Seseorang tidak akan sampai kepada pengetahuan tentang hal-hal prinsip (ushul) dan pencerahan hati untuk dapat musyahadah dengan Sang Kekasih tanpa melalui khalwat, khususnya bagi orang yang hendak membimbing hamba-hamba Allah kepada tujuan. Nabi saw. dulu berkhalwat di Gua Hira hingga datang perintah untuk berdakwah, sebagaimana dijelaskan dalam Shahih al-Bukhari.
Lama khalwat minimal tiga hari tiga malam. Tahap berikutnya adalah tujuh hari tujuh malam, kemudian sebulan. Ini sesuai dengan Nabi saw. Dan yang paling sempurna bagi orang yang menghendaki pembiasaan perilaku spiritual (sair) dan penempuhan jalan ruhani (suluk) ialah empat puluh hari, diambil dari jumlah total hari-hari tersebut, Yakni 3+7+30=40. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengikhlaskan empat puluh subuhnya karena Allah, maka sumber-sumber hikmah akan memancar dari hatinya dan muncul melalui lisannya [diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad di dalam az-Zuhd. Diriwayatkan pula oleh Ibn ‘Adi]. Jadi sungguh keliru orang yang beranggapan bahwa khalwat itu hal baru yang diada-adakan (biďah) dan tidak ada dasar yang jelas dalam hukum syara’.
Bagi orang yang hendak melakukan khalwat diharuskan memenuhi dua puluh syarat, yaitu:
- Berniat tulus ikhlas, yaitu dengan cara memutuskan segala materi riya’ dan sum’ah, lahir batin.
- Meminta izin dan doa dari syaikh. Janganlah berkhalwat tanpa seizin Syaikh selama masih berada dalam masa pendidikan.
- Sebelum memulai khalwat, si murid harus terlebih dahulu melakukan ‘uzlah (pengasingan diri), membiasakan diri berjaga (tidak tidur), melatih diri dalam lapar dan berzikir. Sehingga jiwanya terbiasa dengan hal-hal tersebut sebelum memasuki khalwat.
- Memasuki tempat khalwat dengan kaki kanan sambil meminta perlindungan kepada Allah dari godaan-godaan setan (dengan cara membaca ta’awwudz) dan membaca basmallah. Lalu membaca Surah an-Nas sebanyak tiga kali. Kemudian melangkahkan kaki kiri sambil berucap: Allahumma waliyyi fid-dunya wal-akhirah kun li kama kunta lisayyidina muhammadin shallallah ‘alaihi wa sallam warzuqni mahabbataka, allahummarzuqni hubbaka wasyghilni bi jamalika waj’alni minalmukhlishin, allahummamhu nafsi bi hadzbati dzatika ya anis man la anisa lahu. Rabbi la tadzarni fardan wa anta khairul-waritsin. [Artinya: Ya Allah penolongku di dunia dan akhirat. Jadilah Engkau bagiku sebagaimana Engkau bagi Nabi Muhammad saw. dan beri aku rezeki kecintaan kepada-Mu. Ya Allah beri aku rezeki cinta-Mu dan sibukkanlah aku dengan keindahan-Mu. Jadikanlah aku bagian dari mereka yang berpredikat ikhlash. Ya Allah, hapuskanlah jiwaku dengan keterpikatan-keterpikatan kepada Dzat-Mu, Wahai Dzat Yang Mahalembut nan Pengasih. Ya Rabb, jangan telantarkan aku sendirian, Engkau sungguh pemberi warisan terbaik.]. Setelah itu dia berdiri di mushalla dan membaca doa berikut sebanyak dua puluh satu kali: inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas-samawati wal ardhi hanifan wa ma ana minal-musyrikin. [Artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku dengan lurus kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi, sedang aku tidak termasuk orang-orang yang mempersekutukan.]. Setelah itu kemudian shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama membaca al-Fatihah dan ayat al-kursi. Pada rakaat kedua dibaca al-Fatihah dan dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah, yaitu ayat 285-286. Setelah membaca salam, bacalah Ya Fattah sebanyak 500 kali. Kemudian sibuklah dengan zikir yang diajarkan oleh syaikh.
- Terus-menerus dalam keadaan suci dari hadats (bila batal segera wudhu).
- Tidak mengaitkan perhatian dan semangatnya pada karamah.
- Tidak menyandarkan tubuh ke dinding.
- Terus menerus membayangkan kehadiran syaikh di hadapannya.
- Berpuasa selama khalwat.
- Diam, tidak berkata-kata selain dengan zikir kepada Allah (zikrullah) Sebab, berkata-kata selain dengan zikir selama khalwat bisa menyianyiakan khalwat dan melenyapkan cahaya hati.
- Selalu waspada terhadap musuh yang empat, yaitu setan, dunia, keinginan (hawa) dan nafsu, dengan cara melaporkan segala hal spiritual yang dilihatnya kepada syaikh.
- Menjauhi suara-suara yang indah.
- Menjaga shalat Jumat dan shalat berjama’ah, karena tujuan terbesar dari khalwat adalah mengikuti Nabi saw.
- Bila dia terpaksa harus keluar dari tempat khalwatnya, dia harus menundukkan kepalanya ke arah lutut dan mengarahkan pandangannya ke tanah.
- Tidak tidur kecuali karena tersaput kantuk yang tak tertahankan, itu pun harus dalam keadaan suci dari hadats. Jangan tidur dengan tujuan mengistirahkan badan. Bahkan jika mampu, hendaklah tidak membaringkan tubuh di lantai. Kalaupun terpaksa tidur, tidurlah sambil duduk.
- Menjaga kondisi pertengahan antara kenyang dan lapar.
- Tidak membukakan pintu kepada orang yang ingin meminta berkah padanya. Dia hanya boleh membukakan pintu bagi syaikhnya.
- Memandang bahwa setiap nikmat yang diperolehnya itu berasal dari syaikhnya, dan syaikhnya menerimanya dari Nabi Muhammad saw.
- Menghilangkan berbagai bisikan hati, entah bisikan yang baik maupun yang buruk, karena bisikan-bisikan itu akan memecah belah hati dari keutuhan yang telah diraih melalui dzikir.
- Senantiasa berzikir dengan cara-cara yang diperintahkan oleh gurunya sampai saat sang syaikh menyuruhnya keluar dari tempat khalwat.[]