Tobat adalah pokok pangkal dari setiap tingkatan dan kondisi ruhani (maqam dan hal) serta awal berbagai tingkatan spiritual (maqamat). Tobat bagaikan lahan bagi bangunan. Barangsiapa tidak bertobat, dia tidak akan memiliki tingkatan dan kondisi ruhani. Sebagaimana orang yang tidak memiliki lahan tidak akan memiliki bangunan.
Tobat adalah kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji. Ada yang mengatakan bahwa orang yang kembali dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat karena takut akan siksa Allah disebut ta’ib. Orang yang kembali karena merasa malu dilihat oleh Allah disebut munib. Sedangkan orang yang kembali karena menghormati keagungan Allah disebut awwab. [Istilah ta’ib, munib dan awwab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan makna yang sama, yaitu orang yang bertobat.]
Setiap hamba harus segera bertobat dan merealisasikan syarat-syaratnya agar terbebas dari kemarahan dan murka Allah, selamat dari neraka Jahannam, meraih kebahagiaan abadi serta memperoleh ridha dan surga-Nya. Selain itu, juga agar mendapat taufik untuk menjalankan ketaatan sehingga ketaatannya diterima, sebab tobat menjadi syarat baginya. Mayoritas ibadah hukumnya sunnah, sedangkan hukum tobat adalah wajib. Ibadah sunnah tidak akan diterima sebelum menunaikan ibadah wajib.
Kewajiban tobat telah ditetapkan di dalam Alqur’an dan hadis Nabi saw. Di dalam Alqur’an antara lain firman Allah Ta’ala, “Bertobatlah kalian seluruhnya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian berbahagia.” [QS. an-Nur 24:31]. Allah Ta’ala juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu kepada Allah dengan tobat nashuha.” [QS. at-Tahrim 66:8]
Tobat nashuha adalah tobat lahir dan batin yang disertai tekad untuk tidak pernah mengulang kembali perbuatan dosa. Barangsiapa bertobat lahirnya saja, tidak ada bedanya dengan waduk tinja bertutup kain sutera. Orang-orang memandang dan merasa kagum dengannya. Tetapi saat tutupnya disingkapkan, mereka berpaling menjauhinya. Begitu pula cara manusia memandang orang-orang yang menjalankan ketaatan lahir saja. Ketika penutup yang menutupinya disingkapkan pada Hari Kiamat, yakni pada hari segala rahasia ditampakkan, [QS. at-Thariq 86:9] para malaikat akan berpaling menjauhinya. Karena itu Rasulullah saw. mengingatkan dalam sabdanya, “Sesungguhnya Allah tidak memperhitungkan rupa kalian, tidak juga harta kekayaan kalian, tetapi Dia memperhitungkan hati kalian.” (HR. Muslim)
Di antara ayat Alqur’an yang menunjukkan keutamaan tobat adalah firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat, dan Dia juga mencintai orang-orang yang bersuci.” [QS. al-Baqarah 2:222]. Apabila mereka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka Allah akan mencintai mereka. Apabila Allah telah mencintai mereka, Dia akan iri apabila melihat suatu kekurangan dari mereka, sehingga Dia akan menutupinya. Bagian dari kemurahan Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah berupa penerimaan tobat. Bila mereka berbuat maksiat lalu bertobat, kemudian kembali berbuat maksiat, lalu bertobat lagi, Allah tetap akan menerima tobat mereka.
Di dalam satu riwayat disebutkan, ketika Allah memberi tangguh kehidupan kepada Iblis sampai Hari Kiamat, Iblis berkata kepada-Nya, “Demi kemuliaan-Mu, aku sungguh tidak akan keluar dari hati anak Adam selama ia masih memiliki ruh.” Allah Ta’ala berfirman, “Demi kemuliaan-Ku, Aku tidak akan menghalangi manusia untuk bertobat selama ruh mereka berada di dalam tubuh.” Iblis berkata, “Aku sungguh akan menggoda mereka, semuanya.” Allah berfirman, “Aku pasti akan menutupi kejelekan-kejelekan mereka.” Iblis berkata, “Aku akan mendatangi mereka dari arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah kirinya.”
Ketika Iblis mengungkapkan itu, dalam diri malaikat timbul rasa kasih kepada manusia. Kemudian Allah mewahyukan kepada malaikat bahwa sesungguhnya masih tersisa bagi manusia arah atas dan bawah. “Apabila manusia mengangkat tangannya untuk berdoa dengan penuh kerendahan hati, atau meletakkan mukanya di atas tanah bersujud penuh kekhusyukan, pasti dosa-dosanya akan Kuampuni, Aku tidak perduli.”
