Tasawuf dan Gugurnya Kewajiban Syari’at

Kita sering menemukan adanya provokator dalam setiap bidang kehidupan, baik dalam bidang keagamaan, politik, keilmuan bahkan dalam bidang tasawuf itu sendiri. Tujuan para provokator tersebut sangat jelas, yakni memperoleh keuntungan materiil dengan jalan pintas.

Agar agama, ilmu pengetahuan maupun tasawuf tidak menjadi suatu ilmu yang disalahfahami, maka kita perlu menjelaskan bagaimana para provokator menyembunyikan wajahnya.

Agama dan ilmu pengetahuan memiliki kebenaran dan karakteristiknya sendiri yang sangat jelas, sehingga bisa menjadi ā€œalat ukurā€ untuk mengungkap berbagai kebohongan dan kebatilan yang telah dilontarkan oleh para pendusta. Begitu juga dengan tasawuf.

Kami kemukakan hal di atas, karena berkaitan dengan apa yang pernah kami dengar berkaitan dengan adanya bidā€™ah dlalalah (bidā€™ah yang sesat) yang telah meresap dalam sebagian hati orang-orang yang belum mendalami agama secara khusus dan tasawuf secara umum.

Bidā€™ah ini memandang bahwa seseorang yang telah sampai pada tingkatan maā€™rifat tertentu, ia dibebaskan dari kewajiban syariā€™at, sehingga ia boleh meninggalkan shalat, zakat, haji dan lain-lain yang telah menjadi kewajiban seorang muslim. Ironisnya, pandangan tersebut pertama kali dimunculkan oleh mereka yang menggeluti bidang hukum dan syariā€™at. Mereka mengaku bahwa dirinya telah sampai pada tingkat maā€™rifat tasawuf yang tertinggi dan sampai pada satu kondisi yang menurut anggapan mereka sudah tidak diwajibkan lagi menjalankan kewajiban syariā€™at.

Ketika saya melacak sumber “maā€™rifat” mereka, maka anda pasti akan sangat heran, karena sumber pengetahuan mereka tidak lain adalah ruh-ruh yang sengaja mereka hadirkan – yang menurut mereka – melalui perantaraan tubuh seseorang. Ruh-ruh tersebut memberikan informasi kepada mereka mengenai berbagai persoalan ghaib dan lain-lain.

Perbuatan bidā€™ah yang berupa ā€œmenghadirkan ruhā€ telah begitu tersebar dan populer di kalangan mereka. Kegiatan tersebut telah menjadi ā€œagamaā€ mereka. Dalam pandangan mereka, informasi yang diberikan ruh tersebut mengalahkan kedudukan al-Qurā€™an dan Sunnah.

Lebih ironis lagi, mereka justru mengaku sebagai pengamal ajaran tasawuf. Mereka menganggap diri mereka sebagai tokoh sufi, orang ā€˜arif dan orang yang memperoleh ilham. Bahkan ada yang sudah keterlaluan karena mengaku sebagai seorang wali. Ada juga yang mengaku sebagai seorang rasul. Bahkan ada yang berani mengaku bahwa dirinya adalah Isa (ā€˜alaihi salam), kemudian ada juga yang mengaku sebagai Nabi Muhammad Saw.

Yang lebih keterlaluan lagi, ada yang bahwa ā€œkemanusiaanā€ yang ada dalam dirinya telah lenyap dalam sekejap, kemudian mengaku kepada para pengikutnya bahwa ā€œTuhan telah menyatu dengan dirinyaā€. Semua pengakuan orang tersebut selalu diperkuat dan didukung oleh ruh yang dihadirkannya. Ruh tersebut selalu membenarkan apa yang dikatakan orang tersebut. Maha benar Allah SWT, karena Dia memberikan perumpamaan tentang orang yang berhubungan dengan jin dan berpaling dari jalan kebenaran.

ā€œDan ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahanā€ (QS. Al-Jin: 6).

