertanyaan kubur. Maka kedua malaikat tadi akan menyiksanya seketika dengan siksaan yang pedih. Allah akan membuka mata batinnya hingga dia melihat pintu neraka.

وَتُنَوَّعُ لَهُ اَنْوَاعُ الْعَذَابِ وَالْآلَمِ وَيَقُوْلَانِ لَهُ. هَذَا جَزَاءُ مَنْ كَفَرَ بِمَوْلَاهُ وَاتَّبَعَ نَفْسَهُ وَهَوَاهُ .

Mayit tersebut akan disiksa dengan bermacam siksa dan kesakitan. Kedua malaikat tersebut akan berkata kepadanya, “Inilah balasan bagi siapa yang ingkar terhadap Tuhannya dan mengikuti hawa nafsunya semata.”

62. Apabila mayit seseorang dimakan oleh binatang buas sehingga jasad tersebut berada dalam perut hewan itu, atau mayit jatuh di lautan kemudian termakan oleh ikan, apakah mayit akan tetap mendapat balasan?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

62. Apabila mayit seseorang dimakan oleh binatang buas sehingga jasad tersebut berada dalam perut hewan itu, atau mayit jatuh di lautan kemudian termakan oleh ikan, apakah mayit akan tetap mendapat balasan?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : اِذَا اَكَلَ السَّبُعُ اِنْسَانًا وَ صَارَ فِى بَطْنِهِ اَوْ وَقَعَ فِى الْبَحْرِ فَأَكَلَتْهُ الْاَسْمَاكُ فَهَلْ يُسْأَلُ اَوْ يُعَذَّبُ اَوْ يُنَعَّمُ ؟

Soal: Apabila mayit seseorang dimakan oleh binatang buas sehingga jasad tersebut berada dalam perut hewan itu, atau mayit jatuh di lautan kemudian termakan oleh ikan, apakah mayit tersebut masih tetap akan ditanya oleh malaikat dan mendapat nikmat atau siksa kubur?

ج :نَعَمْ مَنْ مَاتَ يُسْأَلُ ثُمْ يُعَذَّبُ اَوْ يُنَعَّمُ وَلَا فَرْقَ بَيْنَ مَنْ دُفِنَ فِى الْقَبْرِ اَوْ صَارَ فِى بَطْنِ السَّبُعِ اَوْ فِى قَعْرِ الْبَحْرِ فَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَبِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ.

Jawab: Benar, setiap manusia yang meninggal akan ditanya tentang pertanyaan kubur dan kemudian akan disiksa atau diberi nikmat. Maka tidak ada bedanya apakah mayit tersebut dipendam di kuburan, atau berada dalam perut binatang buas atau berada jauh di dasar laut karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu serta Maha Mengetahui dan Mengerti keadaan segala sesuatu.

63. Jika memang dalam kubur ruh mayit dikembalikan ke dalam jasadnya kemudian ditanya oleh malaikat dan mendapat siksa atau kenikmatan, maka mengapa manusia tidak dapat melihatnya?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

63. Jika memang dalam kubur ruh mayit dikembalikan ke dalam jasadnya kemudian ditanya oleh malaikat dan mendapat siksa atau kenikmatan, maka mengapa manusia tidak dapat melihatnya?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : اِذَا كَانَ الْمَيِّتُ تُعَادُ اِلَيْهِ رُوْحُهُ وَيُسْأَلُ ثُمَّ يُعَدَّبُ اَوْ يُنَعَّمُ فَلِأَيِّ شَيْئٍ لاَ تَرَى النَّاسُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ ؟

Soal: Jika memang dalam kubur ruh mayit dikembalikan ke dalam jasadnya kemudian ditanya oleh malaikat dan mendapat siksa atau kenikmatan, maka mengapa manusia tidak dapat melihatnya?

ج : اِنَّ اللهَ يَحْجُبُ اَبْصَارَهُمْ عَنْ ذَلِكَ اِمْتِحَانًا لَهُمْ لِيَظْهَرَ مَنْ يُؤْمِنُ بِالْغَيْبِ وَمَنْ لَايُؤْمِنُ بِهِ مِنْ ذَوِ الشَّكِّ وَالرَّيْبِ وَلَوْ رَاَى النَّاسُ ذَلِكَ 

Jawab: Sesungguhnya Allah Subhānahu wa Ta’ala menutup penglihatan manusia dari hal tersebut, tujuannya adalah sebagai ujian bagi mereka agar menjadi jelas siapakah yang beriman kepada hal ghaib dan siapa yang tidak dan ragu serta bimbang akan hal tersebut.

لَآمَنُوا كُلُّهُمْ وَلَمْ يَصِرْ فَرْقٌ بَيْنَ النَّاسِ وَلَمْ يَتَمَيَّزِ الْخِبَيْثُ مِنَ الطَّيِّبِ وَالرَّدِئِ مِنَ الْجَيِّدِ.

Seandainya manusia melihat keadaan dalam kubur, tentu saja mereka akan beriman semuanya, sehingga tidak ada perbedaan antar manusia, tidak ada perbedaan mana baik dan mana buruk serta tidak ada beda antara yang mulia dan hina.

64. Adakah dalam hal ini perumpamaan yang dapat mendekatkan pada pemahaman hati?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

64. Adakah dalam hal ini perumpamaan yang dapat mendekatkan pada pemahaman hati?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : هَلْ لِهَذِهِ الْمَسْأَلَةِ مِثَالٌ يُقَرِّبُهَا لِلذِّهْنِ ؟

Soal: Adakah dalam hal ini perumpamaan yang dapat mendekatkan pada pemahaman hati?

ج : نَعَمْ مِثَالُ ذَلِكَ النَّاِئُم الَّذِىْ يَرَى فِى مَنَامِهِ اَشْيَاءَ يُسَرُّبِهَا وَيَتَنَعَّمُ أَو أَشْيَاءَ يَحْزَنُ بِهَا وَيَتَأَلَّمُ 

Jawab: Ya, sebagai perumpamaan dalam masalah ini yaitu sebagaimana orang yang tidur. Orang yang tidur melihat hal-hal yang menyenangkan dan penuh kenikmatan atau bahkan sebaliknya, ia melihat hal-hal yang menyedihkan dan menyakitkan dalam tidurnya.