Rasulullah saw. bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima tobat dari si pendosa di siang hari, dan Dia membentangkan tangan-Nya pada waktu siang untuk menerima tobat dari si pendosa di malam hari, hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (HR. Muslim dan an-Nasa’i)
Pada saat matahari terbit dari tempat terbenamnya, Allah tidak akan menerima iman orang kafir juga tobat orang mukmin. Itulah di antara makna firman Allah Ta’ala, “Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.” [QS. al-An’am 6:158]
At-Tirmidzi dan al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya di arah barat ada satu pintu yang luasnya sejarak empat puluh tahun atau tujuh puluh tahun perjalanan. Sejak penciptaan langit dan bumi, Allah ‘Azza wa Jalla membukakan pintu itu untuk tobat, dan Dia tidak menutupnya sampai matahari terbit dari arah itu.”
Di dalam riwayat lainnya Rasulullah saw. bersabda, ”Seorang hamba terjerumus dalam suatu dosa, lalu dia berkata, ‘Ya Rabb, aku telah terjerumus pada perbuatan dosa, ampunkanlah dosaku itu.’ Maka Tuhannya akan berkata, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Pengampun dan menghukum karena dosa. Aku sungguh telah mengampuninya.’ Kemudian dia berlaku sesuai dengan yang Allah kehendaki. Namun kemudian dia terjerumus dosa lagi, lalu berkata, ‘Ya Rabb, aku telah terjerumus pada perbuatan dosa yang lain. Ampukanlah dosaku.’ Tuhannya berkata, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Pengampun dan menghukum karena dosa. Aku sungguh telah mengampuninya. Maka berbuatlah sesukanya.”
Al-Hafizh Ibn Hajar r.a. berkata di dalam al-Fath, “Yang dimaksud dengan sabda Nabi saw., maka berbuatlah sesukanya, adalah selama sang hamba berdosa, beristigfar dan bertobat, Allah akan mengampuninya. Tobat dan istighfarnya merupakan kifarat bagi dosa-dosanya. Yang dimaksud bukan berarti dia berdosa, lalu beristighfar dengan lisannya tanpa melepaskan dosanya, kemudian kembali kepada dosa yang semisal. Hal seperti itu disebut tobat para pembohong.”
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menerima tobat seorang hamba selama dia belum sekarat.” [HR. Ahmad dan at-Tirmidzi]. Artinya tobat si hamba akan diterima Allah selama ruhnya belum sampai di tenggorokan. Karena bila ruh sudah sampai di tenggorokan, si hamba akan melihat dengan jelas tempat kembalinya, apakah rahmat Allah atau kegentingan dan kesulitan. Maka, pada saat itu tobat tidak lagi bermanfaat baginya, tidak pula beriman bila dia seorang kafir. Sebab salah satu syarat tobat adalah ketetapan hati untuk meninggalkan dosa dan tidak akan pernah kembali padanya. Hal tersebut hanya dapat tercapai bila ada kesempatan. Sementara dalam kondisi ruh sudah sampai di tenggorokan, si hamba tidak mungkin lagi memenuhi syarat itu.
Rasulullah saw. bersabda, “Kalaupun kalian telah melakukan kesalahan hingga sepenuh langit, lalu kalian menyesalinya, Allah pasti akan mengampuni kalian.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dengan sanad yang hasan.
Rasullullah saw. bersabda, “Orang yang bertobat adalah kekasih Allah. Dan orang yang bertobat dari dosa-dosa seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa.” Hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Kabir dan oleh al-Baihaqi di dalam asy-Sya’b.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kebaikan dapat melebur dosa sebagaimana air menghilangkan kotoran.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Na’im di dalam al-Hilyah.
Di dalam salah satu atsar disebutkan, “Tidak ada suara yang lebih dicintai Allah Ta’ala daripada suara hamba yang bertobat dari dosanya seraya berucap, ‘Ya Rabb.’ Lalu Allah berfirman, ‘Labbaika. Wahai hamba-Ku, mintalah apa yang engkau kehendaki. Di hadapan-Ku engkau seperti sebagian malaikat-Ku. Aku berada di sebelah kananmu, di sebelah kirimu dan di atasmu. Aku dekat di lubuk hatimu. Wahai para malaikat-Ku, saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan untuknya.”
