Selain meyakini akan terjadinya Kiamat, kita juga wajib yakin bahwa Allah akan membangkitkan semua hamba-Nya dan menggiring mereka ke sebuah tempat yang datar (mahsyar) untuk memutuskan amal mereka. Keterangan ini berdasarkan Alqur’an, hadis dan kesepakatan ulama salaf. Pembangkitan merupakan hal mumkin yang telah diberitakan syara’. Barangsiapa mengingkarinya, maka dia kafir.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya hari kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya, dan bahwasannya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” [QS. al-Hajj 22:7]
Allah Ta’ala juga berfirman, “…ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh ?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” [QS. Yasin 36:78-79]
Allah Ta’ala berfirman, “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kami lah yang akan melaksanakannya.” [QS. Anbiya’ 21:104]
Al-Ba’ts (bangkit) maksudnya adalah Allah Ta’ala menghidupkan orang yang sudah mati dan mengeluarkannya dari kubur setelah Allah mengumpulkan bagian-bagiannya yang asli (sosok utuh di awal penciptaan). Yakni, bagian-bagian dari keutuhan yang dengannya dia mengada dari awal sampai akhir usia, walaupun bagian-bagian itu ada yang terpisah sebelum dia mati.
Al-Hasyr maksudnya adalah Allah menggiring semua makhluk menuju suatu tempat (mahsyar) perhentian—tanah datar yang padanya tidak ada pembangkangan terhadap Allah Ta’ala—untuk menerima putusan pengadilan. Tidak ada perbedaan antara makhluk yang diberi balasan (yakni malaikat, manusia atau jin) dan makhluk yang tidak diberi balasan (seperti hewan ternak dan binatang buas).
Ketahuilah bahwa yang dibangkitkan dan digiring itu adalah badan lahir duniawi (badan asli yang menjadi sosoknya saat di dunia), bukan bayangannya (yang serupa aslinya). Jika tidak, maka yang mendapat pahala dan siksa itu bukan yang taat atau yang bermaksiat saat di dunia, dan hal ini adalah batil.
CATATAN
1. Orang yang paling awal dibangkitkan dan digiring menuju mahsyar adalah Sayyidina Muhammad saw., sebagaimana beliau juga adalah orang yang paling awal masuk ke surga.
2. Keadaan makhluk yang digiring ke mahsyar itu bermacam-macam. Ada yang naik kendaraan (hewan), yaitu orang yang bertakwa. Ada yang berjalan kaki, yaitu orang mukmin yang sedikit amal baiknya. Ada yang berjalan dengan mukanya, yaitu orang kafir.
Hal lain yang wajib diyakini setiap mukallaf adalah al-hisab (perhitungan). Allah Ta’ala akan mengadili hamba-hamba-Nya atas amal-amal mereka secara rinci, amal baik dan amal buruk, perkataan dan perbuatan, setelah mereka menerimam buku catatan amal. Hisab ini diberlakukan bagi semua mukmin dan kafir dari kalangan manusia dan jin, selain mereka yang dikecualikan.
Di dalam satu hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah memberikan janji kepadaku bahwa Dia akan memasukkan tujuh puluh ribu orang umatku ke dalam surga. Bersama tiap seribu orang dari yang tujuh puluh ribu itu disertakan pula tujuh puluh ribu orang lainnya dan tiga hatsayat Tuhanku. Tidak ada hisab dan siksa bagi mereka” (HR. At-Tırmidzi dan İbnu Hibban di dalam Shamh-nya)
Hatsayat artinya gelombang. Maksudnya, Allah memberikan janji kepadaku dengan jumlah bilangan yang tidak terhitung. Mereka masuk surga tanpa hisab dan siksa.
Adanya hisab ini telah ditegaskan di dalam Alqur’an, hadis dan ijma’ kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [QS. al-Baqarah 2:202]
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” [QS. al-Ghasyiyah 88:25-26]
‘Umar ibn al-Khaththab r.a. berkata, “Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung.”
Di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, semua hak akan dikembalikan kepada pemiliknya…”
Barangsiapa tidak percaya adanya hisab atau meragukannya, dia sungguh kafir. Saat hisab Allah Ta’ala memberi perhitungan terhadap hamba-hamba-Nya atas amal-amal mereka saat di dunia, dan hal itu terjadi sebelum mereka beranjak dari mahsyar. Allah berbicara kepada mereka tentang kenyataan diri mereka dan balasan yang harus mereka terima, pahala atau siksa. Allah berbicara langsung kepada mereka dengan menyingkapkan hijab yang menutupi mereka dan memampukan mereka mendengar kalam-Nya yang qadim atau mendengar suara— yang menunjukkan kalam-Nya yang qadim—yang Dia ciptakan pada setiap telinga mukallaf. Allah Ta’ala berfirman, “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” [QS. al-Hijr 15:92-93]
Di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan dari ‘Adi ibn Hatim bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang akan ditanyai langsung oleh Tuhannya jika tidak ada penerjemah antara dia dan Tuhannya. Karena itu, peliharalah dirimu dari neraka, meski hanya dengan sebiji korma.”
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa saat hisab, orang kafir mengingkari keburukan mereka, namun kemudian anggota tubuh mereka memberikan kesaksian atas semuanya.
CATATAN
1. Proses hisab yang dialami hamba bermacam-macam. Ada yang ringan, ada yang susah, ada yang terang-terangan, ada yang tersamar dan ada yang dipermudah, berdasarkan nilai amalnya masing-masing. Allah Ta’ala mengampuni orang yang dikehendaki-Nya dan menyiksa orang yang dikehendaki-Nya. Umat yang pertama kali di hisab adalah umat Muhammad.