وَالَّذِىْ يَكُوْنُ قَاعِدًا لِجَنْبِهِ مُشَاهِدًا لَهُ لَا يَدْرِىْ بِذَلِكَ وَلَا يَشْعُرُ بِمَا هُنَالِكَ وَكَذَلِكَ الْمَيِّتُ يُسْأَلُ فِى قَبْرِهِ وَيُجِيْبُ 

Dan seseorang yang ada disamping serta melihat orang tersebut tidak bisa menyaksikan apa yang ada dalam mimpi orang yang tidur tadi serta tidak bisa merasakannya. Begitupun dengan keadaan mayit yang ditanya malaikat dan menjawabnya dalam kubur.

وَيَتَنَعَّمُ اَوْ يَتَأَلَّمُ وَلَا يَدْرِىْ بِهِ اَحَدٌ مِنَ الْاَحْيَاءِ وَلَا يَعْلَمُ.

Ia mendapat nikmat atau siksa sedangkan tak seorang manusia pun yang hidup bisa melihat keadaannya dan tidak mengetahuinya.

65. Bagaimana keyakinan kita terhadap hari dibangkitkannya jasad. Dan apakah manusia akan dibangkitkan seperti bentuk semula saat ia diciptakan?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

65. Bagaimana keyakinan kita terhadap hari dibangkitkannya jasad. Dan apakah manusia akan dibangkitkan seperti bentuk semula saat ia diciptakan?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِحَشْرِ الْاَجْسَادِ وَاَنَّ الْخَلْقَ كَمَا بُدِئَ يُعَادُ ؟ 

Soal: Bagaimana keyakinan kita terhadap hari dibangkitkannya jasad. Dan apakah manusia akan dibangkitkan seperti bentuk semula saat ia diciptakan?

ج : هُوَ اَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ النَّاسَ بَعْدَ مَوْتِهِمْ جَمِيْعًا يُنْشِئُهُمُ اللهُ نَشْأَةً اُخْرَى تُشَاكِلُ النَّشْأَةَ الْاُوْلَى

Jawab: Yaitu hendaklah kita meyakini bahwasanya setelah seluruh manusia mati, Allah akan menghidupkannya kembali dalam bentuk sebagaimana awal penciptaannya.

فَيَقُوْمُوْنَ مِنْ قُبُوْرِهِمْ وَيُحْشَرُوْنَ اِلَى مَحَلٍّ وَاحِدٍ يُسَمَّى الْمَوْقِفَ.

Maka seluruh manusia akan bangkit dari kuburnya dan mereka akan dikumpulkan ke satu tempat yang bernama “al-Mauqif” (tempat berhenti).

66. Bagaimana keyakinan kita terhadap Hisab (Penghitungan amal manusia)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

66. Bagaimana keyakinan kita terhadap Hisab (Penghitungan amal manusia)?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِالْحِسَابِ ؟ 

Soal: Bagaimana keyakinan kita terhadap Hisab (Penghitungan amal manusia)?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بَعْدَ اَنْ يَجْمَعَ النَّاسَ اِلَى الْمَحْشَرِ يُحَاسِبُ كُلَّ وَاحِدٍ وَيُقَرِّرُهُ عَلَى مَا فَعَلَ مِنْ خَيْرٍ اَوْشَرٍّ وَتَشْهَدُ عَلَى الْجَاحِدِيْنَ جَوَارِحُهُمْ 

Jawab: Yaitu hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhānahu wa Ta’ala setelah mengumpulkan seluruh manusia ke satu tempat, Dia akan menghitung setiap amal manusia dan menetapkan apakah amal itu baik atau buruk dan seluruh anggota tubuh manusia akan menjadi saksi.

وَتَظْهَرُ لِلْكُلِّ فَصَائِحُهُمْ وَتَقُوْمُ عَلَيْهِمُ الْحُجَّةُ وَلَا يُبْقِى لَهُمُ الْعُذْرُ مِنْ مَحَجَّةٍ (فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ, وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ.)

Maka akan menjadi jelas segala rahasianya dan anggota tersebut akan mengeluarkan hujjah. Hari itu tidak akan diterima alasan sedikitpun. “Barangsiapa beramal baik meski sebesar dzarrah (atom) maka ia pasti akan melihatnya dan barangsiapa beramal buruk meski sebesar dzarrah (atom) maka ia pun pasti akan melihatnya.”

67. Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya Mizan (Timbangan Amal) dan Pemberian Catatan Amal?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

67. Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya Mizan (Timbangan Amal) dan Pemberian Catatan Amal?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِالْمِيْزَانِ وَاِعْطَاءِ الْكُتُبِ ؟ 

Soal: Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya Mizan (Timbangan Amal) dan Pemberian Catatan Amal?

ج : اَعْتَقِدُ اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بَعْدَ اَنْ يُحَاسِبَ النَّاسَ وَيُقَرِّرَهُمْ عَلَى اَفْعَالِهِمْ تُوْزَنُ اَعْمَالُهُمْ لِيَنْكَشِفَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ مِقْدَارُعَمَلِهِ

Jawab: Yaitu hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhānahu wa Ta’ala setelah menghisab amal manusia dan memutuskan jenis amal mereka, maka kemudian amal manusia akan ditimbang agar menjadi jelas bagi setiap manusia ukuran berat amalnya.

فَمَنْ رَجَحَ خَيْرُهُ عَلَى شَرِّهِ اُعْطِىَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ وَفَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا وَمَنْ رَجَحَ شَرُّهُ عَلَى خَيْرِهِ اُعْطِىَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ وَخَسِرَ خُسْرَانًا مُيِبْنًا.

Barangsiapa jumlah amal baiknya lebih banyak dari amal buruknya, maka ia akan diberikan Kitab Catatan Amalnya lewat tangan kanan. Dan sebaliknya, barangsiapa jumlah amal buruknya lebih banyak dari amal baiknya, maka ia akan diberikan Kitab Catatan Amalnya lewat tangan kiri. “Dan sungguh hal itu adalah kerugian yang sangat besar.”

68. Bagaimana keyakinan kita terhadap as-Shiroth (Jembatan di atas Neraka)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

68. Bagaimana keyakinan kita terhadap as-Shiroth (Jembatan di atas Neraka)?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : كَيْفَ اِعْتِقَادُكَ بِالصِّرَاطِ ؟

Soal: Bagaimana keyakinan kita terhadap as-Shiroth (Jembatan di atas Neraka)?