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang hamba bertobat, Allah menerima tobatnya dan membuat lupa malaikat hafadzah (pencatat amal) yang menuliskan amal buruknya. Allah membuat lalai anggota badannya yang melakukan kesalahan. Allah membuat lalai tempatnya di bumi dan maqamnya di langit, agar kelak di hari kiamat dia datang tanpa satu pun makhluk memberikan kesaksian yang memberatkannya.” (HR. Al-Ashbahani)
Ibnu ‘Abbas juga meriwayatkan, “Beberapa orang ahli syirik yang telah melakukan banyak pembunuhan dan perzinaan mendatangi Nabi saw., lalu berkata, ‘Sesungguhnya agama yang engkau ajarkan itu baik seandainya engkau mengabari kami akan adanya kifarat yang bisa menjadi penebus dosa-dosa yang telah kami lakukan.’ Lalu turun ayat, Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” [QS. az-Zumar 39:53]. Hadis ini diriwayatkan oleh al-lmam al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya.
Di dalam satu riwayat dari Makhul disebutkan, “Ketika Nabi Ibrahim a.s. mendapat penyingkapan hijab akan kerajaan langit dan bumi, dia melihat seorang hamba yang berzina, lalu Ibrahim memohonkan kebinasakan bagi si pezina itu, hingga orang itu dibinasakan oleh Allah. Kemudian dia melihat hamba yang mencuri, dia memohonkan kebinasaan bagi si pencuri itu hingga Allah membinasakannya. Kemudian dia melihat hamba yang melakukan maksiat lainnya, namun saat Ibrahim hendak memohonkan kebinasaan baginya, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Ibrahim, lepaskanlah [urusan] hamba-Ku itu darimu, sebab hamba-Ku berada di antara tiga hal: dia bertobat dan Aku menerima tobatnya, atau Aku keluarkan darinya keturunan yang kemudian beribadah kepada-Ku, atau dia dikuasai kesengsaraan dan di belakangnya Jahannam telah menanti.”
Syarat tobat adalah menyesali perbuatan dosa yang telah berlalu, bertekad untuk tidak akan mengulangnya kembali, mengembalikan mazhalim kepada pemiliknya atau ahli warisnya dan bersedekah atas nama orang yang telah dizhalimi, pelepasan permusuhan dan berbuat baik kepada mereka yang sempat dimusuhi jika memungkinkan. Selain itu, wajib meng-qadha ibadah fardhu yang telah ditinggalkan.
Setelah bertobat, si pelaku tobat harus mendidik diri dalam ketaatan sebagaimana dia telah mendidik diri dalam kemaksiatan, dan merasakan pahit ketaatan sebagaimana dia merasakan manis maksiat. Si pelaku tobat juga mesti meninggalkan teman yang buruk, menjaga kehalalan makanan dan minuman serta pakaian yang dikonsumsinya. Jangan sampai meninggalkan tobat hanya karena takut terjatuh kembali dalam dosa. Karena bila hamba bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Tidak perlu berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. [QS. Yusuf 12:87]. Sebaliknya, dia mesti bertobat kepada Allah Ta’ala di setiap waktu dan tidak melakukan dosa. Sebab, orang yang tidak lagi melakukan dosa, meskipun dia telah tujuh puluh kali berbuat dosa dalam sehari itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq bahwa Nabi Muhamad saw. bersabda, “Orang yang memohon ampun kepada Allah tidak dianggap pendosa, sekalipun dia mengulang dosa sampai 70 kali dalam sehari.” (HR. Abu dan at-Tirmidzi)
Seorang hamba tidak layak meninggalkan tobat hanya karena takut terjerumus ke dalam dosa yang lain. Sebab hal itu merupakan was-was setan yang ditiupkan ke dalam hati hamba agar dia menunda-nunda tobat. Sudah semestinya hamba segera bertobat dan tidak menunda-nundanya. Sebab ajal sungguh tersembunyi, hamba tidak tahu kapan kematian akan datang mengagetkannya, tidak pula dia tahu kapan sakit akan menimpanya, sakit yang mengantarkannya kepada kematian. Sudah semestinya hamba berusaha keras melakukan pertobatan. Sungguh, modal pokok orang beriman adalah iman, dan iman bisa lenyap bila tiada tobat dan terjerembab di lembah dosa. Sehingga dia abadi di neraka Jahanam.
Al-lmam al-Ghazali r.a. berkata, “Siapa yang tidak bersegera bertobat dengan menunda-nundanya, dia berada di antara dua bahaya besar yang amat mengkhawatirkan. Pertama, gelap semakin berlipat meliputi hatinya karena maksiat hingga berkarat dan tidak bisa dihapus. Kedua, didahului sakit atau mati hingga dia tidak memiliki keluangan untuk berusaha menghilangkan karat tersebut.”