Mungkin anda akan bertanya: ā€œApakah ada hubungan antara menghadirkan ruh dengan tasawuf?ā€ Jawaban ahli tasawuf tentang hal itu sangat jelas, bahwa antara menghadirkan ruh dengan tasawuf sama sekali tidak memiliki keterkaitan, justru sebaliknya, keduanya saling bertentangan. Para ahli tasawuf menganggap bahwa menghadirkan ruh termasuk perbuatan pembodohan, karena hal itu sama saja dengan bekerja sama dengan jin dan syaitan. Allah SWT berfirman tentang hal itu.

ā€œApakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendustaā€ (QS. Al-Syuā€™ara: 221-223).

Allah Swt juga berfirman: ā€œBarangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qurā€™an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjukā€ (QS. Al-Zuhruf: 36-37).

Tujuan tulisan kami di sini hanyalah untuk menjelaskan pandangan tasawuf tentang ā€œgugurnya kewajiban-kewajiban syariā€™atā€. Persoalan ini sering dianggap bukan sebagai sesuatu yang bidā€™ah (mengada-ada) oleh mereka yang mengaku sebagai orang sufi di era modern ini. Sesungguhnya, persoalan tersebut merupakan kesesatan yang telah ada sejak lama dan telah muncul di tengah-tengah masyarakat, kemudian dianggap sebagai salah satu dasar ajaran tasawuf. Suatu anggapan yang sangat keliru dan ditentang oleh tokoh-tokoh sufi yang sejati kapanpun dan di manapun mereka berada.

Yang pasti, jika ada beberapa problem atau permasalahan, maka yang menjadi rujukan dalam penyelesaiannya adalah mereka yang benar-benar menguasai bidang permasalahan tersebut. Oleh karena itu, ketika kami merujuk pada tokoh-tokoh tasawuf yang tidak lagi diragukan kredibilitasnya, baik mereka yang hidup di masa lalu maupun di era modern sekarang ini, semuanya sangat mengingkari dan menentang pendapat di atas. Mereka menganggap bahwa gagasan tentang ā€œgugurnya kewajiban syariā€™atā€ merupakan gagasan atau pendapat yang menyesatkan, penuh kebohongan dan tidak sejalan dengan ajaran agama secara umum. Kami akan membicarakan tentang pendapat sebagian ahli tasawuf klasik mengenai persoalan tersebut.

Syaikh Abu Yazid al-Busthami pernah berkata kepada salah seorang temannya: ā€œMarilah kita sama-sama melihat seorang lelaki yang mengaku dirinya sebagai seorang waliā€ – dan dia memang dikenal ke-zuhud-annya. Kemudian, ketika laki-laki tadi keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, dia membuang ludahnya ke arah kiblat. Melihat kejadian tersebut, Abu Yazid langsung bergegas meninggalkannya dan tidak memberi salam kepadanya, lalu beliau berkata: ā€œLaki-laki tadi tidak bisa mengamalkan akhlaq Rasulullah Saw, bagaimana mungkin pengakuannya (sebagai seorang wali) bisa dipercaya?ā€

Syaikh Abu Yazid al-Busthami juga pernah berkata: ā€œKalian jangan tertipu, jika kalian melihat seseorang yang memiliki karamah -meski dia bisa terbang di udara-, sampai kalian melihat bagaimana orang tersebut melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT, menjaga dirinya dari hudud (hukum pidana Allah SWT) dan bagaimana dia melaksanakan syariā€™at Allah SWT.ā€

Sahl al-Tustari mengatakan tentang pinsip-prinsip dasar tasawuf: ā€œDasar-dasar tasawuf itu adalah tujuh, yaitu berpegang teguh pada al-Qurā€™an; meneladani Sunnah Nabi Muhammad Saw; memakan makanan yang halal; menahan diri dari menyakiti (orang lain); menjauhi maksiat; senantiasa bertaubat; dan memenuhi segala yang telah menjadi kewajibannyaā€.

