Dlm Risalatul Mu’awanah:
91. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
(وعليك) ببر الوالدين فإنه من أوجب الواجبات
وإياك وعقوقهما؛ فإنه من أكبر الكبائر قال تعالى: (وقضى ربك أن لا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحساناً) الآية والتي بعدها وقال تعالى: (أن اشكر لي ولوالديك) فانظر كيف قرن الأمر بالإحسان إليهما بتوحيده وشكرهما إياه بشكره فعليك بابتغاء مرضاتهما وامتثال أمرهما ما لم يكن معصية، واجتناب نهيهما ما لم يكن طاعة واجبة، وبإيثارهما على نفسك وتقديم مهماتهما على مهماتك.
Hendaklah engkau selalu berbakti kepada kedua orangtuamu karena hukumnya wajib, dan durhaka kepada keduanya tergolong dosa besar.
Maha Besar Allah dengan firman-Nya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوْاإِلَّآإِيَّاهُ وَبِالْوَلِدَيْنِ إِحْسَنًا.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Allah dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orangtua dengan sebaik-baiknya…” (QS. Al-Isra’: 23)
Allah Ta’ala juga berfirman:
أَنِ اشْكُرْلِى وَلِوَلِدَيْكَ.
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orangtuamu …” (QS. Luqman: 14)
Renungkanlah, bagaimana Allah menyertakan perintah berbakti kepada kedua orangtua dengan bertauhid kepada-Nya, serta bersyukur kepada mereka berdua dengan bersyukur kepada-Nya?
Hendaklah engkau selalu mencari keridhaan mereka dan mengerjakan perintah² mereka selama tidak bernilai maksiat, menjauhi larangan mereka selama tidak melarang ketaatan yg wajib serta mementingkan kepentingan mereka di atas kepentingan pribadi.
ومن العقوق أن تؤذيهما بقطع ما تستطيع إيصاله من المعروف إليهما فكيف بتقطيب الوجه والانتهار لهما، فقد قال عليه الصلاة والسلام: “يوجد ريح الجنة من مسيرة ألف عام ولا يجده عاق ولا قاطع رحم ولا شيخ زان ولا مسبل إزاره خيلاء، إنما الكبرياء لله رب العالمين”.
وقال عليه الصلاة والسلام عن الله تعالى: “من أصبح مرضياً لوالديه مسخطاً لي فأنا عنه راض ومن أصبح مسخطاً لوالديه مرضياً لي فأنا عنه ساخط”.
Salah satu sifat kedurhakaan ialah menyakiti keduanya dan tidak memberikan sesuatu yg pada hakikatnya dapat engkau kerjakan. Apalagi jika engkau bermuka masam dan membentak mereka.
Sabda Rasulullah Saw.:
يُوْجِدُرِيْحُ الْجَنَّةِ مِنْ مَسِيْرَةِ أَلْفِ عَامٍ وَلَا يَجِدُهَاعَاقٌ وَلَا قَاطِعُ رَحِمٍ وَلَا شَيْخُ زَانٍ وَلَا مُسْبِلٌ إِزَارَهُ خَيْلَا ءَ, إِنَّمَاالْكِبْرِيَاءُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
“Bau surga tercium dari perjalanan seribu tahun dan tidak dapat menciumnya orang yg berani kepada kedua orang tua, pemutus sanak keluarga, orang lanjut usia yg berzina, dan orang yg melepaskan sarung (melebihi batas), karena kesombongannya. Karena sesungguhnya kesombongan itu hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-Hadits)
Rasulullah Saw. juga bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مَرْضِيًّالِوَالِدَيْهِ مُسْخِطًالِىْ فَأَنَاعَنْهُ رَاضٍ وَمَنْ أَصْبَحَ مُسْخِطًالِوَالِدَيْهِ مَرْضِيًّالِىْ فَأَنَاعَلَيْهِ سَاخِطٌ.
“Barangsiapa mendapatkan ridha kedua orangtuanya, sedangkan ia mengerjakan sesuatu yg membuat murka-Ku, maka Aku ridha padanya. Dan barangsiapa membuat murka kedua orangtuanya, sedangkan ia mengerjakan sesuatu yg Aku ridhai, maka Aku murka kepadanya.” (Al-Hadits)
(وينبغي) للوالد أن يعين ولده على بره بعد الاستقصاء عليه في طلب الحقوق، ولا سيما في هذا الزمان الذي عز فيه وجود البر وعم فيه وجود الشر، وصار الولد يَعُدُّ أبر أولاده من لم يسيء إليه منهم، وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “رحم الله والداً أعان ولده على بره”.
Seyogyanya seorang ayah membantu anak²nya agar dapat berbakti kepadanya dengan tidak terlalu menuntut hak²nya. Apalagi di zaman seperti ini, di mana kebaktian kepada orang tua sedikit sedangkan kedurhakaan merajalela di mana². Akhirnya orang tua berpendapat bahwa anaknya yg paling baik ialah anak yg tak pernah menyakitinya.
Sabda Rasulullah Saw.:
رَحِمَ اللَّهُ وَالِدًااَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى بِرِّهِ.
“Allah memberi rahmat kepada seorang ayah yg membantu anaknya untuk berbakti kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban dari Ali bin Abi Thalib)