Umat Islam sepakat bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya merupakan fardhu ‘ain (kewajiban bagi setiap individu). Allah Ta’ala berfirman, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” [QS. al-Baqarah 2:165]. Allah Ta’ala berfirman, “Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” [QS. al-Maāidah 5:54]. Allah Ta’ala juga berfirman, “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” [QS. Ali-Imran 3:31]
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa pun kalian tidak dikatakan beriman (sempurna) sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada keluarganya, hartanya, dan semua manusia.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Shahih-nya]
Cinta (mahabbah) adalah kecenderungan tabiat kepada sesuatu karena sesuatu itu dianggap lezat oleh si pecinta. Bila kecenderungannya kuat, dinamai curahan hati (shababah) sebab hati tercurah padanya secara total. Bila kecenderungannya lebih kuat lagi, disebut cinta membara (gharam), karena cintanya mengharuskan hati seperti orang yang berhutang. Bila lebih kuat lagi, disebut cinta yang meluap-luap (‘isyqun). Bila lebih kuat lagi dinamai cinta yang mendalam (syaghaf), karena cintanya sampai menusuk ke bagian dalam hati. Bila lebih kuat lagi, disebut cinta sempurna (tatim) atau penghambaan, karena si pecintanya menjadi hamba bagi yang dicintainya. Dia menjadi orang yang diuji, diperintah, berpiutang, dipenjara dan tidak memiliki keputusan. Dan dia tidak lagi bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya.
Hakikat cinta kepada Allah tidak dapat dicapai hamba sebelum hatinya bersih dan selamat dari berbagai kotoran jiwa. Bila cinta kepada Allah telah menetap dalam hati, maka cinta pada yang lain akan keluar, sebab cinta itu bersifat membakar, menghanguskan segala sesuatu yang bukan jenisnya.
Tanda cinta kepada Allah ialah memenggal semua hasrat terhadap dunia dan akhirat. Yahya ibn Mu’adz berkata, “Kesabaran para pecinta Allah lebih hebat daripada kesabaran para zahid. Aku heran kepada orang yang mengaku mencintai Allah namun tidak menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah tetapi tidak menjauhi syahwatnya, dia sungguh pendusta. Begitu juga orang yang mengaku cinta kepada surga tetapi tidak menginfakkan sebagian harta miliknya, dia sungguh pendusta.”
Rabi’ah al-‘Adawiyah berkata,
Engkau mendurhakai Tuhan sambil menampakkan kecintaan kepada-Nya
demi usiaku, ini sungguh analogi mengherankan
Seandainya cintamu sejati, engkau tentu akan menaati-Nya
karena si pecinta senantiasa menaati dia yang dicintainya
Seorang syaikh sufi berkata, “Lahiriah cinta adalah ridha kepada yang dicintai. Sedang batin cinta adalah memberikan hati kepada yang sang kekasih hingga tak tersisa sedikitpun bagi yang lain.”
