Waktu adalah Allah

7 days ago

2 min read

Dalam hiruk pikuk dunia modern, kita akrab dengan adagium “waktu adalah uang.” Sebuah pepatah yang mendorong kita untuk menjadi produktif, efisien, dan terus mengejar pencapaian materi. Namun, dalam sebuah petikan ceramah yang penuh hikmah, Syeikh Rohimuddin Nawawi Al-Bantani mengajak kita untuk merenung lebih dalam, melampaui pandangan transaksional tersebut, menuju sebuah pemahaman spiritual yang fundamental dari kaum sufi: waktu adalah Tuhan.

Pernyataan ini mungkin terdengar mengejutkan, bahkan provokatif. Namun, ini bukanlah sebuah penyetaraan harfiah, melainkan sebuah metafora agung untuk memahami hakikat waktu dalam kacamata iman.

Dari “Uang” Menuju “Tuhan”

Syeikh Rohimuddin membuka dengan kontras yang tajam. “Kalau kita sering mendengar, waktu adalah uang,” ujarnya, merujuk pada pandangan umum yang materialistis. Pandangan ini menempatkan nilai waktu pada apa yang bisa dihasilkannya di dunia. Namun, beliau segera mengalihkan kita pada perspektif yang berbeda sama sekali.

“Tetapi orang sufi memandang bahwa waktu adalah Tuhan,” lanjutnya. Pandangan ini bersandar pada sebuah Hadits Qudsi yang sangat terkenal, di mana Nabi Muhammad SAW bersabda:

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Anak Adam menyakiti-Ku. Ia mencela masa (waktu, Ad-Dahr الدَّهْر), padahal Aku adalah Masa (Waktu), di tangan-Ku lah (urusan) malam dan siang.” (HR. Bukhari & Muslim)

Syeikh Rohimuddin menjelaskan, “Nabi mengatakan jangan menggerutui waktu, jangan menyesali, mencaci waktu, karena waktu adalah Tuhan.”

Maknanya bukanlah Allah secara zat adalah detik dan menit yang berlalu. Melainkan, Allah adalah Sang Pencipta, Pemilik, dan Pengatur mutlak dari waktu itu sendiri. Setiap peristiwa yang terjadi dalam bingkai waktu—baik itu kesenangan maupun kesulitan—berada sepenuhnya dalam genggaman dan ketetapan-Nya. Oleh karena itu, mencela waktu, mengeluhkan hari yang buruk, atau mengutuk nasib yang menimpa pada hakikatnya adalah bentuk keluhan terhadap Sang Pengatur Waktu itu sendiri.

Waktu Adalah Arena Kehidupan

Lebih jauh, Syeikh Rohimuddin menguraikan bahwa “waktu adalah semua kehidupan kita.” Para aulia dan orang-orang arif (mutahaqqiqin) mengajarkan bahwa seluruh eksistensi kita di dunia ini teramat singkat.

“Kita hidup di dunia ini durasinya sebentar, ya hanya satu waktu, satu nafas,” tegas beliau.

Ini adalah sebuah pengingat yang kuat. Hidup kita, yang terasa panjang dengan segala rencana dan cita-citanya, pada dasarnya hanyalah sekejap. Syeikh Rohimuddin memberikan analogi yang indah dan sederhana: “Seperti kita mengeluarkan nafas, itu hidup. Tapi kalau kita tarik lagi [dan tak bisa keluar], mati.”

Hidup adalah tarikan dan hembusan nafas yang terus berlangsung dalam rentang waktu yang telah ditetapkan. Kematian, atau ajal, bukanlah sebuah tragedi yang datang tiba-tiba, melainkan “karena waktunya habis.” Ajal adalah titik terakhir dari jatah waktu yang Allah berikan.

Implikasi Praktis: Hidup di Saat Ini

Memandang waktu sebagai manifestasi kehendak Tuhan mengubah cara kita menjalani hidup secara total.

  1. Menghargai Setiap Momen: Jika setiap detik adalah anugerah dan arena untuk berinteraksi dengan ketetapan Tuhan, maka tidak ada waktu yang sia-sia. Setiap nafas adalah kesempatan untuk berdzikir, setiap langkah adalah peluang untuk berbuat baik, dan setiap ujian adalah ladang untuk bersabar.
  2. Berhenti Mengeluh: Kesadaran bahwa Allah adalah “Sang Waktu” akan menahan lisan kita dari menggerutu. Cuaca yang buruk, kemacetan di jalan, atau rencana yang gagal bukanlah “hari yang sial,” melainkan bagian dari skenario ilahi yang harus dihadapi dengan ridha.
  3. Fokus pada Saat Ini (Ibnul Waqt): Kaum sufi sering disebut sebagai Ibnul Waqt atau “anak sang waktu.” Artinya, mereka adalah orang-orang yang hidup dan beribadah dengan kesadaran penuh pada saat ini, tidak terlarut dalam penyesalan masa lalu atau kekhawatiran berlebih akan masa depan. Karena hidup yang sesungguhnya adalah “saat ini.”

Pada akhirnya, hikmah yang disampaikan Syeikh Rohimuddin mengajak kita untuk melakukan revolusi spiritual. Kita diajak beralih dari sekadar “menggunakan” waktu menjadi “menghuni” waktu dengan penuh kesadaran, syukur, dan penyerahan diri. Karena dalam setiap detak jam, sesungguhnya kita sedang menyaksikan kuasa dan keagungan Tuhan yang tak terbatas.

Share this post

June 22, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Artikel

Baca juga:

Baca berbagai artikel Islami dan tambah wawasan bersama.

Semua Indah pada Waktunya | Pejalan Ruhani

Syaikh Abdul Qadir al-Jilani qs. mengatakan:“Sungguh aneh jika kau marah kepada Rabb-mu, menyalahkan-Nya dan menganggap Allah Yang Maha Berkuasa dan Maha Agung telah bertindak tak

Al-Fana dan al-Baqa | Pejalan Ruhani

Syaikh Abu Yazid al-Busthami adalah tokoh sufi pertama yang memperkenalkan konsep al-fana dan al-baqa serta konsep ittihad. Fana adalah sirnanya segala sesuatu selain Allah dari pandangan seorang

Aspek Keistimewaan | Pejalan Ruhani

Banyak Kyai pintar atau ada wali yang punya keistimewaan, tapi justru yang mengambil manfaat ilmu dan doanya dari luar daerah sendiri. Itu krn orang orang

Insan Kamil | Pejalan Ruhani

Insan Kamil artinya adalah manusia sempurna, berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofi ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi.

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link