2. Hikmahnya adalah menampakkan keragaman derajat kesempurnaan dan kebusukan orang-orang yang kurang amal.
Hal lain yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf adalah kenyataan bahwa setiap umat akan diberi lembaran catatan amal. Yakni catatan amalnya selama di dunia yang ditulis oleh malaikat. Orang yang beriman akan menerimanya dengan tangan kanan, sedangkan orang kafir akan menerimanya dengan tangan kiri. Kenyataan ini telah ditegaskan di dalam Alqur’an, hadis dan ijma’ ulama ahli hak.
Dalil Alqur’an tentang hal ini adalah firman Allah Ta’ala, “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku ” [QS. al-Haqqah 69:19-20] dan firman Allah Ta’ala, “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku, Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.” [QS. al-Haqqah 69:25-27]
Kelompok yang pertama berkata dengan gembira kepada mereka yang ada di padang mahsyar, “Ambillah dan bacalah kitabku. Aku tahu bahwa aku akan mendapatkan perhitungannya. ” Sedangkan kelompok yang kedua, ketika melihat akibat buruk yang akan mereka terima, berkata, “O alangkah baiknya jika tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Andai saja semuanya terputus dengan kematian dan aku tidak dibangkitkan setelahnya.”
Allah Ta’ala berfirman, “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya. Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya yang sama-sama beriman dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak, ‘Celakalah aku!’ dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” [QS. al-Insyiqaq 87:7-12]
Orang kafir mengambil kitab dengan tangan kirinya dari belakang punggung karena tangan kanannya terbelenggu di leher. la mengulurkan tangan kirinya ke belakang punggungnya untuk menerima catatan amalnya.
Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.” [QS. al-Isra’ 17:13]
CATATAN
1. Setiap manusia mengambil kitabnya, kecuali para nabi, para malaikat dan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab yang dipimpin oleh Abu Bakr ash-Shiddiq r.a.
2. Apabila seorang hamba meninggal dunia, buku catatan amalnya disimpan di dalam lemari di bawah ‘Arsy. Kelak setelah semua manusia berkumpul di mahsyar, Allah mengutus angin yang akan membawa terbang buku catatan amal mereka dari lemari itu sampai bergantung di leher mereka masing-masing tanpa keliru. Kemudian malaikat memanggil dan mengambil buku catatan dari leher mereka, lalu memberikannya pada tangan mereka. Ketika menerima buku catatan masing-masing, yang mukmin akan mendapati huruf-huruf catatan amalnya ada yang terang dan ada yang gelap, sesuai amalnya. Sedangkan si kafir akan mendapati huruf-huruf catatan amalnya hitam semua. Kemudian dikatakan kepada mereka, “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” [QS. al-Isra’ 17:14]
Wajah orang mukmin akan bersinar saat membaca catatan amalnya, sedangkan wajah si kafir akan menghitam muram. Allah Ta’ala berfirman, “…pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.” [QS. Ali ‘Imran 3:106]
3. Setiap orang akan membaca kitabnya dengan jelas, walaupun saat di dunia dia tidak dapat membaca.
Kita harus yakin bahwa amal buruk akan dibalas setara dengan keburukannya. Sedangkan balasan amal kebaikan akan dilipatgandakan, berdasarkan firman Allah Ta’ala di dalam Alqur’an, “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” [QS. al-An’am 6:160]. Hal ini semata-mata merupakan anugerah dan kemurahan dari Allah Ta’ala.
Pelipatgandaan pahala amal kebaikan beragam tingkatnya. Pertama, pahala dilipatgandakan hingga sepuluh kali. Ini untuk amal badan seperti berzikir. Dalilnya adalah ayat di atas dan hadis Nabi saw., “Barangsiapa membaca satu huruf saja dari Alqur’an, maka baginya satu kebaikan, dan balasan satu kebaikan itu adalah sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” Hadis ini diriwayatkan oleh at-Timidzi, dan dia mengatakan bahwa hadis ini hasan shahih.
Kedua, pahala dilipatgandakan hingga lima belas kali lipat. Di dalam hadis disebutkan, “Berpuasalah dua hari, maka bagimu pahala hari-hari berikutnya [yakni, hari-hari dalam satu bulan itu].” Dengan puasa dua hari di awal bulan, seorang hamba bisa mendapatkan pahala puasa satu bulan. Yakni, pahalanya lima belas kali lipat.
Ketiga, pahala dilipatgandakan hingga tiga puluh kali. Di dalam hadis disebutkan, “Berpuasalah satu hari, maka bagimu pahala hari-hari berikutnya.” Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Muslim. Satu kebaikan dibalas tiga puluh kali lipat.
Keempat, pahala dilipatgandakan hingga lima puluh kali. Di dalam hadis disebutkan, “Barangsiapa membaca Alqur’an dan dia meng-i’rab-nya, maka baginya lima puluh kebaikan atas setiap hurufnya.” Yang dimaksud meng-i’rab adalah mengetahui makna-makna lafadznya, bukan kebalikan dari lahn (cadel). Sebab membaca Alqur’an dengan lahn dianggap bukan membaca, tidak pula akan mendapat pahala.
Kelima, pahala dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali. Yakni pahala menafkahkan harta benda di jalan Allah. Allah Ta’ala berfirman’ “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS. al-Baqarah 2:261]
Keenam, pahala dilipatgandakan sampai tak terhingga, yaitu pahala amalan hati seperti sabar. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [QS. az-Zumar 39:10]
Perlu diketahui bahwa keragaman tingkat pelipatangandaan pahala amal kebaikan itu disesuaikan dengan kadar keikhlasan dan niat. Ini sudah jelas.