Karena itu ada keterangan di dalam atsar, “Sesungguhnya jeritan penghuni neraka kebanyakan disebabkan oleh perilaku menunda-nunda tobat. Dan kebanyakanjeritan mereka adalah, ‘O… sungguh malang orang yang menunda-nunda.’ Orang yang hancur binasa tidak hancur binasa selain karena menunda-nunda. Tidak ada yang selamat selain orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih (qalbun salim).”
Maka segeralah bertobat sebelum menginjak tempat yang amat menakutkan. Oh, betapa tempat itu sungguh sempit, tak ada kelapangan, pasti berbahaya, jalannya sungguh pekat, tempat-tempat membinasakannya demikian samar, huniannya kekal, deritanya abadi, teriknya dipurnakan, jeritannya amat tinggi menyayat, minuman penghuninya timah panas, dan siksanya sungguh lestari. Zabaniyyah melebur jasad mereka, lalu Hawiyah menghimpun mereka. Di dalamnya mereka melolong, menjerit-jerit meneriakkan kesengsaraan. Jilatan api terus menyambar-nyambar, membakar mereka. Di sana mereka berangan-angan lalu menjadi lenyap dan tak lagi ada, tetapi sungguh mereka tak akan pernah lepas dari siksa. Kedua kaki mereka diikat hingga ke ubun-ubun, wajah mereka menghitam oleh kehinaaan maksiat. Mereka memanggil-manggil dari lorong-lorong dan labirinnya karena siksa tak henti mendera, “Wahai Malik, ancaman itu sungguh nyata telah menimpa kami. Wahai Malik, api sudah dinyalakan untuk kami. Wahai Malik, nanah sudah mengalir dari kami. Wahai Malik, besi belenggu telah memberati kami. Wahai Malik, kulit tubuh kami telah terkelupas. Wahai Malik, keluarkanlah kami darinya, kami sungguh tidak akan kembali (berbuat dosa)!” Namun setelah sekian lama, Malik hanya menjawab, “Tidak mungkin. Sudah terlambat. Tidak ada yang keluar dari tempat kesengsaraan ini. Tetap di sana, rasakanlah murka Dia.”
Ya Rabb, anugerahilah aku tobat hingga aku bertobat
dan ampunilah aku, sungguh dosa-dosa telah menyusahkan aku
Matikanlah diriku dalam pelukan agama Muhammad
Hidupkanlah hatiku di hari hati-hati menjadi hidup
Wahai Sang Penawar Penyakit, sembuhkanlah sakitku
Ya Ilahi, aku sungguh bermohon kepada-Mu
Obatilah hatiku dari penyakit yang telah menutupinya
sungguh, para tabib telah kebingungan dengan penyakitku
Wahai Sang Pengobat hamba, anugerahilah aku kedekatan
tak mungkin aku kecewa saat aku mengharap Engkau
hentikanlah ketetgelinciranku dan berdermalah kepadaku dengan kedekatan
sungguh penyakitku akan sembuh dengan kedekatan dari-Mu
betapa rusak malam saat aku bermaksiat kepada-Mu
ia telah berlalu menyisakan dosa untukku
Apalah muslihatku, aku sungguh telah bermaksiat kepada-Mu karena bodoh
bagaimana aku tidak malu, padahal Engkau sungguh senantiasa mengawasi
Allah mewahyukan kepada Nabi Dawud, “Wahai Dawud, rintih sedih dan sesal para pendosa lebih Aku sukai daripada jeritan para ‘abid (ahli ibadah).”
Allah Ta’ala berfirman di dalam salah satu kitab-Nya, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, tidaklah seorang hamba menangis karena takut kepada-Ku melainkan akan Kugantikan tangisannya dengan tawa di dalam cahaya kudus-Ku. Katakanlah kepada orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku, ‘Bergembiralah kalian. Sebab kalian adalah orang pertama yang didatangi saat rahmat-Ku turun. Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang berbuat dosa agar mereka duduk bersama orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku, semoga Aku melimpahi mereka dengan rahmat-Ku saat Aku merahmati orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku.”
