Tarekat Maulawiyah adalah sebuah tarekat yang didirikan oleh Maulana Jalaluddin al-Rumi (605 H/1207 M – 672 H/1273 M). Ia adalah keturunan Persia dan Balkha salah satu wilayah Afghanistan. Namun sejak kecil ia telah meninggalkan tanah airnya bersama perpindahan ayahnya. Ayahnya bernama Muhammad, bergelar Baha’uddin Walad, tokoh ulama dan guru besar di negerinya di masa itu, yang juga bergelar sulthanul ulama.
Menurut catatan, nasabnya sampai pada Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq R.a. Semasa hidupnya, Baha’uddin Walad banyak melancarkan kritik kepada ulama modern yang getol mempelajari dan mengajarkan berbagai ilmu logika sehingga mengakibatkan kecenderungan berpaling dari Alquran dan Hadis.
Sebagai guru berkharisma besar, baik bagi kaum awam maupun di mata kelompok tertentu (khâs), fatwa Baha’uddin senantiasa didengar orang di mana-mana. Banyak yang menaruh respek kepadanya. Namun, barangkali justru hal itulah yang membuat ulama lain menaruh rasa ini.
Mereka lalu mencoba melancarkan fitnah dan mengadukannya kepada penguasa. Itulah sebabnya penguasa waktu itu mengisyaratkan kepadanya agar meninggalkan negeri itu. Selanjutnya, Baha’uddin bersama keluarganya terpaksa hijrah. Dengan ajakan ‘Ala’uddin Kaiqibad, seorang penguasa Rum yang sangat hormat kepadanya, akhinnya ia memutuskan tinggal di Konya. Peristiwa itu tenjadi pada 626 H.
Setelah lama dalam pengembaraan, akhirnya keluarga ini dipanggil oleh Sultan Saljuq di Rum agar bersedia menempati suatu wilayah benama Iconium (kini, Konya), bagian wilayah Turki. Untuk menunjukkan penghormatan terhadap Baha’uddin, sang sultan seringkali mengajak Baha’uddin Walad bepergian ke luar kota untuk menjumpai seorang `ulamâ’ di Konya.
Ketika telah mendekati Konya, Sultan turun dari kudanya dan mempersilahkan Baha’uddin untuk menaiki kuda tersebut sampai tiba di kota. Negeri Byzantium di kalangan Turki disebut sebagai Rum maka sejak peristiwa tersebut, putra Baha’uddin yang bernama Jalaluddin disebut dengan nama Rumi (ar-Rumi), laki-laki dan Rum (Byzantium).
Gelar Pimpinan Maulawiyah
Pemimpin tertinggi tarekat Maulawiyah digelari dengan beberapa nama, yaitu Mulla Khunkar, Hadret-i Pir, Celebi Mulla, dan Aziz Efendi. Seorang pemimpin dibantu oleh seorang wakil. Orang yang ingin menjadi anggota Maulawiyah disyaratkan harus menjalani latihan selama 1001 hari, dibagi pada periode-periode 40 hari.
Selama latihan, calon anggota harus mempelajari al-Matsnawi dengan pembacaan yang benar, teknik tarian berputar, dan silsilah tarekat, mulai dari gurunya sampai ke generasi-generasi sebelumnya yang berakhir pada Rasulullâh Saw. Setelah latihan berakhir, pemula diberi pakaian resmi di tekye dan diperintahkan terus menjalankan praktek-praktek tarekat sampai ia yakin dirinya sanggup berhubungan dengan Tuhan melalui tarian putar, khalwat (pengasingan diri) dan musik.
Al-Matsnawi Karya Besar Rumi
Inti ajaran tasawuf Rumi, di samping termuat dalam Diwan Shamas-i Tibriz, paling banyak dimuat dalam sebuah karya besarnya yang terkenal, al-Matsnawi. Buku ini, yang terdiri dan enam jilid dan berisi 20.700 bait syair, berpengaruh besar terhadap perkembangan tasawuf sesudahnya. Banyak komentar terhadap buku ini yang ditulis oleh para ahli dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki dan Arab.
