2. Makrifatullah
Abu Bakr asy-Syibly berkata: “Allah adalah Yang Esa, yg dikenal sebelum ada batas dan huruf. Maha Suci Allah, tidak ada batasan bagi Dzat-Nya, dan tidak ada huruf bagi Kalam-Nya.”
Ruwaym bin Ahmad ditanya mengenai fardhu pertama, yg difardhukan Allah Ta’ala terhadap makhluk-Nya. Ia berkata: “Makrifat.” Karena firman Allah Ta’ala: “Aku tidak menciptakan jin manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56).
Ibnu Abbas’ menafsiri Illa liya’buduun dimaksudkan adalah Illa liya’rifuuun (kecuali untuk ma’rifat kepada-Ku).
Al-Junayd berkata: “Haat hikmah pertama yg dibutuhkan oleh hamba adalah Makrifat makhluk terhadap Khalik, mengenal Sifat² Pencipta dan yg tercita bagi sang makhluk merasa hina ketika dipanggil-Nya dan mengakui kewajiban taat kepada-Nya. Barangsiapa tidak mengenal Rajanya, maka ia tidak mengakui terhadap raja, kepada siapa kewajiban² harus diberikan.
Abu Thayib Maraghy berkata: “Akal mempunyai bukti, hikmah mempunyai isyarat, dan Makrifat mempunyai Syahadat. Akal menunjukkan, hikmah mengisyaratkan, dan makrifat menyaksikan bahwasanya kejernihan ibadat tidak akan tercapai kecuali melalui kejernihan tauhid.”
Al-Junayd ditanya soal tauhid, jawabnya: “Menunggalkan Yang Maha Tunggal dengan mewujudkan Wahdaniyah-Nya lewat keparipurnaan Ahadiyah-Nya. Bahwa Dia-lah Yang Esa yg tiada beranak dan tidak diperanakkan. Dengan kontra terhadap antagoni, keraguan dan keserupaan tanpa upaya menyerupakan dan bertanya bagimana, tanpa proyeksi dan pemisalan tidak ada sesuatu pun yg menyamai-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Abu Bakr az-Zahir Abady ditanya tentang Makrifat. Jawabnya: “Makrifat adalah nama. Artinya, wujud pengagungan dalam kalbu yg mencegah dirimu dari penyimpangan dan penyerupaan.”