Islam adalah al-imtitsal wal-inqiyad (merealisasaikan dan tunduk patuh) pada semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., yang telah diketahui dari agama secara pasti. Yang dimaksud dengan al-imtitsal adalah pengakuan dan pernyataan lisan akan kebenaran semua yang disampaikan Nabi Muhammad saw., meliputi tetapnya keesaan Allah Ta’ala dan kerasulan Muhammad saw. Pengakuan dan pernyataan lisan ini bisa dicapai (dianggap cukup) dengan mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Jadi, dalam kondisi apa pun, inti Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Tetapi Islam akan menyelamatkan hanya jika diikuti dengan kepatuhan hati yang merupakan bagian dari iman. Maka ketahuilah bahwa islam yang menyelamatkan dan iman adalah dua hal yang saling berkaitan erat (tak terpisahkan).
Ikrar keislaman memiliki syarat yang jika tidak dipenuhi, keislamannya tidak diterima. Syarat itu adalah an-nafyi (penafian) dan al-itsbat (pengukuhan/penetapan). Dalam ikrar keislaman, seseorang dianggap tidak cukup islam bila hanya berucap, “Allah itu esa dan Muhammad adalah rasul-Nya.” Ini pendapat kebanyakan ulama, di antaranya para ulama Syafi’iyyah. Ada memang pendapat yang tidak mensyaratkan nafyi dan itsbat, yang penting pernyataan yang menunjukkan pengakuan akan keesaan Allah Ta’ala dan kerasulan Muhammad saw., dan ini pendapat yang dipegang oleh mazhab Maliki.
Menurut pendapat yang pertama, selain disyaratkan adanya nafyi dan itsbat, ikrar keislaman juga memiliki syarat sah lainnya. Di antaranya adalah menyertakan kata asyhadu (aku bersaksi) dan memahami makna ucapan yang dipersaksikannya, yakni dengan mengucapkan asyhadu al-la ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar-rasulullah disertai pemahaman maknanya, meski hanya makna umumnya saja. Karena itu, bila seorang non Arab di-talqin mengucapkan dua kalimah syahadat dalam bahasa Arab, lalu dia mengucapkannya tanpa memahami maknanya, keislamannya belum bisa diterima.
Syarat lainnya adalah tertib. Pengucapan dua kalimah syahadat harus berurut secara tertib. Yakni, asyhadu al-la ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar-rasulullah. Jika pengucapannya dibalik menjadi asyhadu anna muhammadar-rasulullah wa asyhadu al-la ilaha illallah, maka ikrar keislamannya tidak sah. Ini menurut pendapat yang paling kuat.
Selain menyertakan kata asyhadu, memahami maknanya dan tertib dalam pengucapannya, pengucapan dua kalimah syahadat sebagai ikrar keislaman juga harus beruntun. Apabila pengucapan kalimat syahadat yang kedua (asyhadu anna muhammadar-rasulullah) sampai terpaut dari syahadat yang pertama dalam jeda yang lama, maka keislamannya dianggap tidak sah, menurut pendapat yang paling kuat.
Syarat lainnya adalah baligh dan berakal. Ikrar syahadat keislaman seseorang yang belum baligh atau tidak berakal dianggap tidak sah. Statusnya hanya ikut-ikutan. Selain itu, orang yang melakukan ikrar disyaratkan untuk tidak menampakkan hal yang menafikan kesaksiannya. Ikrar tidak sah dilakukan oleh seseorang yang sedang bersujud kepada berhala.
Ikrar keislaman juga harus berdasarkan kemauan sendiri. Tidak sah ikrar keislaman orang yang dipaksa. Kecuali bila dia kafir harbi atau orang yang murtad. Itu pun dengan syarat dia harus mengakui kembali apa yang sempat dingkarinya dan kembali dari kesesatannya.