ج : اَلصِّرَاطُ جِسْرٌ مَمْدُوْدٌ عَلَى ظَهْرِ جَهَنَّمَ لِيَمُرَّ النَّاسُ عَلَيْهِ فَتَثْبُتُ عَلَيْهِ اَقْدَامُ الْمُؤْمِنِيْنِ الطَّائِعِيْنَ وَيَمُرُّوْنَ عَلَيْهِ اِلَى الْجَنَّةِ 

Jawab: Shiroth adalah jembatan yang dibentangkan memanjang di atas neraka untuk dilewati seluruh manusia. Maka kaki orang yang beriman dan taat akan mampu melewatinya hingga sampai ke surga.

فَمِنْهُمْ مَنْ يَمُرُّ عَلَيْهِ كَالْبَرْقِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمُرُّ عَلَيْهِ كَالْجَوَادِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ بَطِئَ السَّيْرِ عَلَيْهِ. 

Di antara orang beriman tersebut ada yang melewatinya bagaikan petir, sebagian melewatinya bagaikan kuda yang melesat dan ada yang tertatih-tatih.

وَتَزِلُّ عَنْهُ اَقْدَامُ الْكَافِرِيْنَ وَالْعُصَاةِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فَيَقَعُوْنَ فِى النَّارِ

Dan kaki orang yang ingkar (kafir) dan kaki orang beriman yang masih berbuat maksiat akan terpeleset saat melewati shiroth tersebut dan tercebur ke dalam neraka.

وَلَا يُسْتَغْرَبُ اَنْ يُيَسِّرَ السَّيْرَ عَلَيْهِ لِلسُّعَدَاءِ مَنْ يُسَيِّرُ الطَّيْرَ فِى الْهَوَاءِ.

Dan tidaklah termasuk aneh jika Allah mempermudah hamba-Nya melewati shiroth bagi orang-orang yang beruntung karena Dia lah juga yang dengan mudah membuat burung dapat terbang di angkasa.

69. Apakah di hari itu berlaku syafa’at (pertolongan) dari seseorang?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

69. Apakah di hari itu berlaku syafa’at (pertolongan) dari seseorang?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : هَلْ يَشْفَعُ اَحَدٌ ذَالِكَ الْيَوْمَ ؟

Soal: Apakah di hari itu berlaku syafa’at (pertolongan) dari seseorang?

ج : يَشْفَعُ الْاَنْبِيَاءُ وَالْاَوْلِيَاءُ وَالْعُلَمَاءُ وَالْعَامِلُوْنَ وَالشُّهَدَاءُ .

Jawab: Di hari itu, para Nabi, para Wali (orang yang dekat dengan Allah), Alim Ulama yang mengamalkan ilmunya dan para pahlawan yang gugur syahid diberi izin oleh Allah untuk memberi Syafa’at (bantuan).

70. Kepada siapa sajakah mereka diberi izin Allah untuk memberi syafa’at tersebut?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

70. Kepada siapa sajakah mereka diberi izin Allah untuk memberi syafa’at tersebut?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : فِيْمَنْ يَشْفَعُ مَنْ اُذِنَ لَهُ بِالشَّفَاعَةِ ؟ 

Soal: Kepada siapa sajakah mereka diberi izin Allah untuk memberi syafa’at tersebut?

ج : يَشْفَعُوْنَ فِى بَعْضِ الْمُؤْمِنِيْنَ الْعَاصِيْنَ.

Jawab: Mereka akan memberi syafa’atnya kepada sebagian orang beriman yang berbuat maksiat.

71. Apakah di hari itu seseorang dapat memberi Syafa’at kepada orang kafir?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

71. Apakah di hari itu seseorang dapat memberi Syafa’at kepada orang kafir?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : هَلْ يَشْفَعُ اَحَدٌ فِى اَحَدٍ مِنَ الْكُفَّارِ؟

Soal: Apakah di hari itu seseorang dapat memberi Syafa’at kepada orang kafir?

ج : لَا يَسْتَطِيْعُ اَحَدٌ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ فَضْلًا عَنْ غَيْرِهِمْ اَنْ يُخَاطِبَ اللهَ تَعَالَى فِى اَحَدٍ مِنَ الْكُفَّارِ لِعِلْمِهِمْ بِاَنَّ كَلِمَةَ الْعَذَابِ قَدْ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ

Jawab: Tak satupun para Nabi —meski mereka adalah manusia paling utama di antara umat manusia— untuk memohonkan syafa’at kepada Allah walaupun hanya kepada satu orang kafir. Karena mereka mengetahui bahwasanya kalimat adzab telah nyata ditujukan bagi orang kafir tersebut.

 وَاَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ لَا يَأْذَنُ بِذَلِكَ قَالَ جَلَّ شَأْنُهُ (مَنْ ذَا الَّذِىْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلَّا بِاِذْنِهِ) وَقَالَ تَعَالَى (يَوْمَئِذٍ لَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ اِلَّا مَنْ اَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِىَ لَهُ قَوْلًا)

Dan sesungguhnya Allah Subhānahu wa Ta’ala tidak mengijinkan hal itu (syafa’at). Allah yang Maha Mulia berfirman: “……. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (QS. al-Baqarah: 255). Allah juga berfirman: “Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (QS. Thaha: 109)

72. Apakah Telaga al-Kautsar yang diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala untuk Nabi kita Saw. dengan isyarat firman-Nya: “Sesungguhnya Kami memberimu Telaga al-Kautsar?”

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

72. Apakah Telaga al-Kautsar yang diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala untuk Nabi kita Saw. dengan isyarat firman-Nya: “Sesungguhnya Kami memberimu Telaga al-Kautsar?”

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَا الْكَوْثَرُ الَّذِىْ اَعْطَاهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَاَشَارَ اِلَيْهِ بِقَوْلِهِ عَزَّشَأْنُهُ : اِنَّا اَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرُ ؟ 

Soal: Apakah Telaga al-Kautsar yang diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ala untuk Nabi kita Saw. dengan isyarat firman-Nya: “Sesungguhnya Kami memberimu Telaga al-Kautsar”?

ج : اَلْكَوْثَرُ نَهْرٌ فِى الْجَنَّةِ مَاءُهُ اَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ وَاَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ مَنْ شَرِبَ مِنْ مَائِهِ شَرْبَةً لَا يَعْطَشُ بَعْدَهَا اَبَدًا.

Jawab: al-Kautsar adalah nama sebuah sungai di surga yang airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis daripada madu. Barangsiapa meminum airnya seteguk saja, maka ia tidak akan haus selamanya.

