Banyak yang Tanya Apa Hukum Tasawuf, Jawabannya Ternyata WAJIB. Ini Alasannya.

3 days ago

2 min read

Ketika pertanyaan diajukan, “Apa hukumnya bertasawuf?”, sesungguhnya ia sama seperti bertanya, “Apa hukumnya berislam dan beriman?” Pertanyaan ini muncul dari pemahaman yang memisahkan sesuatu yang pada hakikatnya adalah satu kesatuan yang utuh. Agama ini bukanlah kepingan-kepingan terpisah, melainkan sebuah bangunan sempurna yang setiap bagiannya saling menopang dan menghidupkan.

Agama ini berdiri di atas tiga pilar agung yang tak terpisahkan: Islam, Iman, dan Ihsan. Memeluk salah satunya dan meninggalkan yang lain adalah seperti memiliki jasad tanpa ruh, atau ruh tanpa jasad.

Pilar Pertama: Islam, Wadah Syariat

Islam adalah pilar lahiriah. Ia adalah kerangka, wadah, dan jasad dari agama ini. Di sinilah letak ilmu Fiqh, yang mengatur segala tata cara ibadah dan muamalah kita. Shalat, puasa, zakat, haji; semua aturan yang tampak oleh mata dan dikerjakan oleh raga kita berada dalam ranah ini. Ia adalah penyerahan diri secara fisik kepada aturan-aturan-Nya. Tanpa wadah ini, isi akan tumpah ruah tak beraturan. Ia mutlak diperlukan.

Pilar Kedua: Iman, Roh Keyakinan

Jika Islam adalah jasad, maka Iman adalah nyawa yang menggerakkannya. Ia adalah pilar batiniah yang bersemayam di dalam kalbu. Di sinilah letak ilmu Aqidah atau Ushuluddin, yang membangun keyakinan kita tentang Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari Akhir, serta Qada dan Qadar. Iman adalah pembenaran hati yang memberikan makna dan tujuan pada setiap gerak-gerik jasad kita dalam ber-Islam. Jasad tanpa nyawa adalah mayat.

Pilar Ketiga: Ihsan, Hakikat Penyaksian

Di sinilah letak puncak dan inti dari segalanya: Ihsan. Jika Islam adalah jasad dan Iman adalah nyawa, maka Ihsan adalah kesadaran ruh itu sendiri. Ihsan adalah sebagaimana disabdakan: “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”

Ilmu dan jalan untuk merealisasikan kondisi “seakan-akan melihat-Nya” inilah yang disebut dengan Tasawuf.

Tasawuf bukanlah sebuah tambahan, ajaran baru, atau sesuatu yang asing. Ia adalah Ihsan itu sendiri; sebuah metodologi untuk membersihkan cermin hati agar ia mampu memantulkan Cahaya Ilahi. Tujuannya adalah untuk beralih dari sekadar ‘meyakini’ bahwa Dia melihat kita, menuju ‘menyaksikan’ dengan mata hati (bashirah) bahwa hanya Dia-lah satu-satunya Wujud yang Hakiki.

Dalam perjalanan Tasawuf, seorang hamba diajak untuk menyelami makna terdalam dari Laa ilaaha illallah. Bukan lagi sekadar ucapan di lisan atau keyakinan di hati, melainkan sebuah penyaksian bahwa tiada pelaku sejati selain Dia, tiada yang hidup sejati selain Dia, tiada yang berkehendak sejati selain Dia. Seluruh alam semesta beserta isinya tak lain adalah cermin yang memantulkan Sifat-Sifat-Nya yang Agung. Inilah puncak Tauhid.

Sebuah Kewajiban Hakiki

Maka, bagaimana mungkin ketiganya dipisahkan? Ber-Islam tanpa Iman adalah kemunafikan. Ber-Iman tanpa Islam adalah angan-angan kosong. Dan ber-Islam serta ber-Iman tanpa Ihsan (Tasawuf) adalah seperti memiliki jasad bernyawa yang buta, tuli, dan bisu dari hakikat Tuhannya. Agamanya menjadi kering, ritualnya menjadi mekanis, dan imannya menjadi sebatas konsep intelektual.

Tujuan kita diciptakan adalah untuk mengenal-Nya. Dan pengenalan sejati (ma’rifat) tidak akan pernah tercapai hanya dengan raga dan akal. Ia menuntut kehadiran kalbu yang telah disucikan, ruh yang telah sadar.

Oleh karena itu, berjalan di atas jalan penyucian jiwa (tasawuf) untuk mencapai Ihsan bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah kewajiban hakiki bagi setiap insan yang merindukan Tuhannya dan ingin menyempurnakan agamanya. Hukumnya wajib, sebagaimana wajibnya kita bersyahadat, mendirikan shalat, dan meyakini rukun iman.

Dari hati yang telah bening inilah, buah-buah makrifat akan tumbuh. Termasuk di antaranya adalah terbukanya pemahaman mendalam tentang zaman dan tanda-tandanya, bukan melalui ramalan, melainkan melalui cahaya petunjuk-Nya yang terpancar pada hati seorang hamba yang telah mencapai Ihsan.

Share this post

August 10, 2025

Copy Title and Content
Content has been copied.

Artikel

Baca juga:

Baca berbagai artikel Islami dan tambah wawasan bersama.

Tentang Allah | Pejalan Ruhani

Al-Baqarah ayat 186 وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِى وَلْيُؤْمِنُوا بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ Dan apabila hamba-hamba-Ku

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Sekretariat:
Perum Jaya Maspion Permata Beryl
B2-10 Gedangan, Sidoarjo
Jawa Timur
61254

Email Sekretariat:
suraubaitulfatih@gmail.com
baruk46@gmail.com

Web/App Developer:
Hubungi nomor atau email berikut untuk perihal teknis yang berhubungan dengan website/aplikasi Pejalan Ruhani.

aldibudimanputra@gmail.com
Whatsapp link