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada dua tetesan, yakni tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang mengalir di jalan Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan adh-Dhiya’)
Wahai orang yang menyedihkan, sekaranglah waktunya bagimu untuk melepaskan diri dari hawa nafsumu? Sekaranglah saatnya engkau kembai ke pintu Tuhanmu? Apakah engkau telah melupakan Dia Yang telah memberimu anugerah? Apakah engkau melupakan Dia Yang telah menciptakan dan menyempurnakan pencitaanmu? Apakah engkau melupakan Dia Yang telah membuat banyak hati menaruh iba kepadamu dan dengan rezeki-Nya memberimu makan? Apakah engkau melupakan Dia Yang telah mengilhamkan Islam kepadamu dan memberimu petunjuk? Apakah engkau melupakan Dia Yang dengan anugerah-Nya telah mendekatkanmu? Sehingga engkau menerima semua itu dengan kelalaian dan memperturutkan syahwat, segera melakukan kesalahan dan dosa? Engkau merusak janjinya, membangkang dari perintah-Nya, terus-menerus melakukan dosa, memperturutkan hawa nafsu dan melawan Dia Yang Mahagagah? Kalau pun engkau masih terhalang dan jauh dari Tuhanmu, bila engkau segera kembali kepada-Nya, Dia akan menerimamu dan ridha kepada-Mu. Apabila engkau senantiasa berbakti kepada-Nya, Dia akan mendekat kepadamu.
Ibrahim ibn Adham berkata, “Hati orang mukmin bersih laksana kaca, dan dia akan melihat setiap hal yang ditimpakan setan kepadanya. Lalu jika dia melakukan satu perbuatan dosa, di hatinya itu akan muncul titik noda hitam. Apabila dia bertobat, titik noda itu akan lenyap. Apabila dia kembali melakukan maksiat dan tidak bertobat, noda hitam itu akan bertambah dan bertambah hingga menghitamkannya. Bila hati telah menghitam, sedikit sekali kemungkinan mendapat manfaat nasihat. Bahkan hati itu akan membuta, tidak bisa memahami kebenaran dan agama, akan menganggap remeh masalah akhirat dan mengagungkan masalah dunia. Sehingga saat urusan akhirat mengetuk telinganya, ia hanya akan mampir di telinganya, tidak sampai berbekas di hati dan tidak pula menggerakkannya untuk segera bertobat.”
Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah, sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” [QS. al-Mumtahanah 60:13]
Apabila tubuh sakit, makanan tidak akan memberinya manfaat. Apa. bila hati sudah tenggelam dalam cinta dunia, nasihat tidak akan memberinya manfaat.
Apabila hati keras, nasehat tidak akan memberinya manfaat
seperti bumi bila asin, hujan tidak akan memberinya manfaat
Dari sini bisa diketahui bahwa istighfar tidak akan bermanfaat bagi hati yang lalai, mati dan menghitam karena banyaknya dosa dan lalai bertobat. Kalaupun dia beristighfar sepanjang hari sepenuh malam, bila hatinya seperti itu, sungguh istighfarnya tidak akan berbekas. Bahkan mungkin malah menjadi sebab siksa dan kesengsaraan.
Karena itu Rabi’ah al-‘Adawiyyah berkata, “Istighfar kita membutuhkan istighfar.”
Ciri tobat yang diterima tampak pada delapan perkara:
1. Setelah tobat si pelaku akan khawatir dalam perkara lisannya. Maka dia pun menjaga lisannya agar tidak sampai berbohong, menggunjing dan bicara berlebihan. Lalu dia menyibukkan lisannya dengan zikir dan membaca Alqur’an.
2. Dia akan mengkhawatirkan perkara perutnya. Maka dia menjaganya dengan tidak akan memasukkan makanan selain yang halal, walaupun hanya sedikit.
3. Dia akan mengkhawatirkan perkara matanya. Maka dia pun menjaganya agar tidak sampai melihat hal-hal yang haram, atau memandang dunia dengan penuh hasrat. Dia hanya akan melihat dunia untuk mengambil pelajaran.
4. Dia akan mengkhawatirkan perkara tangannya. Maka dia pun tidak mengulurkannya untuk hal-hal haram. Dia hanya akan mengulurkan tangannya dalam ketaatan.
5. Dia akan mengkhawatirkan perkara kakinya. Maka dia tidak menggunakannya untuk berjalan dalam kemaksiatan. Dia hanya akan menggunakan kedua kakinya untuk melangkah di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
6. Dia akan mengkhawatirkan perkara hatinya. Maka dia pun segera mengosongkannya dari permusuhan, kebencian dan kedengkian terhadap orang lain. Lalu dia mengisinya dengan nasehat dan rasa kasih terhadap sesama muslim.
7. Dia akan mengkhawatirkan perkara telinganya. Maka dia pun menggunakannya hanya untuk mendengar yang hak.
8. Dia akan mengkhawatirkan perkara ketaatannya. Lalu dia menjadikan ketaatannya itu murni karena Allah Ta’ala, menjauhi riya dan kemunafikan.
