Dlm Risalatul Qusyairiyah:
6. Arasy
Dzun Nun ditanya mengenai firman Allah Ta’ala:
“Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayan di atas Arasy.”
(QS.Thaha: 5)
Jawabnya: “Yang Maha Pemurah tidak akan sirna, dan Arasy itu dicipta (baru). Sedangkan Arasy terhadap Yang Maha Pemurah (ar-Rahmaan) menjadi semayam(-Nya).”
Ja’far bin Nashr ditanya soal ayat tersebut. “Ilmu-Nya bersemayam terhadap segala sesuatu. Dan sesuatu tidak ada yg lebih dekat kepada-Nya dari sesuatu yg lain.”
Ja’far ash-Shadiq berkata: “Barangsiapa berpandangan bahwa Allah Ta’ala ada di dalam sesuatu, atau di atas sesuatu, maka orang itu benar² musyrik. Sebab apabila ada di dalam sesuatu, Allah pasti terbatas. Jika dari sesuatu, Allah pasti baru. Dan jika di atas sesuatu, maka Allah mengandung sesuatu.”
Ja’far ash-Shadiq menafsiri Kalamullah: “Kemudian Dia mendekat, lalu tambah mendekat lagi.” (QS. An-Najm: 8), bahwa: Barangsiapa mengira bahwa dengan sendirinya ia bisa mendekat, maka ia menciptakan jarak di sana. Padahal mendekat yg dimaksud dalam ayat tersebut, selama ia mendekat kepada-Nya, ia merasa jauh dari segala ma’rifat. Karena tidak ada dekat dan tidak ada jauh.”
Al-Kharraz berkata: “Hakikat mendengar adalah hilangnya sentuhan sesuatu dari kalbu dan penenangan rasa menuju kepada Allah Ta’ala.”
Ibrahim al-Khawwas menegaskan: “Suatu ketika secara tidak sengaja aku mendapati seorang laki² yg direkadaya setan, sehingga aku harus mengumandangkan adzan ke telinganya. Tiba² terdengar setan memanggilku dari lubang telinganya. “Biarkan ia, aku akan membunuhnya, karena ia berkata: Al-Qur’an adalah makhluk.”
Ibnu Atha’ (Washil bin Atha’ al-Mu’tazily) berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala ketika menciptakan huruf² Dia membuat rahasia bagi-Nya. Ketika Allah mencipta Adam as. Diuraikan-Nya rahasia itu, dan rahasia itu tidak tersebar di kalangan Malaikat-Nya satu pun. Kemudian huruf2 itu meluncur dari lisan Adam as. Melalui struktur yg berlaku dan struktur bahasa. Kemudian Allah menjadikan bentuk pada huruf tersebut.”
Ibnu Atha’ menjelaskan bahwa huruf² tersebut adalah makhluk. Menurut Sahl bin Abdullah, huruf sebenarnya merupakan ucapan perbuatan, bukan ucapan substansi (dzat). Sebab huruf tersebut merupakan perbuatan dalam obyek yg diperbuat.
Al-Junayd menegaskan soal dua masalah urgent: “Tawakkal adalah perbuatan kalbu, dan tauhid merupakan ucapan kalbu.”
Al-Husain bin Mansur berkata: “Siapa yg mengenal hakikat dalam tauhid, maka gugurlah pertanyaan: Mengapa dan bagaimana.”
Al-Wasithy menegaskan bahwa, tidak ada yg lebih mulia dari makhluk Allah ketimbang ruh.”