73. Bagaimana keadaan (hukum) orang mukmin yang taat setelah dihisab?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

73. Bagaimana keadaan (hukum) orang mukmin yang taat setelah dihisab?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَا حُكْمُ الْمُؤْمِنِ الطَّائِعِ بَعْدَ الْحِسَابِ ؟ 

Soal: Bagaimana keadan (hukum) orang mukmin yang taat setelah dihisab?

ج : حُكْمُ الْمُؤْمِنِ الطَّائِعِ بَعْدَ الْحِسَابِ دُخُوْلُ الْجَنَّةِ خَالِدًا اَبَدًا فِى نَعِيْمِهَا الْمُسْتَطَابِ.

Jawab: Keadaan (hukum) seorang mukmin yang taat setelah ia dihisab adalah masuk ke surga dan ia kekal abadi di dalamnya yang penuh dengan segala macam kenikmatan dan kebaikan.

74. Bagaimana keadaan (hukum) orang kafir atau orang munafik setelah dihisab?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

74. Bagaimana keadaan (hukum) orang kafir atau orang munafik setelah dihisab?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَاحُكْمُ الْكَافِرِ اَوِ الْمُنَافِقِ بَعْدَ الْحِسَابِ ؟ 

Soal: Bagaimana keadaan (hukum) orang kafir atau orang munafik setelah dihisab?

ج : حُكْمُ الْكَافِرِ اَوِ الْمُنَافِقِ بَعْدَ الْحِسَابِ دُخُولُ النَّارِ خَالِدًا فِيْهَا اَبَدًا لَا يُفَتَّرُ عَنْهُ الْاَلَمُ وَالْعَذَابُ .

Jawab: Keadaan (hukum) orang kafir atau orang munafik setelah ia dihisab adalah masuk ke neraka dan ia kekal abadi di dalamnya. Tidak akan diringankan sedikitpun siksa dan kesakitan di dalamnya.

75. Bagaimana keadaan (hukum) orang mukmin yang berdosa setelah dihisab?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

75. Bagaimana keadaan (hukum) orang mukmin yang berdosa setelah dihisab?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَا حُكْمُ الْمُؤْمِنِ الْعَاصِى بَعْدَ الْحِسَابِ ؟ 

Soal: Bagaimana keadaan (hukum) orang mukmin yang berdosa setelah dihisab?

ج : حُكْمُ الْمُؤْمِنِ الْعَاصِى بَعْدَ الْحِسَابِ اِنْ غَفَرَ اللهُ لَهُ اَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ مِنْ اَوَّلِ الْاَمْرِ خَالدً فِيْهَا اَبَدًا. 

Jawab: Keadaan (hukum) seorang mukmin yang berdosa setelah ia dihisab adalah jika Allah berkenan mengampuninya maka ia akan masuk surga sejak awal dan abadi di dalamnya.

وَاِنْ لَمْ يَغْفِرْ لَهُ اَنْ يُعَذِّبَ فِى النَّارِ مُدَّةً عَلَى مِقْدَارِ ذَنْبِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهَا وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ خَالِدًا فِيْهَا اَبَدًا.

Namun apabila Allah tidak berkenan mengampuninya, maka Dia akan menyiksanya di dalam neraka sesuai dengan jumlah dosanya, kemudian ia dikeluarkan (dengan syafa’at, sekalipun dosanya belum habis) dan masuk ke dalam surga serta abadi di dalamnya (setelah dimandikan di surga dan kulitnya yang hitam menjadi putih).

76. Apakah Jannah (surga) itu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

76. Apakah Jannah (surga) itu?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَا الْجَنَّةُ ؟ 

Soal: Apakah Jannah (surga) itu?

ج : هِىَ دَارُ النَّعِيْمِ الْمُقِيْمِ دَارٌفيِهْاَ مَاتَشْتَهِيْهِ الْاَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْاَعْيُنُ دَارٌفِيْهَا مَالَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَااُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَاخَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ.

Jawab: Surga adalah tempat segala kenikmatan berada. Tempat yang didambakan seluruh manusia, tempat segala keindahan dipandang mata. Surga adalah tempat dimana belum pernah ada mata yang melihatnya, belum pernah didengar oleh telinga dan sedikitpun tidak ada hati manusia yang mampu menggambarkannya (saking nikmatnya).

77. Apakah Naar (neraka) itu?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

77. Apakah Naar (neraka) itu?

اَلْمَجْثُ الْخَامِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

PEMBAHASAN KELIMA

TENTANG IMAN KEPADA HARI AKHIR

س : مَاجَهَنَّمُ ؟ 

Soal: Apakah Naar (neraka) itu?

ج : هِىَ دَارُ الْعَذَبِ الْمُقِيْمِ دَارٌ فِيْهَا جَمِيْعُ اَنْوَاعِ الْآلَمِ الَّتِىْ لَا تَخْطُرُ عَلَى الْاَفْهَامِ .

Jawab: Neraka adalah tempat segala siksa berada. Seluruh siksa dan rasa sakit ada di dalamnya yang tidak pernah terbayangkan oleh pemahaman manusia (saking ngerinya).

🟢 6. Iman terhadap Qadha dan Qadhar

78. Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya qadha dan qadar?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

78. Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya qadha dan qadar?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبِعْ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : كَيْفَ الْاِعْتِقَادُ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ ؟ 

Soal: Bagaimana keyakinan kita terhadap adanya qadha dan qadar?

ج : هُوَاَنْ نَعْتَقِدَ اَنَّ جَمِيْعَ اَفْعَالِ الْعِبَادِ سَوَاءٌ كَانَتْ اِخْتِيَارِيَّةً مِثْلَ الْقِيَامِ وَالْقُعُودِ وَالْاَكْلِ وَالشُّرْبِ, وَاضْطِرَارِيَّةً مِثْلَ الْوُقُوْعِ كَائِنَةً بِاِرَادَةِ اللهِ تَعَالَى

Jawab: Hendaklah kita meyakini bahwasanya seluruh perbuatan manusia baik yang membutuhkan usaha (ikhtiyari) —seperti berdiri, duduk, makan dan minum— maupun tanpa usaha (idltirori) —seperti jatuh— semua itu terjadi karena kehendak Allah Subhānahu wa Ta’ala. 

وَتَقْدِيْرِهِ لَهَا فِى الْاَزَلِ وَعِلْمِهِ بِهَا قَبْلَ وَقِتْهَا.

