Dengan amat jelas Al-Qur’an menerangkan tentang peristiwa Isra’, seperti dalam firman Allah Ta’ala:
سُبْحٰنَ الَّذِىٓ أَسْرٰى بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِى بٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yg telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yg telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda² (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1)
Akan tetapi berkaitan dengan peristiwa Mi’raj sendiri, Al-Qur’an menyatakannya sebagai sebuah konsekuensi logis (iltizaman). Hal itu dapat diketahui ketika Al-Qur’an berbicara mengena diri Rasulullah Saw. yg berjumpa dengan Allah Ta’ala dan malaikat Jibril as. –menurut beberapa kitah tafsir– di Sidratul Muntaha. Dari peristiwa perjumpaan tersebut dapat ditarik sebuah konsekuensi logis bahwa Rasulullah Saw. mendaki sampai ke Sidratul Muntaha yg berada di atas langit ketujuh. Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأٰىٓ
أَفَتُمٰرُونَهُۥ عَلٰى مَا يَرٰى
وَلَقَدْ رَءَاهُ نَزْلَةً أُخْرٰى
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى
“Hatinya tidak mendustakan apa yg telah dilihatnya. Maka apakah kaum (musyrik Mekkah) hendak membantahnya tentang apa yg telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yg asli) pada waktu yg lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (QS. An-Najm [53]: 11-14)
Di masing² langit Rasulullah Saw. berjumpa dengan penghuninya. Di langit pertama Beliau berjumpa dengan Adam, di langit kedua bertemu dengan Isa dan Yahya, di langit ketiga berpapasan dengan Yusuf, di langit keempat dengan Idris, di langit kelima dengan Harun, di langit keenam dengan Musa, dan di langit ketujuh bertemu dengan Ibrahim as., yg sedang menyandarkan kepalanya di Baitul Makmur, menurut riwayat hadits dari Imam Muslim. Baitul Makmur bagi penghuni langit sama kedudukannya dengan Ka’bah bagi penghuni bumi. Setiap hari terdapat tujuh puluh ribu malaikat melaksanakan shalat di Baitul Makmur ini, kemudian keluar dan tidak pernah kembali lagi selamanya.
Menurut kami, Rasulullah Saw. tidak menanyakan para Nabi yg dijumpainya tentang keberadaan mereka di tengah² umatnya yg terdahulu, tidak pula tentang berbagai halangan dan rintangan yg dihadapi masing² Nabi selama berdakwah ke jalan tauhid. Percakapan hanya terbatas pada ucapan salam dan sambutan. Boleh jadi, tidak adanya percakapan antara Rasulullah Saw. dengan para Nabi yg lain, disebabkan karena Allah Ta’ala telah menceritakan segala hal yg berkenaan dengan para Nabi itu, sehingga hati Rasulullah Saw. merasa tidak butuh bercakap-cakap lagi dengan para utusan Allah itu. Inilah peristiwa Mi’raj dan kenaikan Rasulullah Saw. dalam rangka perjumpaan dengan Allah Ta’ala.