Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 18:
“Tiga Macam Manusia dalam Menyikapi Pemberian Tuhan”
الناس في ورودالمنن على ثلاثت أقسام؟ فرح بالمنن لامن حيث مهديها ومنشئها ولكن بوجود متعته فيها، فهذا من الغافلين يصدق عليه قوله تعالى: حتى فرحوابما أوتوا أخذناهم بغتة. وفرح بالمنن من حيث أنه شهدها منة ممن أرسلها ونعمة ممن أوصلها يصدق عليه قوله تعالى: قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون. وفرح بالله ماشغله من المنن ظاهر متعتها ولاباطن منتها بل شغله النظر إلى الله عما سواه والجمع عليه فلا يشهد الا إياه يصدق عليه قوله تعالى: قل الله ثم ذرهم في خوضهم يلعبون.
Di dalam menghadapi nikmat Allah, manusia terbagi tiga. Pertama, orang yg gembira dengan nikmat, bukan karena melihat siapa yg memberikannya, tetapi semata-mata karena kelezatan nikmat itu yg memuaskan hawa nafsunya maka ia termasuk orang lalai (ghafil). Orang ini sesuai dengan firman Allah, “Sehingga bila mereka telah puas gembira dengan apa yg diberikan itu, Kami tangkap mereka dengan tiba² (Kami siksa mereka dengan tiba²).” Kedua, orang yg gembira dengan nikmat karena ia merasa bahwa nikmat itu adalah karunia yg diberikan Allah kepadanya. Orang ini sesuai dengan firman-Nya, “Katakanlah, karena merasa mendapat karunia dan rahmat Allah maka dengan itulah mereka harus gembira. Yg demikian itu lebih baik dari apa yg mereka kumpulkan.” Ketiga, orang yg hanya bergembira dengan Allah, bukan karena karunia-Nya. Ia tidak terpengaruh oleh kelezatan lahir dan batin nikmat itu karena ia hanya sibuk memperhatikan Allah sehingga ia tercukupi dari segala hal selain-Nya. Dengan demikian, tidak ada yg terlihat padanya, kecuali Allah. Orang ini sesuai dengan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Hanya Allah’, kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung (main²).”
Golongan pertama penerima nikmat Allah Ta’ala itu seperti hewan yg makan dan minum tanpa mengingat Tuhannya. Setiap kali mereka diberi nikmat maka kelalaiannya terus bertambah dan mereka tidak pernah bersyukur kepada Allah Ta’ala. Akibatnya, Allah Ta’ala akan menyiksa mereka dengan tiba².
Golongan kedua, keadaan mereka pun masih kurang sempurna karena masih menoleh ke arah nikmat itu dan masih merasa bahagia dengannya. la masih merasa senang dengan nikmat kendati ia mengetahui bahwa nikmat itu bersumber dari Allah Ta’ala.
Golongan ketiga, mereka hanya bergembira dengan Allah Ta’ala, bukan dengan karunia-Nya. Mereka tidak terdorong untuk menikmati kelezatan lahir nikmat itu. Mereka juga tidak pernah menganggap bahwa wujud nikmat itu adalah bukti perhatian dan pertolongan Allah Ta’ala kepada mereka. Wallaahu a’lam