Dalam satu riwayat diceritakan bahwa dahulu ada seorang pemuda Bani Israil yang taat beribadah kepada Allah selama dua puluh tahun. Kemudian dua puluh tahun berikutnya dia bermaksiat. Saat memandang dirinya di cermin, dia melihat jenggotnya mulai memutih, dan itu membuatnya gelisah. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, aku taat kepada-Mu selama dua puluh tahun, lalu aku membangkang kepada-Mu selama dua puluh tahun pula. Jika aku bertobat, akankah Engkau menerima tobatku?” Tiba-tiba dia mendengar suara tanpa rupa, “Dulu engkau mencintai-Ku, maka Aku pun mencintaimu, lalu kau meninggalkan Aku, maka Aku pun meninggalkanmu. Ketika engkau berpaling dari-Ku, Aku tidak mempedulikanmu. Namun jika engkau kembali kepada-Ku, Aku akan kembali menerimamu.”
Salah seorang ulama berkata, “Apabila seorang pemuda menangis karena dosa-dosanya, mengakui keburukan dirinya di hadapan Tuhan Sang Kekasih, lalu berkata, ‘Ya Tuhanku, aku telah melakukan kesalahan,’ maka Allah akan berfirman, ‘Aku telah menutupinya.’ Bila pemuda itu berkata, ‘Ya Tuhanku, aku sungguh menyesal,’ maka Allah berfirman, ‘Aku Tahu.’ Dan bila pemuda itu berkata, ‘Ya Tuhanku, aku kembali kepada-Mu,’ maka Allah berfirman, ‘Aku terima.”‘
Di dalam atsar disebutkan bahwa Allah Ta’ala befirman, “Wahai hamba-Ku, jika engkau bertobat kemudian engkau mengulangi dosa lagi, maka janganlah engkau malu kembali kepada-Ku untuk yang kedua kalinya. Lalu jika engkau langgar pula tobat yang kedua, maka jangan sampai rasa malu menghalangimu untuk datang kepada-Ku kali yang ketiga. Dan apabila engkau melanggar yang ketiga, maka kembalilah kepada-Ku untuk yang keempat kalinya. Sungguh, Aku Maha Pemurah, tidak bakhil, Aku Mahasantun, tidak ceroboh. Akulah Yang menutupi aib para pelaku maksiat dan menerima tobat orang-orang yang bertobat kepada-Ku. Akulah Yang mengampuni hamba yang bersalah. Dan Aku pula Yang Mahakasih terhadap hamba yang bersedih, yang menyesali dosa-dosanya. Akulah Yang paling penyayang dari semua yang penyayang. Siapakah yang datang ke pintu-Ku lalu ia Aku tolak?! Siapakah yang memelas kepada-Ku lalu Kuusir dia?! Siapakah yang bertobat kapada-Ku dan tidak Aku terima tobatnya?! Siapakah yang datang meminta kepada-Ku tanpa Aku kasih dia!? Siapakah yang memohon ampun kepada-Ku dari dosa-dosanya lalu tidak Aku ampuni dia?! Akulah Sang Pengampun dosa. Akulah Sang penutup aib. Akulah Sang Penghilang derita. Akulah Yang mengasihi orang-orang yang menangis dan menjerit. Aku Maha Mengetahui semua yang gaib. Wahai hamba-Ku, berdirilah di pintu-Ku, engkau akan Aku catat sebagai kekasih-Ku. Bersenang-senanglah dengan munajat kepada-Ku di waktu sahur, akan Kujadikan engkau sebagai pencari-Ku. Nikmatilah kehadiran di sisi-Ku, akan Kuberi engkau minum dari kelezatan minuman-Ku. Tinggalkanlah yang selain Aku. Tetapilah iftiqar [*] dan serulah Aku dengan lisan adz-dzillah wa al-inkisar [**].‘”
[*] Iftiqar, menampakkan rasa butuh yang sangat kepada Allah.
[**] Adz-dzillah wa al-inkisar, merasa diri hina dan pecah hati karena Allah.