Dan ketentuan (takdir) itu telah dibuat Allah sejak zaman azla (zaman sebelum ada sesuatu kecuali Allah), dan pengetahuan Allah tentang semua itu telah ada sebelum hal tersebut terjadi.

79. Kalau memang Allah adalah Sang Pencipta segala perbuatan manusia, bukankah itu berarti manusia adalah majbur (dipaksa) dalam setiap perbuatannya, dan setiap yang dipaksa maka tidak berhak mendapat pahala atau siksa?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

79. Kalau memang Allah adalah Sang Pencipta segala perbuatan manusia, bukankah itu berarti manusia adalah majbur (dipaksa) dalam setiap perbuatannya, dan setiap yang dipaksa maka tidak berhak mendapat pahala atau siksa?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبِْعِ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : اِذَا كَانَ اللهُ تَعَالَى هُوَ الْخَالِقُ لِجَمِيْعِ اَفْعَالِ الْعَبْدِ اَفَلاَ يَكُونُ الْعَبْدُ حِيْنَئِذٍ مَجْبُورًا فِى جَمِيْعِ اَفْعَالِهِ, وَالْمَجْبُوْرُ لَا يَسْتَحِقُّ الثَّوَابَ وَالْعِقَابَ ؟

Soal: Kalau memang Allah adalah Sang Pencipta segala perbuatan manusia, bukankah itu berarti manusia adalah majbur (dipaksa) dalam setiap perbuatannya, dan setiap yang dipaksa maka tidak berhak mendapat pahala atau siksa?

ج: كَلَّا لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مَجْبُورًا لِاَنَّ لَهُ اِرَادَةً جُزْئِيَّةً يَقْدِرُ عَلَى صَرْفِهَا اِلَى جَانِبِ الْخَيْرِ وَاِلَى جَانِبِ الشَّرِّ

Jawab: Bukan demikian maksudnya. Manusia tidaklah dipaksa sama sekali karena dia memiliki keinginan sendiri yang dapat mengantarkannya ke sisi baik atau sisi buruk.

وَلَهُ عَقْلٌ يُمَيِّزُ بِهِ بَيْنَهُمَا فَاِذَا صَرَفَ اِرَادَتَهُ اِلَى الْخَيْرِ ظَهَرَ ذَلِكَ الْخَيْرُ الَّذِىْ اَرَادَهُ وَاُثِيْبَ عَلَيْهِ لِظُهُوْرِهِ عَلَى يَدِهِ وَتَعَلُّقِ اِرَادَتِهِ الْجُزْئِيَّةِ بِهِ 

Manusia juga dikaruniai akal fikiran dimana dengan akal tersebut ia bisa memilih di antara sisi baik atau buruk. Jika ia menggunakan kehendaknya ke sisi yang baik, maka menjadi nyatalah kebaikan yang ia kehendaki. Dan ia akan mendapat pahala atas hal itu karena telah berbuat baik dan kehendak juz’iyyah nya bergantung pada sisi baik itu.

 وَاِنْ صَرَفَهَا اِلَى جَانِبِ الشَّرِّ ظَهَرَ ذَلِكَ الشَّرِّ وَعُوْقِبَ عَلَيْهِ لِظُهُوْرِهِ عَلَى يَدِهِ وَتَعَلُّقِ اِرَادَتِهِ الْجُزْئِيَّةِ بِهِ.

Apabila kehendaknya memilih sisi buruk maka menjadi nyatalah keburukan yang ia kehendaki dan dia mendapat siksa atasnya karena keburukan itu terjadi karena keinginannya, dan kehendak juz’iyyah nya bergantung pada sisi buruk itu.

80. Berilah sebuah contoh yang dapat memudahkan hati untuk memahami bahwasanya seorang hamba tidaklah dipaksa atas perbuatannya?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

80. Berilah sebuah contoh yang dapat memudahkan hati untuk memahami bahwasanya seorang hamba tidaklah dipaksa atas perbuatannya?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبِعْ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : اُذْكُرْلِيْ مِثَالًا قَرِيْبًا لِلذِّهْنِ يُوَضِّحُ لِيْ اَنَّ الْعَبْدَ لَيْسَ بِمَجْبُوْرِ عَلَى اَفْعَالِهِ ؟

Soal: Berilah sebuah contoh yang dapat memudahkan hati untuk memahami bahwasanya seorang hamba tidaklah dipaksa atas perbuatannya?

كُلُّ اِنْسَانٍ يُمْكِنُهُ اَنْ يَعْرِفَ بِأَنَّهُ لَيْسَ بِمَجْبُوْرٍ عَلَى جَمِيْعِ اَفْعَالِهِ وَذَلِكَ لِتَمْيِيْزِهِ بَيْنَ تَحَرُّكِ يَدِهِ وَقْتَ الْاِرْتِعَاشِ مَثَلًا

Jawab: Setiap manusia memungkinkan untuk mengetahui bahwa ia tidak dipaksa atas segala perbuatannya. Sebagai contoh dia bisa membedakan saat tangannya menulis dan saat gemetar.

فَاِنَّ تَحَرُّكَ يَدِهِ حَالَ الْكِتَابَةِ يَنْسِبُهُ لِنَفْسِهِ فَيَقُوْلُ : كَتَبْتُ بِاخْتِيَارِيْ وَبِاِرَادَتِيْ 

Karena gerakan tangan saat menulis, sesungguhnya gerakan itu disandarkan kepada dirinya dengan mengatakan “aku menulis dengan usaha dan keinginanku”.

وَاَمَّا تَحَرُّكُ يَدِهِ مِنَ الْاِرْتِعَاشِ فَلَا يَنْسِبُهُ لِنَفْسِهِ وَلَا يَقُولُ : اَنَا حَرَّكْتُ يَدِيْ بَلْ يَقُولُ : اِنَّ ذَلِكَ وَقَعَ بِغَيْرِ اخْتِيَارِيْ .

Adapun gerakan tangan saat gemetar maka hal itu tidak bisa disandarkan pada dirinya (terjadi di luar kehendaknya) dan dia tidak mengatakan: “aku menggerakkan tanganku”, namun dia mengatakan: “sesungguhnya hal itu (gerakan tanganku saat gemetar) terjadi di luar keinginanku”.

81. Pelajaran apa yang dapat dipetik dari contoh di atas?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

81. Pelajaran apa yang dapat dipetik dari contoh di atas?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبِعْ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : مَاذَا يُسْتَفَادُ مِنْ هَذَا الْمِثَالِ ؟

Soal: Pelajaran apa yang dapat dipetik dari contoh di atas?

