Dlm Minahus Saniyyah:
Wasiat 13. Tidak Berlaku Dzalim
(وَتَبَاعَدْ عَنِ الْوُقُوْعِ فِى مَظَالِمِ الْعِبَادِ)
مطلقا لأنه ديوان لا يتركه الله تعالى.
“Menjauhlah engkau dari berbuat dzalim terhadap hamba² Allah”
Secara mutlak, karena Allah Ta’ala tidak akan pernah meninggalkan pembukuan suatu ‘amal pun.
وأما ظلم العبد لنفسه بارتكاب المعاصى دون الشرك بالله تعالى وإن كان هو يرجع إلى ظلم النفس أيضا فإنه ديوان لايعبأ الحق تعالى به يغفر بالتوبة.
Kedzaliman seorang hamba terhadap dirinya sendiri adalah melakukan perbuatan² ma’shiyat selain menyekutukan Allah Ta’ala (syirik) walaupun syirik juga termasuk dzalim terhadap diri sendiri. Karena sekalipun kedzaliman itu tercatat dalam pembukuan ‘amal, Allah Al-Haqq Ta’ala tidak akan perduli dengannya, Dia akan mengampuninya dengan bertaubat.
قال سيدى على الخواص رحمه الله تعالى : مظالم العباد على ثلاثة أقسام، قسم يتعلق بالنفوس، وقسم يتعلق بالأموال، وقسم يتعلق بالأعراض.
Tuanku ‘Aliy Al-Khowwash rahimahullahu Ta’ala berkata; “Kedzaliman terhadap sesama hamba terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kedzaliman yg berhubungan dengan; jiwa, harta dan kehormatan”.
فأما النفوس فلها أحكام عديدة فى مثل قتل العمد والخطأ ووجوب القود والدية والكفارة وغير ذلك مما هو مذكور فى كتب الفقه.
Adapun kedzaliman yg berhubungan dengan jiwa terdapat beberapa hukum seperti; Membunuh dengan sengaja, tidak sengaja, wajib qishash, membayar diyat (tebusan), membayar kafarat (denda atas pelanggaran) dan lain sebagainya yg semua itu dijelaskan dalam kitab² fiqih.
وأما الأموال فإنه لا بد من ردها إلى المظلوم أو وارثه وإن تعذر ذلك لم يبق غير التصدق بها عن صاحبها على مذهب من يرى ذلك، فإن عجز عن رد المظالم فليستكثر من الحسنات التى يوفى منها الغرماء عند الميزان وإلا فليتأهب لتحمل أثقال المظلوم وأوزاره يوم القيامة كما ورد فى الصحيح “أن من كانت له حسنات أخذ من حسناته وأعطى المظلوم، ومن لم يكن له حسنات طرح عليه من سيئات المظلوم وكتب له كتاب إلى النار”
Sedangkan kedzaliman yg berhubungan dengan harta tidak boleh tidak harta tersebut harus dikembalikan kepada orang yg terdzalimi atau kepada ahli warisnya, bila kesulitan, maka harus mensedekahkannya atas nama pemilik harta menurut madzhab ‘ulama yg berpendapat demikian. Bila tidak mampu lagi untuk mengembalikannya, maka harus memperbanyak ‘amal² kebajikan untuk dibayarkan kepada orang yg terdzalimi kelak saat timbangan ‘amal, jika tidak, maka bersiap-siaplah untuk menanggung beban dan dosa² orang yg terdzalimi kelak pada hari kiamat sebagaimana telah ditetapkan dalam hadits shahih; “Bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada para sahabat; “Tahukah kalian, siapakah orang yg bangkrut itu?” Para sahabat menjawab; ‘Menurut kami, orang yg bangkrut di antara kami adalah orang yg tidak memiliki uang dan harta kekayaan.’ Rasulullah Saw. bersabda; “Sesungguhnya umatku yg bangkrut adalah orang yg pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yg belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka”.
وأما الأعراض، فقد ذكر بعض محققي الأئمة فيها تفصيلا حسنا لعله أحوط الوجوه فى هذا الباب، وهو أن تلك المظلمة إن كانت غيبة أو نميمة فلا يخلو الأمر فيها من أحد حالين : إما أن تكون قد بلغت المظلوم أو لم تبلغه فإن بلغت تعين التحلل منها، وإن لم تبلغه كان تبليغها له أذى جديدا فيورث من الحقد وانقطاع المودة ونحو ذلك ما هو أصعب من تلك المظلمة فالطريق فى ذلك كثرة الإستغفار له دون تبليغه وطلب التحلل منه،
Dan kedzaliman yg berhubungan dengan kehormatan, sebagian Imam ahli tahqiq telah menyatakan tentangnya secara rinci dengan rincian yg sangat baik, mungkin itu merupakan langkah yg sangat berhati-hati dalam menangani masalah ini. pernyataannya adalah; Apabila kedzaliman itu berupa ghibah (menggunjing) atau namimah (adu domba), maka kedzaliman tersebut tidak terlepas dari salah satu di antara dua hal, yaitu; Adakalanya kedzaliman itu telah sampai kepada orang yg terdzalimi, dan adakalanya tidak atau belum sampai kepadanya. Apabila kedzaliman itu telah sampai kepada orang yg terdzalimi, maka ia wajib memohon agar kedzalimannya dimaafkan. Dan apabila belum sampai kepadanya, maka (jangan sekali-kali menyampaikannya, karena) menyampaikan kedzaliman tersebut kepadanya berarti ia melakukan kedzaliman yg baru hingga menimbulkan dendam, putusnya tali kasih sayang dari sesamanya yg berupa persoalan yg lebih rumit daripada kedzaliman itu sendiri. Adapun jalan penyelesaiannya adalah banyak² memintakan ampun untuk orang yg terdzalimi, bukan menyampaikannnya dan bukan memohon kepada madzlum agar memaafkan kedzalimannya.