Anas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku akan mengampuni semua dosamu, Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, kalaupun dosamu sepenuh langit, bila engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan memberikan ampunan kepadamu. Wahai anak Adam, kalaupun engkau datang kepada-Ku membawa kesalahan sepenuh bumi, asal engkau menemui-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu, maka Aku akan datang kepadamu dengan ampunan.” Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dia menyatakan hadis ini berkualitas hasan. Hadis ini menunjukkan luasnya kemurahan dan rahmat Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. az-Zumar 39:53]
Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?” [QS. Ali ‘Imran 3:135]
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Ashbahani dengan sanad dari Ibnu ‘Abbas r.a. disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang menyesali dosa-dosanya berarti sedang menanti rahmat dari Allah, sedangkan orang yang merasa bangga dengan amalnya berarti sedang menunggu murka dari Allah. Wahai hamba-hamba Allah, ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap pelaku suatu amal akan dibawa kepada amalnya, dan dia tidak akan keluar dari dunia ini sebelum melihat baik buruknya amal yang telah dia lakukan. Baik buruknya amal ditentukan pada penutupnya (saat menjelang kematian). Malam dan siang adalah kendaraan. Maka perhatikan perjalananmu mengarungi akhirat, jangan menunda-nunda kebaikan. Sebab kematian itu datang secara tiba-tiba. Jangan sampai engkau terperdaya dengan angananmu akan kemurahan Allah ‘Azza wa Jalla. Sungguh, surga dan neraka itu lebih dekat daripada tali sandalmu.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan ayat, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.” [QS. al-Zalzalah 99:7-8]
Ibnu ‘Abbas r.a. mengatakan bahwa “Ada seorang lelaki dari Bani Israil yang tidak menjaga diri dari perbuatan dosa. Suatu saat dia didatangi oleh seorang perempuan. Dia memberi uang sebesar 60 dinar kepada perempuan itu untuk menggaulinya. Ketika lelaki itu hampir melakukan niatnya, tiba-tiba badan perempuan itu bergetar hebat lalu menangis. Laki-laki itu bertanya keheranan, ‘Apa yang membuatmu menangis, apakah aku telah memaksamu?’ Perempuan itu menjawab, ‘Tidak, tetapi perbuatan ini belum pernah aku lakukan sama sekali. Aku terdorong melakukan hal ini karena terdesak kebutuhan hidup.’ Lalu lelaki itu berkata, ‘Engkau bersedia melakukannya (karena terdesak kebutuhan) padahal engkau belum pernah melakukannya sama sekali! Pulanglah dan ambillah uang itu. Demi Allah, mulai saat ini dan selamanya aku tidak akan melakukan dosa lagi.’ Kemudian pada malam harinya laki-laki itu meninggal dunia. Keesokan paginya di pintu rumah si lelaki tertulis: Sesungguhnya Allah telah mengampuni laki-laki pendosa ini.” [Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan al-Hakim dengan derajat shahih, sedangkan at-Tirmidzi meriwayatkannya dengan derajat hasan. Di dalam riwayat ini disebutkan bahwa Ibnu ‘Umar r.a. mendengar hadis itu lebih dari tujuh kali, sedangkan di dalam riwayat lain dinyatakan bahwa Ibn ‘Umar mendengar Rasulullah saw. mengungkapkan hadis ini lebih dari dua puluh kali.]
‘Uqbah ibn ‘Amir r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang yang melakukan dosa kemudian dia melakukan kebaikan ibarat seorang lelaki yang terbelenggu baju besi yang sangat sempit yang kemudian sedikit demi sedikit bertambah longgar setiap kali dia melakukan amal baik. Kemudian jika dia terus melakukan berbagai kebaikan, baju besi yang membelenggunya itu akan pecah hingga dia bisa melepaskannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dengan sanad masing-masing, salah satunya berderajat shahih.