ج : يُسْتَفَادُ مِنْهُ اَنَّ كُلَّ شَيْئٍ يُدْرِكُ بِأَدْنَى مُلَاحَظَةٍ اَنَّ اَفْعَالَهُ قِسْمَانِ :

Jawab: Dapat diambil pelajaran dari contoh tersebut bahwasanya setiap manusia dapat memahami dengan pendekatan sederhana, bahwa perbuatannya dibagi menjadi dua.

قِسْمٌ يَكُونُ بِاخْتِيَارِهِ وَاِرَدَتِهِ : مِثْلُ اَكْلِهِ وَشَرْبِهِ وَضَرْبِهِ لِزَيْدٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ. وَقِسْمٌ يَكُوْنُ بِغَيْرِ اخْتِيَارِهِ مِثْلُ وُقُوْعِهِ.

Pertama, perbuatan yang terjadi dengan usaha dan kehendaknya. Seperti makan, minum, memukul seseorang dan lain sebagainya. Kedua, perbuatan yang terjadi di luar usahanya seperti jatuh dan lain sebagainya.

82. Hal apakah yang mengiringi perbuatan seorang hamba jika perbuatan tersebut termasuk Ikhtiary (terjadi karena usaha manusia)?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

82. Hal apakah yang mengiringi perbuatan seorang hamba jika perbuatan tersebut termasuk Ikhtiary (terjadi karena usaha manusia)?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبْعِ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : اَىُّ شَيْئٍ يَتَرَتَّبُ عَلَى اَفْعَالِ الْعَبْدِ اِذَا كَانَتْ اِخْتِيَارِيَّةً ؟ 

Soal: Hal apakah yang mengiringi perbuatan seorang hamba jika perbuatan tersebut termasuk Ikhtiary (terjadi karena usaha manusia)?

ج : اَفْعَالُ الْعَبْدِ الْاِخْتِيَارِيَّةُ اِذَا كَانَتْ خَيْرًا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهَا الثَّوَابُ وَاِنْ كَانَتْ شَرًّا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهَا الْعِقَابُ

Jawab: Perbuatan seorang hamba yang bersifat ikhtiary apabila berupa perbuatan baik maka akan mendapat pahala, dan apabila berupa perbuatan buruk maka akan mendapat dosa (siksa).

وَاَمَّا اَفْعَالُهُ الْاِضْطِرَارِيَّةُ فَلَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهَا شَيْئٌ مِنْ ذَلِكَ

Adapun jika perbuatan itu bersifat Idltirory (tanpa usaha) maka tidak akan dituntut apapun atas terjadinya perbuatan itu.

83. Jika seseorang memukul saudaranya dengan dzalim dan karena permusuhan, atau melakukan perbuatan buruk dan dosa serta semacamnya, lantas ia berdalih bahwa perbuatan itu terjadi karena sudah ditakdirkan, apakah dapat diterima alasan tersebut?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

83. Jika seseorang memukul saudaranya dengan dzalim dan karena permusuhan, atau melakukan perbuatan buruk dan dosa serta semacamnya, lantas ia berdalih bahwa perbuatan itu terjadi karena sudah ditakdirkan, apakah dapat diterima alasan tersebut?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبْعِ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : اِذَا ضَرَبَ اِنْسَانٌ غَيْرَهُ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا اَوْ فَعَلَ نَحْوَ ذَلِكَ مِنْ اَنْوَاعِ الشَّرِّ وَالْمَعَاصِى ثُمَّ اِعْتَذَرَ بِكَوْنِ ذَلِكَ مُقَدَّرًا عَلَيْهِ فَهَلْ يُقْبَلُ مِنْهُ ذَلِكَ الْاِعْتِذَارُ ؟

Soal: Jika seseorang memukul saudaranya dengan dzalim dan karena permusuhan, atau melakukan perbuatan buruk dan dosa serta semacamnya, lantas ia berdalih bahwa perbuatan itu terjadi karena sudah ditakdirkan, apakah dapat diterima alasan tersebut?

ج : اَنَّهُ لَا يُقْبَلُ مِنَ الْعَبْدِ الْاِعْتِذَارُ بِالْقَدَرِ لَا عِنْدَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. وَلَا عِنْدَ الْخَلْقِ لِوُجُوْدِ الْاِرَادَةِ الْجُزْئِيَّةِ لَهُ, وَالْقُدْرَةِ وَالْاِخْتِيَارِ وَالْعَقْلِ.

Jawab: Sesungguhnya alasan hamba tersebut tidak dapat diterima, baik di sisi Allah Subhānahu wa Ta’ala maupun di sisi manusia. Karena terdapat kehendak terbatas (iradah juziyyah) pada diri hamba itu, ia pun diberi kemampuan, usaha dan juga akal fikiran.

84. Sebutkanlah ringkasan dari seluruh pembahasan diatas?

—Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

84. Sebutkanlah ringkasan dari seluruh pembahasan diatas?

الْمَبْحَثُ السَّادِسُ

فِى الْاِيْمَانِ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَيَشْتِمَلُ عَلَى سَبْعِ مَسَائِلَ

PEMBAHASAN KEENAM

TENTANG IMAN TERHADAP QADHA DAN QADHAR

(MENGANDUNG TUJUH MASALAH)

س : اُذْكُرْلِيْ خُلَاصَةَ هَذَا الْمَبْحَثِ ؟

Soal: Sebutkanlah ringkasan dari seluruh pembahasan diatas?

ج : اَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ اِنْسَانٍ مُكَلَّفٍ اَنْ يَعْتَقِدَ وَيَجْزِمَ بِأَنَّ جَمِيْعَ اَفْعَالِهِ وَاَقْوَالِهِ وَجَمِيْعَ حَرَكَاتِهِ سَوَاءٌ كَانَتْ خَيْرًا اَوْ شَرًّا هِىَ وَاقِعَةٌ بِارَادَةِ اللهِ وَتَقْدِيْرِهِ وَعِلْمِهِ

Jawab: Sesungguhnya wajib bagi setiap manusia yang mukallaf (telah dibebani kewajiban), hendaklah meyakini dengan teguh dan mantap, bahwasanya seluruh perbuatan, ucapan dan setiap gerak geriknya —baik maupun buruk— semua itu terjadi karena kehendak, ketentuan dan atas sepengetahuan Allah Subhānahu wa Ta’ala.

