Tarekat Wushul & Guru Spiritual (Shaykh) menurut Syaikh Abdul Wahab As-Sya’rani.
Wushul merupakan predikat hamba yg telah mampu mengambil/mereguk ilmu Allah dari Rasulullah Saw. (‘ainus syari’ah/ sumber syariat).
Syaikh Abdul Wahab mengutip pernyataan Imam Ahmad bin Hambal:
خذوا علمكم من حيث أخذو الأئمة ولا تقنعوا بالتقليد فإن ذلك عمى فى البصيرة
Ambillah ilmu sebagaimana para Imam (4 Imam mazhab) mengambil ilmu, dan jangan puas dengan hanya bertaqlid, karena bertaqlid itu (sebenarnya) masih buta (mata hatinya).
Kiat Wushul
Lantas Syaikh Abdul Wahab memberikan cara tercepat untuk “wushul” dengan pernyataan Beliau:
طريق الوصول إلى ذلك : هو السلوك على يد شيخ عارف بمزان كل حركة وسكون بشرط أن يسلمه نفسه يتصرف فيها وفى أموالها وعيالها كيف شاء, مع إنشراح قلب المريد لذلك كل الإنشراح
وأما من يقول شيخه طلق إمرأتك أو أسقط حقك من مالك أو وضيفتك مثلا, فيتوقف فلا يشمّ من طريق الوصول إلى عين الشريعة المذكورة رائحة ولو عبد الله ألف عام بحسب العادة غالبا
Cara wushul (bisa mengambil ilmu dari Rasulullah Saw., seperti 4 Imam mazhab) yaitu:
- Dengan “suluk” (mengikuti bimbingan) dibawah bimbingan “Syaikh yg sudah makrifat kepada Allah” (guru spiritual yg sudah ma’rifat). Seseorang harus menyerahkan jiwa dan raganya secara total kepada Gurunya dalam suluk tersebut, dan seluruh aktivitasnya yg meliputi gerak dan diam menjadi indikatornya. Selain itu juga harus menyerahkan urusan harta dan keluarganya secara total kepada Gurunya.
- Bahkan jika Gurunya berkata kepada murid:
- Ceraikan istrimu,
- Lepaskan hartamu, atau
- Tinggalkan pekerjaanmu (aktivitasmu),…
sementara muridnya tidak segera melakukan (tawaquf), maka:
JANGAN BERHARAP DAPAT MENCIUM AROMA “JALAN WUSHUL” walaupun beribadah terus menerus selama 1000 tahun (dengan intensitas beribadah yg umum).
Siapa Gurunya?
Sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Abdul Wahab seperti keterangan di atas, yaitu “Guru spiritual (manusia) yg makrifat”.
Pada keterangannya lebih lanjut seolah menunjukkan bahwa tidak cukup berguru kepada yg “bukan manusia nyata” seperti pengalaman Beliau dan juga Syaikh Ibrahim bin Adham.
إني أخذتها أولا عن الخضر عليه السلام علما وإيمانا وتسليما، ثم إني أخذت في السلوك على يد سيدي علي الخواص حتى ٱطلعت على عين الشريعة ذوقا وكشفا ويقينا لا أشك فيه فجاهدت في نفسي كذا كذا سنة وجعلت لي حيلا في شقف خلوتي أضعه في عنقي حتى لا أضع جنبي على الأرض، وبالغت في التورع حتى كنت أسف التراب إذا لم أجد طعاما يليق بمقام الذي أنا عليه في الورع، وكنت أجد للتراب دسما كدسم اللحم او السمن أو اللبن، وسبقني نحو ذلك إبراهيم بن أدهم رضي الله عنه فمكث عشرين يوما يسف التراب حين فقد الحلال المشاكل لمقامه.
Mula² Beliau (Syaikh Abdul Wahab) berguru dibawah bimbingan Nabi Khidir as. untuk mengakses dimensi:
- ilmu,
- iman dan
- taslim (pasrah)
Setelah itu Beliau bersuluk (berguru untuk mengakses ilmu wahby/faidly/ wiratsy/laduny) kepada Guru Spiritual yg makrifat yaitu Syaikh ‘Ali al-Khawwas hingga menemukan “sumber syari’at” yg meliputi dimensi:
- dzauq, (intuisi)
- kasyaf (ketersingkapan ilahi) dan
- keyakinan sejati.
Kemudian (dibawah bimbingan Syaikh Ali Al-Khawwas) Beliau melakukan perang suci untuk menyucikan jiwa dengan mengerahkan segenap daya yg Beliau gambarkan yaitu Beliau digantung kakinya sehingga badannya tidak menyentuh tanah dan harus mengkonsumsi debu ketika tidak menemukan makanan dalam jangkauannya hingga Beliau merasakan nikmatnya debu seperti daging, mentega juga susu sebagaimana dialami juga oleh Syaikh Ibrahim bin Adham.
Perhatian:
Artinya Beliau tidak cukup dengan hanya berguru kepada Nabi Khidir as. yg “bukan manusia nyata/ghaib/misteri” tetapi harus berguru kepada PEWARIS SEJATI NABI yg masih hidup yaitu Syaikh Ali Al-Khawwas.
Begitulah sekelumit keterangan dari Syaikh Abdul Wahab as-Sya’rani dalam Kitab Fiqih lintas mazhab (tak hanya berpijak 4 mazhab saja), dengan persyaratan yg ketat bukan asal taqlid saja.
Kitab Mizan Al-Kubra merupakan sebuah kitab yg juga berisi kritik untuk ahli ta’ashub (fanatik bermazhab dan merasa mazhabnya yg paling benar sehingga mudah menyalahkan yg lain) juga para talfiq (mencampuradukkan mazhab tanpa didasari ilmu atau menyatakan tak perlu bermazhab dengan hanya berbekal beberapa potongan hadits/asal ada haditsnya maka boleh dijalankan seperti trend yg ada di zaman sekarang).
Intinya: “ISLAM itu harus BERTAREKAT”