Malamatiyah adalah nama tarekat yang mulai berkembang pada pertengahan abad ke 3 H. di NaisAbûr kota Khurosan. Tarekat ini juga dikenal denga nama al-Qushâriyah (القصارية) atau al-Hamduniyah (الحمدونية) kedua nama ini dinisbatkan kepada Hamdun bin Ahmad bin Amarah al-Qashar (w. 271 H). Beliau yang menyebarkan tarekat Malamatiyah ini.
Nama lengkapnya adalah Abû Shâlih Hamdûn bin Ahmad bin Ammarah Al-Qushshâr Al-NaisAbûri, tidak diketahui tahun kelahirannya, beliau wafat tahun 271 H. di kebumikan di pemakaman al-Khairah dalam kitab Thabaqât al-Shûfiyah, hlm 109, dikebumikan pemakaman Khaidah dalam kitab al-Thabâqat al-Kubra, hlm. 121, Beliau terkenal sebagai ulama fikih Madzhab Sufyan bin Sa’id al-Tsauri (77-161 H), dan Sufi.
Syaikh SyihAbûddin Abi Hafs Umar al-Suhrawardi (539-632 H.) membahas tarekat Malâmatiyah dalam kitab Awârif al-Ma’ârif, halaman: 82, dan juga diambil dari kitab al-Kawâkib al-Durriyah fi Tarjami al-Sâdat al-Shûfiyah, juz 1, halaman: 165 nomor: 243, Arti Malâmatiyah adalah orang-orang yang mengharapkan hinaan dan cacian terhadap diri sendiri.
Syaikh Hamdun al-Qashar melihat kenyataan manusia, bahwa nafsu itu menggunakan banyak metode untuk meluapkan kesenangan (syahwat). Sementara ikhlâs yang benar itu sangat langka dan sulit untuk sampai pada maqâm ikhlas.
Ada pendapat lain bahwa tarekat Malâmatiyah disandarkan kepada Abû Hafs al-Haddad al-Malamati (w. 204 H.), beliau yang meletakkan dasar-dasar tarekat Malâmatiyah ini sebagai berikut:
- Kaum yang mengisi waktu dengan beribadah kepada Allah SWT yang Haq;
- Selalu menjaga sirrinya;
- Mereka mencela diri sendiri ketika macam-macam ibadah yang dilakukan diketahui orang lain;
- Mereka menampakkan perbuatan-perbuatan yang jelek dan menyimpan rapat-rapat kebaikannya sehingga orang lain mencelanya karena yang mereka lihat adalah perbuatan lahir semata;
- Pengikut Tarekat ini akan mencela diri sendiri jika orang lain mengetahui sisi batinnya, (al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjûb, halaman: 259. Mengutib dari kitab al-Malâmatiyah wa al-shufiyah, halaman: 89).
Syaikh Abû Hafs al-Haddad al-Malamati mengambil pelajaran dari Syaikh Syaqiq al-Balkhi (w. 194 H.) dari Ibrâhîm ibn Adhan bin Mansur bin Zaid bin Jabir bin Tsa’labah bin Ajali (w. 160 H.) dari Hasan Basri dari Saiyidina ‘Ali dari Nabi Muhammad.
Nama tarekat ini tidak disandarkan kepada pendiri atau pengembang tarekat ini tetapi diambil dari ciri khusus penganut Malâmatiyah yaitu suka mencela diri sendiri (لوم الملامتى نفسه). Kata Malâmatiyah berasal dari kata Laum (لوم), لام-يلوْم-لوماً-و مَلاماً-و مَلامةً yang berarti mencela, mengecam dengan keras (Warson Munawir, al-Munawir: 1392). Maksudnya adalah pengikut tarekat Malâmatiyah meyakini bahwa diri tidak memiliki bagian apapun di dunia ini secara mutlaq, mereka merasa tenang dan bahagia ketika dicela karena mereka berkeyakinan bahwa dirinya sangat jelek, hal ini dilakukan untuk melawan tabiat nafsu (مخالفة النفس) yaitu suka pamer (Riya’), cinta dunia, jabatan, (al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjûb, halaman: 259).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٥٤﴾
- Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui, (Qs. al-Maidah: 54)
Maksud (لوم الناس) adalah pengikut Malâmatiyah memandang bahwa hubungannya dengan Allah SWT adalah Rahasia (sirri) sehingga tidak patut untuk diketahui orang lain. Mereka sangat suka untuk menyembunyikan rahasia tersebut.
Jika rahasia ini terungkap maka akan membuat kekasihnya cemburu, karena orang yang terpaut dengan kekasihnya tidak menyukai orang lain datang kepada kekasihnya. Bahkan dalam kecintaan yang tinggi, seseorang akan membenci pada orang lain yang memperlihatkan perhatian pada kekasihnya.
Rasulullah SAW Adalah panutan, Imâm bagi ahli haqiqat, panutan bagi para pecinta (muhibbin). Diceritakan dalam kitab Shirah bahwa nabi Muhammad SAW. dalam awal penyampaian risalah kenabian banyak menghadapi hinaan, cacian, makian, perkataan kotor, perbuatan-perbuatan yang menyakitkan, bahkan nabi pernah dilempari batu hingga berdarah tetapi nabi menghadapi dengan sabar dan do’a yang baik.
اللهم اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
Pengikut tharîqat ini merasa kuatir membuat kecemburuan di hati manusia ketika keadaan dan rahasia-rahasia itu terungkap pada manusia dengan pujian dan sanjungan yang patut diungkapkan. Maka pengikut Malâmatiyah malah sengaja melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menarik hinaan dan kebencian manusia.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa ketika Allah SWT cinta kepada seorang hamba-Nya akan memberi potensi kepada makhluk untuk berbuat yang menyakitkan agar engkau tidak merasa tentram kepada mereka (Syarh al-Hikam, juz 2, halaman: 57-58), dan Allah SWT menjadikan seluruh alam untuk mencacinya, tetapi Sâlik Malâmatiyah tidak memperdulikan hinaan dan cacian demi menyelamatkan rahasia-rahasianya bersama Allah SWT (kekasihnya).
Salik menyembunyikan segala bentuk kebaikan dari pandangan manusia untuk menyelamatkan rahasia-rahasianya sehingga manusia tidak melihat kebaikan yang melekat pada diri Sâlik dan tidak membuat mereka kagum, Sâlik merasa tenang dan senang terhadap hinaan, untuk menghilangkan sifat ujub, Sâlik menampakkan perbuatan-perbuatan jelek dan menyembunyikan perbuatan baik. Ini adalah pokok ajaran yang kuat dalam jalan menuju kepada Allah SWT, karena tidak ada hijab bahaya yang lebih sulit dibuka dibanding manusia yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain.
Sifat pada `ujub muncul didorong oleh 2 hal, yaitu:
- Mencari kedudukan dan pujian di hadapan manusia. Contoh; seseorang melakukan amal kebaikan untuk mendapatkan simpati manusia, lalu dia memuji diri sendiri dan melihatnya sebagai orang yang penuh kebaikan;
- Suatu perbuatan seseorang untuk memperoleh simpati manusia lain lalu mereka memujinya dan orang tersebut merasa `ujub (merasa lebih baik dari yang lain).
Sumber: Alif.ID