Dalam bait-bait syairnya, seorang sufi mengungkapkan:
Semoga Engkau senantiasa manis, walau hidup terasa pahit
Semoga Engkau senantiasa ridha, walau manusia berjiwa sulit
Semoga yang ada antara aku dan Engkau kemakmuran
dan yang ada antara aku dan semesta alam kehancuran
Andai kasih cinta darimu sejati, semuanya terasa rendah
Dan semua yang ada di atas tanah adalah jua tanah.ā
Ulama sufi lainnya berkata,
Demi hak cinta, hai ahli cintaku, pahamilah
Lisan wujudku dalam wujud sungguh menakjubkan
Haram bagi hati yang dipersembahkan untuk cinta
Ada bagian untuk yang selain Allah
Ulama sufi lainnya berkata,
Aku mencintai-Mu bukan karena mengharap surga
Bukan jua takut neraka, sebab Engkaulah yang menjadi tujuan
Bila engkau memang maula bagiku, maka surga mana
dan neraka mana yang kau takuti dan kau kehendaki
Sahal ibn ‘Abdullah berkata, āTiada satu hari pun berlalu tanpa Yang Mahaagung nan Mahasuci berseru, ‘Wahai hamba-Ku, apa yang engkau perbuat kepada-Ku? Aku mengingatmu, tetapi engkau malah melupakan Aku. Aku menyerumu kepada-Ku, tetapi engkau malah pergi kepada selain Aku. Aku lenyapkan darimu banyak malapetaka, tetapi engkau malah berdiam diri dalam dosa. Wahai anak Adam, apa yang akan kau katakan esok saat engkau datang kepada-Ku?ā
Seorang ‘arif bercerita tentang Allah Ta’ala bahwa Dia berfirman “Wahai hamba-Ku, Aku telah menciptakan segala sesuatu untukmu, dan Aku telah menciptakan dirimu untuk-Ku. Lalu engkau sibuk dengan hal-hal yang Aku ciptakan untukmu hingga lupa pada-Ku. Wahai hamba-Ku, jika engkau sibuk dengan nikmat hingga lupa pada Sang Pemberi nikmat, dan engkau sibuk dengan pemberian hingga lupa pada Sang Pemberi, engkau tidak akan bisa mensyukuri nikmat itu, tidak pula bisa menjaga larangan Pemberinya. Setiap nikmat yang membuat engkau lupa dari-Ku, sungguh ia merupakan niqmah (siksa), dan semua pemberian yang membuat engkau lalai dari-Ku, sungguh ia merupakan petaka.” Dalam syair dijelaskan,
Jadikanlah ketaatan kepada Tuhan sebagai jalan
Kau akan sukses meraih surga dan engkau selamat
Tinggalkanlah perbuatan dosa dan keji tanpa kecuali
Maka Allah akan memberimu semua yang kau tuju dan kau harap
Ketahuilah bahwa orang-orang yang mencintai Allah (al-muhibbin) terbagi tiga kelompok, yaitu ‘awam (umum), khawash (khusus) dan khawash al-khawash (elit). Kecintaan kelompok awam kepada Allah itu lebih tertuju pada keberlimpahan anugerah dan kebaikan-Nya. Sedangkan kecintaan kelompok khawash kepada-Nya, murni (terbebas) dari segala ketercelaan. Adapun kecintaan kelompok khawash al-khawash merupakan ungkapan tentang luapan cinta (al-‘isyq) ketika orang yang jatuh cinta sirna di hadapan cahaya kekasihnya. Apabila sang kekasih tahu kesejatian cinta orang yang jatuh cinta kepadanya, maka hijab di antara keduanya akan lenyap. Lalu orang yang jatuh cinta akan melihat segala rahasia sang kekasih. Baginya akan tersingkap ilmu yang tersembunyi dan segala rahasia yang tinggi. Seperti dilukiskan dalam syair,
Di antara para pecinta ada rahasia
tak ada tulisan yang sanggup menggambarkannya
Juga tak ada pena yang dapat bercerita tentangnya
Neraka bandingannya, keramahan campurannya
Cahaya memberi tahu sebagian yang ada padanya
Rinduku padanya hingga ku tak mau penggantinya
Inilah rahasia tersembunyi yang menyelamatkannya
Dalam syair disebutkan,
Wahai Sang Pencipta, wahai yang tiada sekutu bagi-Nya
Sungguh bahagia orang yang hidup di tengah manusia tetapi mencintai-Mu
Aku heran pada orang yang melihat satu sisi kelembutan-Mu
bagaimana dia lupa kepada-Mu, ya Rabb
Demi Allah, ruhku tak bisa bergembira, tak bersuka cita, tak pula bisa bertahan
selain dengan zikir kepada-Mu sepanjang masa
Bagaimana ruh orang-orang ‘arif bisa merasa senang gembira
Sedang gembira mereka hanya bila bertemu dengan-Mu
Syair lainnya mengungkapkan,
Bagaimana bisa bagi si ‘asyiq masih tersisa dosa
sementara dosa-dosa mencair karena pembakaran dalam dada
Bagaimana bisa si pecinta lupa mengingat sang kekasih
sementara nama sang kekasih tertanam di hatinya
Di dalam satu riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. berkata kepada Malaikat Maut saat Malaikat Maut hendak mencabut ruhnya, ‘Apakah engkau pernah melihat seorang kekasih mematikan kekasihnya?” Lalu Allah Ta’ala menyampaikan wahyu sebagai jawaban kepadanya, “Apakah engkau pernah melihat seorang pecinta enggan bertemu kekasihnya?” Maka Nabi Ibrahim pun berkata seketika, “Wahai Malaikat maut, cabutlah ruhku sekarang juga!”