ثم لا يخفى عليك يا أخى أن من الذنوب ما يشبه أمره من جهة كونه من مظالم النفس أو مظالم العباد كالزنا واللواط مثلا، فإن الأمر فى ذلك يحتاج إلى تفصيل ليظهر بواسطة رجائه الصواب، وهو أن يقال : إن كان المفعول به مبتدئا كانت تلك المظلمة من مظالم النفس، وإن كان الفاعل قد راوده وعاوده كان ذلك من مظالم العباد الصعبة، لأنه آذى تلك الصورة وقهرها وجرها إلى المعصية، ومن سن سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها إلى يوم القيامة، وأيضا فإنه هتك عرضها وآذى أهلها وحملهم العار وغير ذلك .
Kemudian tidak diragukan lagi olehmu wahai saudaraku bahwa di antara dosa² adalagi dosa yg kasusnya serupa antara apakah termasuk dzalim kepada diri sendiri atau dzalim kepada orang lain? Seperti perzinahan dan liwath (homoseksual). Kasus semacam ini harus di tafshil (dirinci) agar nampak yg sebenarnya mana yg dzalim kepada diri sendiri dan mana yg dzalim kepada orang lain. Rinciannya yaitu; Apabila yg memulai adalah pihak sasaran (wanita), maka itu termasuk dzalim kepada dirinya sendiri, sedangkan apabila pihak pelaku (laki²) yg merayu dan memaksanya, maka itu termasuk kedzaliman terhadap sesama hamba yg sangat rumit, sebab dalam kasus semacam ini ia memaksanya dan menyeretnya kepada perbuatan ma’siyat, “Barangsiapa memberi contoh dengan contoh yg buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yg melakukannya sampai hari kiamat”. Dan sesungguhnya ia juga merusak kehomatannya, menyakiti, dan mempermalukan keluarganya dan lain sebagainya.
(تنبيه)
الأعراض أشد من الأموال . قال العلماء : لو أن شخصا أخذ مال شخص ثم تورع فجاء به بعد موته إلى ورثته وإلى جميع أهل الأرض فجعلوه فى حل ما كان فى حل فعرض المؤمن أشد من ماله،
(Peringatan);
Kehormatan seseorang adalah lebih berharga daripada hartanya. Para ‘ulama berkata; Seandainya seseorang mengambil harta orang lain, kemudian ia berlaku wira’i, lalu setelah orang itu meninggal dunia ia datang dengan membawa harta tersebut kepada ahli warisnya dan kepada seluruh penduduk bumi, maka mereka dapat menghalalkannya selama harta tersebut berupa harta halal. Adapun berurusan dengan kehormatan seseorang adalah lebih berat tanggung jawabnya daripada berurusan dengan hartanya.
ومن كلام الشيخ أبى المواهب الشاذلى رحمه الله تعالى : “مما يوقف المريد عن الترقى وقوعه فى غيبة أحد من المسلمين”، ومن ابتلي بوقوعه فى ذلك فليقرأ الفاتحة وسورة الإخلاص والمعوذتين ويجعل ثوابهن فى صحائف ذلك الشخص، فإنى رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فى المنام وأخبرنى بذلك وقال : “إن الغيبة والثواب يقفان بين يدي الله تعالى وأرجو أن يتوازنا” فاعلم ذلك يا أخي .
Syaikh Abu Al-Mawahib As-Syadziliy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Sebagian dari perkara yg dapat menghambat seorang murid untuk naik derajat adalah menggunjing salah seorang dari orang² muslim”. Barangsiapa yg di uji berupa terjerumus ke dalam masalah tersebut hendaklah ia membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, dan Al-Mu’awwidzatain, dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yg digunjing, karena aku pernah melihat Rasulullah Saw. dalam tidurku memberi kabar kepadaku tentang hal itu, Beliau bersabda; “Sesungguhnya (dosa) ghibah dan pahala (bacaan itu) keduanya berhenti dihadapan Allah Ta’ala, aku berharap keduanya menjadi seimbang”.
Ketahuilah wahai saudaraku!