Al-Matsnawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sepertiga volume pertama diterjemahkan ke bahasa Jerman tahun 1849. Tenjemahan ke bahasa Inggris (oleh Sir James Redhouse) pertama kali diterbitkan pada tahun 1881. Kemudian sebanyak 3.500 baris puisi pilihan dan al-Matsnawi diterjemahkan lagi (oleh Whinfield) ke dalam bahasa Inggris.
Terjemahan puisi pilihan ini (terbit di London tahun 1887) ternyata mendapat perhatian besar dari masyarakat sehingga tahun itu juga dicetak ulang. Volume kedua diterjemahkan (oleh Wilson) dan diterbitkan di London tahun 1910. Reynold Alleyne Nicholson bekerja selama 25 tahun untuk menerjemahkan buku ini dan melengkapinya dengan uraian dan komentar. Hasilnya diterbitkan tahun 1925-1950. A.J. Arberry; salah seorang murid Reynold Alleyne Nicholson, menerjemahkan sejumlah kisah pilihan yang diterbitkan di London tahun 1961.
Terdapat keterangan yang menyatakan bahwa selama di Damaskus pada Tahun 618 H/1221 M, Jalaluddin sering berjalan-jalan di samping ayahnya bersama Ibnu Arabi (Abu Sa’id Ahmad ibn Siyad al-Basri al-Arabi (246-340 H/860-952 M), seorang tokoh sufi besar yang kemudian banyak mengajarkan doktrin-doktrin kesufian kepada Jalaluddin al-Rumi.
Ketika itu Ibnu ‘Arabi menyampaikan perkataan; “Segala puji bagi Allâh Swt, betapa sebuah samudera sedang mengikuti sebuah danau!” Di Konya, ar-Rumi menjadi guru agama dan ia telah menjadi seorang sufi dalam usia 39 tahun, ia berkawan dengan Syamsuddin at-Tibrizi (w. 645/1247 M), seorang pribadi yang misterius dan sangat berpengaruh dalam bidang syair.
Ia telah mendorong perkembangan spiritual Rumi dan ia juga seorang pujangga yang jenius. Akhirnya pada 5 Jumadil Akhir 672 H./1273 M., Jalaluddin al-Rumi wafat menjelang magrib.
Jalaluddin al-Rumi menjadi seorang spiritualis yang berpengaruh, tidak hanya di negeri-negeri yang berbahasa Persia termasuk Afghanistan dan Asia Tengah, melainkan juga berpengaruh di Turki dan India. Makamnya dikeramatkan dan menjadi tempat perziarahan. Selama delapan abad, ia senantiasa hidup dan berada pada kehidupan tertentu untuk hadir di kalangan pengikutnya, yakni Tarekat Madawiyah (Tarekat Maulawiyah). Banyak di antara pengikutnya yang menemukan berkahnya secara langsung yang menunjukkan bahwa dirinya masih bersama mereka.
Di dunia Barat, tarekat yang didirikan Jalaluddin al-Rumi dikenal dengan sebutan “lingkaran dervishes” dan pengikut tarekat ini sering disebut whirling dervishes (warga tarekat yang berputar-putar). Hal tersebut karena tarekat ini menggunakan tari-tarian dan musik seraya membunyikan seruling dan drum dengan syair-syair ilabis lagu-lagu sufi Turki sebagai pendukung metode spiritual mereka dan dijadikan sebagai sarana penyadaran spiritual. Dalam beberapa literatur, Tarekat Maulawiyah sering ditulis dengan Mevlevi (dalam bahasa Turki).
Tarekat Maulawiyah, kemudian dilembagakan oleh Sultan Walad putra dan sekaligus yang menjadi penerus Rumi. Tarekat ini dalam ritualnya banyak menyebarkan sajak-sajak Rumi, terutama melalui Kerajaan Turki Utsmani yang baru muncul. Di kemudian hari, pemimpin Tarekat Maulawiyah begitu erat hubungannya dengan istana Turki Utsmani, sehingga ia mendapat hak istimewa untuk memakaikan pedang pada sultan. Pusat Tarekat Maulawiyah selalu berada di Konya (pemimpinnya disebut dengan sebutan kehormatan Molki Hunkar dan Celebi).
Kegiatan dervishes (anggota Tarekat Maulawiyah) meliputi sejumlah latihan tari-tarian, yaitu dua jari kaki memegang sebuah paku di atas lantai, sementara itu guru-guru dervish berada di sekitarnya.
Sumber: Alif.ID