MEMASUKI SINGGASANA TAUHID HARUS MENINGGALKAN ASBAB
Tauhid dan tasawuf merupakan kesatuan yg tak terpisahkan. Artinya capaian tertinggi tauhid tak mungkin bisa dicapai tanpa bertasawuf. Sebaliknya bertasawuf tanpa tauhid juga akan sia² kerena tidak akan menemukan esensi dari tasawuf itu sendiri.
Syaikh Bannani menjelaskan bahwa:
“Allah baru mempersilakan hambanya untuk memasuki istana tauhid, menapaki permadani tajrid dan duduk bersandar di singgasana tafrid setelah dilayani oleh asbab”. Selama masih belum lepas dari jeratan asbab artinya istana tauhid masih terkunci rapat.
Agar dibukakan pintu maka murid yg salik harus meng-esakan Tuannya (Allah) dengan meninggalkan asbab. Tanpa itu jangan berharap bisa masuk ke dalam istana tauhid. Dengan kata lain orang yg masih berada di maqam asbab belum bisa dikatakan benar tauhidnya.
Syaikh Bannani menggambarkan tauhid dengan istana Raja Diraja Allah Ta’ala. Di dalam istana terdapat singgasana (kursi Raja) yg di letakkan di atas hamparan permadani. Nah, tauhid yg benar itu harus bisa mencapai tafrid atau mengesakan dalam arti sesungguhnya dengan meniadakan yg sesungguhnya tiada.
Orang yg mencapai tingkatan ini pasti dilayani oleh asbab (duniawi), dalam arti dunia bukan merupakan orientasi, sedangkan orientasinya hanyalah murni mengabdi kepada Sang Tuan.
Tauhid yg menggabungkan 3 elemen tersebut di katakan sebaga “al-hal al-kamil”/kesempurnaan kondisi batin/kesempurnaan spiritual. Pemilik predikat tersebut adalah seseorang yg telah mampu menaklukkan hewan transportasinya (dunia yg berfungsi sebagai sarana) kemudian memyambut kasih sayang Sang Tuan yg datang seperti derasnya hujan.
Pada kondisi ini seluruh kebutuhan dan permintaan akan dipenuhi oleh Sang Tuan tanpa meminta. Ini hanya untuk abdi² kinasih-Nya. Posisi kesempurnaan (akmal al-ahwal) seperti ini puncaknya diduduki oleh Rasulullah Saw. Inilah destinasi terakhir para wali agung (al-kibar) dari umatnya.
Derajat tersebut hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Setiap murid harus selalu husnudzan bahwa dirinya termasuk orang yg akan dibukakan pintu singgasana Ilahi. Itulah husnudzan yg seharusnya dibangun oleh setiap murid setelah melakukan bimbingan dzikir (bai’at/janji suci).
Sebaliknya jika ada yg mengatakan bahwa derajat kesempurnaan seperti itu hanyalah mimpi dan hanya dapat diraih oleh orang yg ilmu agamanya mantap saja, sehingga menghukumi bahwa dirinya tidak layak mendapatkan derajat tersebut maka sikap yg demikian termasuk su’udzan (berburuk sangka kepada Allah). Sungguh tidak ada orang yg mengetahui hal tersebut kecuali setelah diberi tahu oleh Allah. Dan tak akan diberi tahu oleh-Nya jika belum bisa menjaga rahasia langit (bertauhid).
Ada sebuah cerita yg mengisahkan Aisyah istri Rasulullah Saw., wanita yg cerdas di zamannya. Pada suatu malam di lihatnya Rasulullah Saw. sedang shalat malam yg tak kunjung selesai. Begitu selesai Beliau mendekati Aisyah dan Aisyah pun mengira Rasulullah Saw. hendak menemaninya tidur. Ternyata malah menyampaikan pesan ruhani yg isinya:
Janganlah tidur sebelum melakukan 4 hal yaitu:
1. Menghatamkan Al-Qur’an
2. Menjadikan para nabi sebagai pemberi syafaat.
3. Meminta ridla kepada semua kaum muslimin.
4. Melakukan haji dan umrah.
Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan shalatnya. Aisyah berfikir keras sehingga membuatnya tak bisa tidur. Akhirnya setalah melihat Rasulullah Saw. selesai shalat ditanyakanlah maksud 4 pesan tersebut karena tak mungkin dia mampu melakukannya.
Rasulullah Saw. menjawab:
1. Menghatamkan Al-Qur’an itu bisa dilakukan dengan membaca surat Al-Ikhlas 3x yg pahalanya setara dengan menghatamkan Al-Qur’an.
2. Membaca shalawat kepada para Nabi adalah cara menjadikan para Nabi agar memberi syafa’at. Redaksi shalawatnya : Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ala ikhwanihi minal anbiya wal mursalin wa ala alihi wa shahbihi ajma’in.
3. Meminta ridla kepada semua kaum muslimin itu dengan cara membaca istighfar untuk mereka.
4. Sedangkan melakukan haji dan umrah itu dengan membaca tasybih: Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa ilaaha illallaah Allahu Akbar.
Terdapat jalan lain untuk menggapai prestasi ilahi selama kita menjaga konsistensi husnudzan. Hal ini tercermin dari pelajaran yg diberikan Rasulullah Saw. kepada Aisyah tentang bacaan² yg mampu menyamai (menggantikan) ibadah khusus dari sisi pahalanya.
Maka bagi setiap murid haruslah berusaha membeningkan hati (shafiyan) dan senantiasa setia kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai implementasi menjaga (menepati) janji suci murid yaitu husnudzan. Dengan begitu KESEMPATAN UNTUK MERAIH DERAJAT BERTAUHID selalu terbuka. Predikat bertauhid akan terealisasi setelah meninggalkan asbab, yg ditandai tunduknya dunia (didatangi rizqi tanpa berusaha), karena telah melayani Sang Pencipta.
Mari terus meningkatkan kualitas hubungan kita kepada Sang Pencipta dibawah bimbingan ahlinya (Pembimbing Ruhani/Mursyid).