‘Abdul Bari pernah bercerita, “Suatu hari, aku pergi bersama saudaraku, Dzun-Nun. Pada saat itu tiba-tiba kami berada di tengah kerumunan anak-anak yang sedang melempari seseorang dengan batu. Dzun-Nun bertanya kepada mereka, ‘Saudaraku, apa yang kalian lakukan kepadanya?’ Mereka menjawab, ‘Dia itu orang gila, sebab dia mengira sedang melihat Allah Ta’ala.’ Kemudian kami mendekati orang itu. Ternyata dia seorang pemuda tampan, dan di wajahnya tampak jelas tanda-tanda orang ‘arif. Maka kami pun mengucapkan salam kepadanya dan berkata, ‘Mereka mengatakan bahwa engkau mengaku telah melihat Allah Ta’ala.’ Pemuda itu berkata, ‘Menjauhlah dariku, wahai pahlawan! Jika aku sampai lenyap dari-Nya sekejap saja, saat ini juga aku mati.’ Lalu dia bersenandung:
Sang kekasih mencari ridha dari kekasihnya
Sang kekasih mengharap-harap perjumpaan dengan kekasihnya
Dengan mata hati dia selalu memandanginya
Sebab hati mengenal Tuhan dan melihat-Nya
Kekasih ridha sang kekasih ada di dekatnya
Bukan menjauh, lalu siapa yang menginginkan selain dia
“Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau gila?’ dia menjawab, ‘Menurut penduduk bumi, ya. Sedang menurut penduduk langit, tidak.’ Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana keadaan-Mu bersama Tuhan?’ dia menjawab, ‘Sejak aku mengenal-Nya, aku tidak pernah lagi menjauh dari-Nya.’ Aku bertanya lagi, ‘Sejak kapan engkau mengenal-Nya?’ Dia menjawab, ‘Sejak namaku dicantumkan dalam dewan orang-orang gila.'”
Di dalam khabar Nabi Dawud a.s. diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala berfirman kepadanya, “Wahai Dawud, sampaikan kepada penduduk bumi bahwa Aku adalah kekasih orang-orang yang mencintai-Ku; Aku adalah teman duduk bagi orang-orang yang duduk bersama-Ku; Aku penghibur bagi orang-orang yang merasa terhibur dengan mengingatKu; Aku penyerta bagi orang-orang yang menyertai-Ku, Aku pilihan bagi orang-orang yang memilih-Ku; Aku taat kepada orang-orang yang menaati-Ku. Tidaklah hamba mencintai Aku dan Aku tahu cintanya itu sungguh sejati dari hatinya, melainkan Aku terima cintanya untuk-Ku, dan Aku pun akan mencintainya dengan cinta yang tak pernah diberikan oleh seorang pun dari makhluk-Ku. Barangsiapa mencari-Ku dengan sungguh, Dia akan mendapati-Ku. Barangsiapa mencari selain Aku, dia tidak akan mendapati-Ku. Wahai penduduk bumi, tolaklah semua tipuan dunia yang ada padamu. Lalu kemarilah, datanglah pada kemuliaan dan persahabatan dengan-Ku. Tunduklah kepada-Ku, pasti Aku akan santun dan lekas mencintaimu. Sesungguhnya Aku telah menciptakan tanah kekasih-kekasih-Ku dari tanah Ibrahim kekasih-Ku, Musa rahasia-Ku dan Muhammad suci pilihan-Ku. Sesungguhnya Aku telah menciptakan hati para perindu dari cahaya-Ku, lalu Kunikmatkan ia dengan keagungan-Ku.ā