Imam Al-Junayd, seorang tokoh dan Imam para sufi, berkata – sebagaimana dikutip oleh al-Qusyairi: ā€œBarang siapa yang tidak menghafal al-Qurā€™an dan tidak menulis hadits, maka janganlah ia mengikuti jalan tasawuf ini, karena ilmu kami ini berasal dari dalil-dalil al-Qurā€™an dan sunnah.ā€ Beliau menambahkan: ā€œIlmu kami ini selalu diperkuat dengan hadits Rasulullah Sawā€. Beliau juga berkata: ā€œPada dasarnya jalan tasawuf itu tertutup bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang memilih jalan yang ditempuh Rasulullah Saw, mengikuti sunnahnya dan terus tetap berada di jalannya.ā€

Pernah ada seorang laki-laki yang menuturkan tentang maā€™rifat di hadapan Imam Al-Junayd dengan berkata: ā€œAhli maā€™rifat kepada Allah SWT akan sampai pada satu kondisi dimana ia bisa meninggalkan perbuatan baik apapun dan ber-taqarrub kepada Allah SWT”. Mendengar perkataan orang tersebut, Imam Al-Junayd berkata: ā€œItulah pendapat sekelompok orang yang menyatakan tentang ā€˜gugurnya amal perbuatanā€™, dan hal ini, menurutku, merupakan suatu kesalahan atau dosa yang sangat besar. Bahkan orang yang mencuri dan berzina masih lebih baik keadaannya daripada orang yang mengatakan pendapat tersebutā€.

Jika kita menengok pada Imam al-Ghazali, maka kita akan melihat bahwa beliau menyatakan pendapatnya dengan tegas, jelas dan kuat argumentasinya. ā€œKetahuilah, bahwa orang yang menempuh perjalanan menuju Allah SWT itu sangat sedikit jumlahnya, namun mereka yang mengaku-aku sangat banyak jumlahnya. Kami ingin anda mengetahui seorang salik yang sebenarnya, antara lain; semua amal perbuatannya yang bersifat ikhtiyari selalu selaras dengan aturan-aturan syariā€™at, baik keinginannya, aktualisasinya maupun performansinya. Karena tidak mungkin bisa menempuh jalan tasawuf, kecuali setelah ia benar-benar menjalankan syariā€™at. Tidak ada orang yang akan sampai (pada tujuan tasawuf), kecuali mereka yang selalu mengamalkan amalan-amalan sunah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seseorang yang meremehkan kewajiban-kewajiban syariā€™at bisa sampai (pada tujuan tasawuf tersebut)?ā€

Jika anda bertanya: ā€œApakah kedudukan salik akan sampai pada suatu tingkatan di mana ia boleh meninggalkan sebagian yang menjadi kewajiban syariā€™atnya dan atau melakukan sebagian perbuatan yang dilarang oleh syariā€™at, sebagaimana pendapat sebagian syaikh yang menggampangkan persoalan tersebut?ā€

Jawabanku: ā€œKetahuilah, bahwa pendapat tersebut merupakan bentuk tipuan dan kebohongan yang nyata, karena orang-orang sufi sejati mengatakan: “Jika engkau melihat seseorang yang dapat terbang di atas udara dan berjalan di atas air tetapi dia melakukan satu hal yang bertentangan dengan syariā€™at, maka ketahuilah bahwa dia adalah syaitan”.ā€

Selanjutnya, kita sampai pada pendapat Syaikh Abul Hasan al-Syadzili yang mengatakan: ā€œJika kasyf-mu bertentangan dengan al-Qurā€™an dan Sunnah, maka berpeganglah kepada al-Qurā€™an dan Sunnah dan abaikanlah kasyf-mu itu, lalu katakan pada dirimu sendiri; sesungguhnya Allah SWT telah memberikan jaminan tentang kebenaran al-Qurā€™an dan Sunnah kepadaku, tetapi Allah SWT tidak memberikan jaminan kepadaku tentang kebenaran kasyf, ilham dan musyahadah kecuali setelah dikonfirmasikan dengan al-Qurā€™an dan Sunnahā€.

Orang-orang sufi mengikuti semua petunjuk yang berupa nash al-Qurā€™an dan Sunnah, baik Sunnah qauliyah (perkataan Nabi) maupun Sunnah ā€˜amaliyah (perbuatan Nabi). Mereka pasti sangat menyadari akan kebenaran sejarah bahwa Rasulullah Saw adalah contoh ideal dalam segala hal hingga akhir hayatnya.