لَكِنَّ الْخَيْرَ بِرِضَاهُ وَالشَّرَّ لَيْسَ بِرِضَاهُ. وَاَنَّ لِلْعَبْدِ اِرَادَةً جُزْئِيَّةً فِى اَفْعَالِهِ الْاِخْتِيَارِيَّةِ

Akan tetapi hanya kebaikan yang diridlai-Nya sedangkan keburukan tidak diridlai-Nya. Dan hendaklah manusia menyadari bahwa ia dianugerahi kehendak terbatas (juziyyah) dalam perbuatannya yang bersifat pilihan (ikhtiary).

وَاَنَّهُ يُثَابُ عَلَى الْخَيْرِ وَيُعَاقَبُ عَلَى الشَّرِّ. وَاَنَّهُ لَيْسَ لَهُ عُذْرٌ فِى فِعْلِهِ الشَّرَّ وَاَنَّ اللهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ .

Dia akan diberi pahala atas perbuatan baik dan mendapat siksa karena perbuatan jahat. Dan tidak ada alasan baginya untuk berbuat kejahatan. Dan sungguh Allah tidak akan mendzalimi hamba-hamba-Nya.

🟢 Penutup

85. Apakah boleh membicarakan hakikat Dzat Allah dengan menggunakan akal pikiran?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

85. Apakah boleh membicarakan hakikat Dzat Allah dengan menggunakan akal pikiran?

اَلْخَاتِمَةُ فِى مَسَائِلَ مُهِمَّةٍ

تَتَّبِعُ مَا سَلَفَ نُقِلَتْ عَنِ السَّلَفِ

PENUTUP

TENTANG MASALAH-MASALAH PENTING DENGAN MENGACU YANG LALU DAN DIKUTIP DARI PENDAPAT ULAMA SALAF

س : هَلْ يَجُوْزُ التَّكَلُّمُ فِى ذَاتِهِ ؟ 

Soal: Apakah boleh membicarakan hakikat Dzat Allah dengan menggunakan akal pikiran?

ج : لَا يَجُوزُ التَّكَلُّمُ فِى ذَاتِهِ تَعَالَى بِالْعَقْلِ لِاَنَّ الْعَقْلَ قَاصِرٌ عَنْ اِدْرَاكِ ذَاتِ الْخَالِقِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَكُلُّ مَا خَطَرَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلَافِ ذَلِكَ.

Jawab: Tidak dibolehkan membicarakan hakikat dzat Allah menggunakan akal pikiran, karena akal itu terbatas untuk memahami hakikat Dzat Allah Subhānahu wa Ta’ala Sang Pencipta. “Segala hal yang terlintas dalam hatimu maka Allah tidaklah seperti itu.”

86. Jika akal pikiran tidak mampu memahami hakikat Dzat Allah Ta’ala, maka bagaimana kita bisa sampai ke makrifat (mengenal Allah) yang telah diwajibkan atas tiap manusia?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

86. Jika akal pikiran tidak mampu memahami hakikat Dzat Allah Ta’ala, maka bagaimana kita bisa sampai ke makrifat (mengenal Allah) yang telah diwajibkan atas tiap manusia?

اَلْخَاتِمَةُ فِى مَسَائِلَ مُهِمَّةٍ

تَتَّبِعُ مَاسَلَفَ نُقِلَتْ عَنِ السَّلَفِ

PENUTUP

TENTANG MASALAH-MASALAH PENTING DENGAN MENGACU YANG LALU DAN DIKUTIP DARI PENDAPAT ULAMA SALAF

س : اِذَا كَانَ الْعَقْلُ لَا يُدْرِكُ ذَاتَهُ تَعَالَى فَكَيْفَ الْوُصُوْلُ اِلَى مَعْرِفَتِهِ تَعَالَى مَعَ اَنَّ الْمَعْرِفَةَ وَاجِبَهٌ عَلَى كُلِّ اَحَدٍ ؟

Soal: Jika akal pikiran tidak mampu memahami hakikat Dzat Allah Ta’ala, maka bagaimana kita bisa sampai ke makrifat (mengenal Allah) yang telah diwajibkan atas tiap manusia?

ج : اِنَّ مَعْرِفَتَهُ تَعَالَى تَحْصُلُ بِمَعْرِفَةِ صِفَاتِهِ مِنَ الْوُجُوْدِ وَالْقِدَمِ وَالْبَقَاءِ وَمُخَالَفَتِهِ لِلْحَوَادِثِ وَالْقِيَامِ بِنَفْسِهِ وَالْوَحْدَانِيَّةِ وَالْحَيَاةِ وَالْعِلْمِ وَالْقُدْرَةِ وَالْاِرَادَةِ وَالسَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَالْكَلَامِ.

Jawab: Sesungguhnya mengenal Allah itu bisa tercapai dengan mengetahui sifat-sifat Allah berupa al-Wujud (Ada), al-Qidam (Dahulu), al-Baqa’ (Kekal), Mukholafatu Lil Hawādits (Tidak serupa dengan apapun), Qiyāmuhu Binafsihi (Mandiri dan tidak membutuhkan apapun), al-Wahdaniyyah (Maha Esa), al-Hayah (Maha Hidup), al-‘Ilm (Maha Mengetahui), al-Qudroh (Maha Kuasa), al-Irādah (Maha Berkehendak), as-Sami’ (Maha Mendengar), al-Bashar (Maha Melihat) dan al-Kalam (Maha Berfirman).

87. Dengan perantara apa kita dapat mengetahui keberadaan Allah Ta’ala sedangkan mata kita tidak bisa melihat-Nya?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

87. Dengan perantara apa kita dapat mengetahui keberadaan Allah Ta’ala sedangkan mata kita tidak bisa melihat-Nya?

اَلْخَاتِمَةُ فِى مَسَائِلَ مُهِمَّةٍ

تَتَّبِعُ مَاسَلَفَ نُقِلَتْ عَنِ السَّلَفِ

PENUTUP

TENTANG MASALAH-MASALAH PENTING DENGAN MENGACU YANG LALU DAN DIKUTIP DARI PENDAPAT ULAMA SALAF

س : بِاَىِّ شَيْئٍ عَرَفْنَا اللهَ تَعَالَى مَعَ اَنَّنَا مَا رَاَيْنَاهُ بِاَبْصَارِنَا ؟

Soal: Dengan perantara apa kita dapat mengetahui keberadaan Allah Ta’ala sedangkan mata kita tidak bisa melihat-Nya?