Abu Hurairah r.a. berkata, “Ada seorang laki-laki mengecup seorang perempuan” dalam riwayat lain disebutkan, “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, ‘Ya Rasulullah, aku telah memeluk seorang perempuan dan mengecupnya, tetapi tidak sampai melakukan zina. Aku melakukannya di pinggir kota Madinah. Maka hukumlah aku menurut hukummu.’ Lalu ‘Umar berkata kepadanya, ‘Allah menutupi aibmu jika engkau sendiri menutupinya.” Abu Hurairah berkata, “Nabi sendiri tidak menjawabnya. Namun ketika laki-laki itu berdiri dan pergi berlalu, Rasulullah saw. mengikutinya dan berdoa untuknya. Lalu beliau membaca ayat, ‘Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.’ [QS. Hud 11:114] Lalu ada seorang sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah ayat ini khusus bagi dia saja?’ dan Rasulullah saw. menjawab, ‘Tidak. Ini berlaku untuk semua manusia.” (HR. Muslim)
Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Lalu dia mencari-cari orang yang paling pintar di negeri itu. Dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Maka si lelaki itu pun segera mendatanginya. Setelah sampai di hadapan sang pendeta, lelaki itu mengatakan bahwa dirinya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, lalu bertanya apakah pintu tobat masih terbuka untuknya. Pendeta itu menjawab, ‘Tidak.’ Maka dibunuhlah pendeta itu dan genaplah menjadi seratus orang yang telah dia bunuh. Kemudian dia mencari lagi orang yang paling alim di zaman itu. Dia ditunjukkan kepada seorang alim yang lain, dan dia pun segera mendatanginya. Sampai di hadapannya dia mengatakan bahwa dia telah membunuh seratus orang, apakah pintu tobat masih terbuka untuknya. Orang alim itu menjawab, ‘Masih. Tidak ada yang dapat menghalangimu untuk bertobat. Pergilah ke negeri anu, di sana penduduknya adalah penyembah Allah. Beribadahlah bersama mereka dan janganlah engkau kembali lagi ke negerimu. Sungguh, negerimu adalah negeri yang buruk.’ Pemuda itu menuju negeri yang ditunjukkan sang alim. Di tengah perjalanan, malaikat maut datang dan mencabut nyawanya. Dia pun mati. Berselisihlah antara malaikat rahmat dan malaikat siksa. Malaikat rahmat berkata, ‘Dia datang dengan bertobat, hatinya menuju Allah.’ Malaikat siksa berkata, ‘Dia belum beramal kebaikan secuil pun.’ Kemudian datanglah malaikat lain dalam rupa manusia, menengahi malaikat rahmat dan malaikat siksa. Malaikat itu berkata, ‘Mari kita ukur jarak antara posisi saat dia mati dengan kedua negeri. Negeri yang terdekat itulah nasibnya.’ Mereka mengukur jarak antara keduanya. Dan ternyata lebih dekat ke negeri yang baik yang sedang dia tuju, dengan perbedaan jarak hanya sejengkal. Maka diputuskanlah malaikat rahmat yang menang.”
Di dalam riwayat lain ada tambahan, “Ketika sampai di pertengahan jalan, lelaki itu mengalami sekarat, tetapi dia terus bergerak dengan susah payah dengan dadanya menuju negeri yang dituju. Sehingga dia diputuskan sebagai ahli penduduk negeri itu.”
Di dalam riwayat lain disebutkan, “Maka Allah Ta’ala mewahyukan kepada negeri yang buruk, ‘Menjauhlah kamu darinya!’ dan kepada negeri yang baik, ‘Mendekatlah kamu kepadanya!’ Lalu malaikat yang tampak dalam rupa manıısia berkata, ‘Ukurlah jarak antara keduanya!’”
Sudah sepatutnya orang yang berakal mengambil pelajaran dari kisah itu dan mengetahui bahwa rahmat Allah sungguh luas, tidak menjadi sempit oleh dosa, meski dosa itu bergunung-gunung. Sudah selayaknya pula orang berakal segera bertobat dengan sungguh-sungguh. Sebab bila Allah Ta’ala mengetahui sang hamba yang bertobat dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan mengampuninya. Sudah sepatutnya pula hamba bertobat sesuai kadar dosanya.
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu ketika ‘Umar ibn al-Khaththab berjalan-jalan di sebuah jalan kecil di kota Madinah. Di tengah perjalanan dia bertemu dengan seorang lelaki yang menyembunyikan sesuatu di dalam bajunya. ‘Umar bertanya kepada lelaki itu, “Wahai pemuda, apa yang engkau bawa di dalam bajumu?” Yang dibawa lelaki itu adalah khamr. Merasa malu karena yang dibawanya itu khamr, pemuda itu berdoa dalam hati, ‘Ya Allah, jika Engkau tidak membuatku malu di hadapan ‘Umar dan Engkau menutupi aibku, aku sungguh tidak akan pernah lagi minum khamr, selamanya.’ Lalu dia berkata kepada ‘Umar, ‘Wahai Amirul-Mu’minin, yang aku bawa ini adalah cuka.’ ‘Umar berkata, ‘Coba perlihatkan kepadaku!’ Ketika pemuda itu memperlihatkannya, ternyata minuman yang tadinya berupa khamr itu telah berubah menjadi cuka.”
Maka, wahai saudaraku, ambillah pelajaran dari berbagai peristiwa. Jika orang yang bertobat karena malu kepada ‘Umar, Allah Ta’ala berkenaan khamr-nya menjadi cuka. Apalagi bagi hamba yang bertobat dari dosa karena takut kepada Allah, niscaya Allah akan mengubah khamr keburukannya menjadi cuka ketaatan. Hal ini sungguh bukan sesuatu yang sulit bagi Allah, sebab Allah Ta’ala telah berfirman, “…kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal salih; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Furqan 25:70] []