Itulah beberapa pendapat dari kalangan sufi klasik. Sebagai penutup, kami kutipkan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw. Beliau pernah ditanya tentang sekelompok orang yang meninggalkan amal perbuatan atau kewajiban agama, tetapi mereka ber husnudzan (berprasangka baik) kepada Allah SWT. Rasulullah Saw menjawab: ā€œMereka itu bohong, kalau mereka itu berprasangka baik, tentu baik pula amal perbuatan merekaā€. * Syaikh Abdul Halim Mahmud (Mantan Rektor al-Azhar Mesir)

Mulai Perjalanan

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Bacaan Lainnya

Rekomendasi

Di sejumlah pesantren salafiyah, buku ini (Tanwir al-Qulub) biasanya dipelajari bersamaan dengan kitab-kitab fikih. Yang sedikit membedakan, kitab ini ditulis oleh seorang pelaku tarekat sekaligus mursyid dari tarekat Naqsyabandiyah.

Sabilus Salikin

Sabilus Salikin atau Jalan Para Salik ini disusun oleh santri-santri KH. Munawir Kertosono Nganjuk dan KH. Sholeh Bahruddin Sengonagung Purwosari Pasuruan.
All articles loaded
No more articles to load

Sabilus Salikin

Sabilus Salikin atau Jalan Para Salik ini disusun oleh santri-santri KH. Munawir Kertosono Nganjuk dan KH. Sholeh Bahruddin Sengonagung Purwosari Pasuruan.
All articles loaded
No more articles to load

Tingkatan Alam Menurut Para Sufi

“Tingkatan Alam Menurut Para Sufi” ŁŁŽŲ„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ų³ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŁŠŁ’ŲŖŁŁ‡ŁŪ„ ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁŽŲ®Ł’ŲŖŁ ŁŁŁŠŁ‡Ł Ł…ŁŁ†Ł’ Ų±Ł‘ŁŁˆŲ­ŁŁ‰ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ¹ŁŁˆŲ§ Ł„ŁŽŁ‡ŁŪ„ Ų³Ł°Ų¬ŁŲÆŁŁŠŁ†ŁŽ “Maka…

Islam, Iman dan Ihsan

Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų¹ŁŁ…ŁŽŲ±ŁŽ Ų±ŁŽŲ¶ŁŁŠŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł Ų£ŁŽŁŠŁ’Ų¶Ų§Ł‹ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ : ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ł†ŁŽŲ­Ł’Ł†Ł Ų¬ŁŁ„ŁŁˆŁ’Ų³ŁŒ Ų¹ŁŁ†Ł’ŲÆŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŲµŁŽŁ„ŁŽŁ‘Ł‰…

Hidup Ini Terlalu Singkat

Postingan yg indah dari Bunda Amanah: Bismillahirrahmanirrahim. “Hidup ini Terlalu Singkat” Oleh: Siti Amanah Hidup…
All articles loaded
No more articles to load

Mengenal Yang Mulia Ayahanda Guru

Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin al-Khalidi qs.

Silsilah Kemursyidan

Dokumentasi

Download Capita Selecta

Isra' Mi'raj (Rajab)

26 Jan - 05 Feb

Ramadhan

30 Mar - 09 Apr

Hari Guru & Idul Adha

20 Jun - 30 Jun

Muharam

27 Jul - 06 Ags

Maulid Nabi

28 Sep - 08 Okt

Rutin

30 Nov - 10 Des

14. OrangĀ² Khashah (Istimewa)

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 14: “OrangĀ² Khashah (Istimewa)” ŁˆŲµŲ§Ų­ŲØ Ų­Ł‚ŁŠŁ‚Ų© ŲŗŲ§ŲØ Ų¹Ł†…
All articles loaded
No more articles to load

14. OrangĀ² Khashah (Istimewa)

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 14: “OrangĀ² Khashah (Istimewa)” ŁˆŲµŲ§Ų­ŲØ Ų­Ł‚ŁŠŁ‚Ų© ŲŗŲ§ŲØ Ų¹Ł†…
All articles loaded
No more articles to load
All articles loaded
No more articles to load

Kontak Person

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Abangda Teguh

Kediri, Jawa Timur

Abangda Tomas

Pangkalan BunĀ 

Abangda Vici

Kediri, Jawa Timur

WhatsApp
Facebook
Telegram
Twitter
Email
Print