Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 17:
“Apa yang Allah Berikan kepada Orang² ‘Arif dalam Shalat?”
إن قرت العيون بالشهود على قدر المشهود، فالرسول صلوات الله عليه وسلامه ليس معرفة غيره كمعرفته فليس قرة عين كقرته، وإنما قلنا إن قرة عينه في صلاته بشهوده جلال مشهوده، لأنه قدأشار إلى ذلك بقوله ((في الصلاة)) ولم يقل ((بالصلاة)) إذهو صلوات الله عليه وسلامه لاتقر عينه بغير ربه، وكيف وهو يدل على هذا المقام ويأمربه من سواه بقوله صلوات الله عليه وسلامه، :((أعبدالله كأنك تراه)). ومحال أن يراه ويشهد معه سواه.
Sesungguhnya, qurratul ‘ain (cahaya mata/kesenangan) didapat dengan melihat kebesaran Allah. Itu menurut kadar kekuatan makrifat seseorang terhadap sosok yg disaksikannya (Allah). Makrifat Rasulullah Saw. tentang Tuhannya tidak dapat disamakan dengan makrifat orang lain. Oleh karena itu, tidak ada cahaya mata dan kesenangan seperti cahaya mata dan kesenangan Beliau. Kami katakan bahwa cahaya mata (kesenangan) Rasulullah Saw. ada dalam shalat karena di saat itu Beliau melihat kebesaran Allah. Beliau sendiri yg menegaskan hal itu dalam sabdanya “di dalam shalat”. Beliau tidak bersabda “dengan shalat”. Beliau tidak puas (senang hatinya) dengan selain Tuhannya. Bagaimana tidak, Beliau sendiri yg menyatakan maqam itu dan menganjurkan kita untuk meraihnya, yaitu dalam sabdanya, “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat kepada-Nya.” Namun, mustahil seseorang bisa melihat Allah jika masih disertai dengan melihat selain-Nya.
Ketika ditanya tentang sabda Rasulullah Saw., “Dan cahaya mataku ditetapkan dalam shalat,” Syaikh Ibnu Atha’illah menjawab, “Cahaya mata adalah metafor dari kebahagiaan yg sangat dan kenikmatan yg tak terhingga. Seakan Beliau bersabda, ‘Kebahagiaanku yg paling puncak dan kenikmatanku yg paling tinggi ada dalam shalat,’ karena saat shalat, Rasulullah Saw. hanya melihat Tuhan.”
Lantas, apakah hal itu berlaku khusus hanya pada diri Beliau ataukah bisa pula berlaku pada selain Beliau?
Syaikh Ibnu Atha’illah menjawab, “Sesungguhnya, cahaya mata (qurratul ‘ain) bisa diraih dengan syuhud atau dengan melihat Allah Ta’ala dan keindahan-Nya.”
Jika ada orang yg berkata, “Adakalanya kesenangan (cahaya mata) itu dikarenakan shalat (dengan shalat) sebab shalat adalah karunia Allah Ta’ala dan datang dari sumbernya langsung. Bagaimana mungkin Beliau tidak senang dengan shalat dan bagaimana mungkin shalat tidak menjadi puncak kesenangan Beliau, sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman, ‘Katakanlah, hanya dengan (karena) karunia dan rahmat Allah itulah mereka harus bergembira?’” Jawaban yg tepat atas pernyataan tersebut adalah, “Ketahuilah bahwa ayat di atas justru menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Itu sangat jelas bagi orang yg memperhatikan rahasia kalimatnya. Allah Ta’ala berfirman, ‘Maka dengan itulah, mereka harus bergembira.’ Seakan Dia berkata, ‘Katakan kepada mereka supaya mereka bergembira dengan pemberian dan karunia itu.’ Sebagaimana firman-Nya dalam ayat lain, ‘Katakanlah: Allah, kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung.’”
Shalat merupakan karunia Allah Ta’ala yg terbesar untuk hamba-Nya, sebagaimana tersebut dalam sabda Rasulullah Saw. Tak ada pemberian yg lebih baik bagi seorang hamba di dunia daripada di izinkannya ia untuk shalat dua raka’at. Hal itu dikarenakan, shalat adalah media kontak langsung antara hamba dengan Allah Ta’ala dan tempat hamba untuk bertemu, bercakap-cakap, dan ber- khalwat dengan-Nya. Di dalam shalat itu, seseorang menyatakan kehambaannya, kerendahan, kehinaan, hajat, dan kebutuhannya kepada Tuhannya. Wallaahu a’lam