4. Iman
Abu Abdullah bin Khafifi berkata: Iman berarti penetapan kalbu terhadap apa yg telah dijelaskan oleh Allah Al-Haqq mengenai halĀ² yg ghaib.ā
Abul Sayyary berkata: āPemberian Allah itu ada dua macam: Karamah dan istidraj. Segala hal yg menerap abadi dalam dirimu adalah karamah, dan segala yg sirna dari dirimu adalah istidraj. Maka katakan saja, āAku beriman, insya Allah!”
Sahl bin Abdullah at-Tustary menandaskan: āOrangĀ² yg beriman melihat Allah Ta’ala dengan mata hati, tanpa pangkal batasan dan kawasan.”
Abul Husain an-Nury berkata: āKalbu adalah tempat penyaksian Allah al-Haqq. Kami tidak pernah melihat Kalbu yg lebih rindu kepada-Nya, dibandingkan Kalbu Muhammad Saw. Lalu Allah Ta’ala memuliakannya lewat Miāraj, sebagai pendahuluan terhadap penglihatan kepada Allah Ta’ala dan penyempurnaan.ā
Abu Utsman al-Maghriby berkata: āAku meyakini sesuatu seputar arah. Ketika aku datang ke Baghdad, hilanglah semua itu dari kalbuku. Lantas aku menulis surat kepada sahabatku di Mekkah, āAku sekarang masuk Islam, dengan Islam yg baru (sebenarnya).ā
Abu Utsman ditanya soal makhluk. Jawabnya: āCetakan dan bayangan, yg berjalan di atasnya hukumĀ² Kekuasaan Ilahi.ā
Al-Wasithy berkata: āKetika arwah dan jasad tegak dengan seijin Allah, dan keduanya pun tampak dengan ijin-Nya, maka keduanya pun tegak tidak dengan zatnya. Begitu juga hasratĀ² dan gerak, berdiri tegak, tidak dengan zatnya, seijin Allah. Sebab gerakanĀ² dan hasrat itu merupakan cabang bagi jasad dan arwah.”