ج : عَرَفْنَا وُجُودَ اللهِ تَعَالَى وَبَاقَى صِفَاتِهِ بِظُهُوْرِ اَثَارِ قُدْرَتِهِ مِنْ هَذِهِ الْمَخْلُوقَاتِ الْحَادِثَةِ الْمُتْقَنَةِ الْبَدِيْعَةِ الْمُحَيِّرَهِ لِلْعُقُولِ

Jawab: Kita dapat mengetahui keberadaan dan Kekekalan sifat Allah Ta’ala melalui jelasnya hasil kekuasaan-Nya dalam ciptaan-Nya yang bersifat baru yang diciptakan-Nya dengan penuh ketelitian dan menakjubkan sehingga mencengangkan akal.

كَالسَّمَوَاتِ وَمَا اْشَتَمَلَتْ عَلَيْهِ مِنَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَالنُّجُومِ وَالْاَرْضِ وَمَا اْشَتَمَلَتْ عَلَيْهِ مِنَ الْمَعَادِنِ وَالْاَشْجَارِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ اَنْوَاعِ الْحَيَوَانَاتِ الَّتِىْ مِنْهَا

Seperti langit dan segala hal yang di dalamnya berupa matahari, bulan dan bintang. Begitupun dengan bumi dan segala hal di dalamnya seperti segala macam sumber (air dan mineral), pepohonan dan makhluk hidup lain dimana manusia termasuk di dalamnya.

الْاِنْسَانُ الْمَخْلُوْقُ فِى اَحْسَنِ تَقْوِيْمِ الْمَوْصُوْفِ بِاَنْوَاعِ الْكَمَالِ وَالْفَضْلِ الْمُمْتَازِ بِالْعَقْلِ الْقَوِيْمِ فَكَمَا اَنَّ مَنْ شَاهَدَ بِنَاءً عَرَفَ اَنَّ لَهُ بَانِيًا

Manusia diciptakan-Nya dalam sebaik-baik bentuk, yang diberi segala macam sifat kesempurnaan dan keutamaan. Diberi kesempurnaan dengan akal yang kuat. Maka sebagai seseorang yang melihat bangunan ia mengetahui pasti ada yang menciptakan bangunan itu.

 وَمَنْ شَاهَدَ كِتَابًا عَرَفَ اَنَّ لَهُ كَاتِبًا وَاِنْ لَمْ يَرَهُ وَلَمْ يَسْمَعْ خَبَرَهُ فَكَذَلِكَ مَنْ رَأَى هَذَا الْعَالَمَ الْمُتْقَنَ الْبَدِيْعَ الْبَاهِرَعَرَفَ اَنَّ لَهُ مُوْجِدًا قَدِيْمًا عَلِيْمًا مُرِيْدًا قَدِيْرًا حَكِيْمًا.

Pun jika seseorang melihat sebuah tulisan pasti ia mengetahui bahwa ada yang menulisnya meski ia tidak melihat atau mengetahui khabar penulisnya. Begitu pula dengan manusia yang mengamati alam raya ini, yang diciptakan dengan penuh ketelitian dan menakjubkan dan indah, maka ia dapat mengetahui bahwa ada Sang Pencipta yang bersifat Maha Awal, Maha Mengetahui, Maha berkehendak, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana.

88. Apakah dalam masalah ini terdapat contoh pada makhluk, yaitu adakah terdapat sesuatu yang jelas keberadaannya meski tidak nampak?

Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah :
karya Syaikh Thahir bin Shaleh al-Jazairy

88. Apakah dalam masalah ini terdapat contoh pada makhluk, yaitu adakah terdapat sesuatu yang jelas keberadaannya meski tidak nampak?

اَلْخَاتِمَةُ فِى مَسَائِلَ مُهِمَّةٍ

تَتَّبِعُ مَا سَلَفَ نُقِلَتْ عَنِ السَّلَفِ

PENUTUP

TENTANG MASALAH-MASALAH PENTING DENGAN MENGACU YANG LALU DAN DIKUTIP DARI PENDAPAT ULAMA SALAF

س : هَلْ لِهَذِهِ الْمَسْئَلَةِ نَظِيْرٌ فِى الْمَخْلُوْقَاتِ اَىْ هَلْ يُوْجَدُ فِى الْمَخْلُوْقَاتِ شَيْئٌ نَتَحَقَّقُ وُجُوْدَهُ مَعَ اَنَّا لَا نَرَاهُ ؟

Soal: Apakah dalam masalah ini terdapat contoh pada makhluk, yaitu adakah terdapat sesuatu yang jelas keberadaannya meski tidak nampak?

ج : نَعَمْ, وَذَلِكَ كَالرُّوْحِ : فَاِنَّا نَحْكُمُ بِوُجُوْدِهَا وَاِنْ لَمْ نَحْظَ بِشُهُوْدِهَا حَيْثُ نَرَى مَالَهَا مِنَ الْآثَارِ, مَعَ اَنَّا لَا نَرَاهَا بِالْاَبْصَارِ وَلَا نَدْرِكُ حَقِيْقَتَهَا بِالْاَفْكَارِ

Jawab: Ada, contoh dalam masalah ini adalah ruh. Sesungguhnya kita semua meyakini keberadaan ruh meski kita tidak mampu menyaksikannya, kita hanya melihat pengaruh ruh tersebut tanpa melihatnya langsung lewat penglihatan dan kita tak mampu menjangkau hakikatnya dengan akal pikiran.

وَكَذَلِكَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَاِنَّهُ وَاِنْ لَمْ نَرَهُ بِأَبْصَارِنَا وَلَمْ نُدْرِكْ حَقِيْقَةَ ذَاتِهِ الْمَوْصُوْفَةِ بِصِفَاتِ الْكَمَالِ نَظْرً لِمَا نَرَى مِنْ آثَارِ صُنْعِهِ الْبَدِيْعِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الشَّاهِدِ لَهُ بِلِسَانِ الْحَالِ وَالْمَقَالِ

Begitupun Allah Subhānahu wa Ta’ala. Sesungguhnya Dia meski tak nampak oleh mata penglihatan kita, dan kita tak mampu menjangkau hakikat Dzat-Nya dengan akal pikiran kita, kita meyakini keberadaan Dzat Allah yang memiliki sifat sempurna, dengan cara melihat segala ciptaan-Nya yang rumit dan penuh keajaiban, sebagai orang yang menyaksikan keberadaan-Nya lewat lisan, perbuatan dan ucapan.

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link