Dlm Fathur Rabbani:
karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani qs.
Majelis ke-51:
“Jangan Bersandar pada Dunia”
Pengajian Ahad, 20 Sya‘ban 545 H, tanpa keterangan tempat.
Dunia seluruhnya adalah hikmah dan amal Akhirat seluruhnya adalah qudrah. Yg pertama berlandaskan kebijaksanaan, sementara yg kedua berpatokan pada kekuasaan (kekuatan). Meski demikian, jangan abaikan kerja di rumah hikmah, dan jangan lemahkan kekuatan di rumah qudrah. Beramallah di rumah hikmah dengan hikmah kebijaksanaan-Nya dan jangan bersandar pada qudrah kekuasaan-Nya. Janganlah kau jadikan takdir sebagai dalih, sehingga engkau berargumentasi dengannya dan mengabaikan amalmu. Berdalih karena takdir merupakan argumentasi para pemalas. Dalih karena takdir hanya bisa digunakan untuk selain wacana perintah dan larangan.
Seorang Mukmin tidak tinggal di dunia ini dan tidak pula nyaman dengan segala isinya. la hanya mengambil bagian dunianya untuk kemudian melangkah menuju Allah Ta’ala dengan segenap hatinya. Ia terus berdiri di sana hingga gemilang dunia disingkirkan dari dirinya, hati di izinkan untuk masuk ke sana dengan kunci rahasia-Nya yg mengeluarkan nurani ke hati, lalu menuju nafsu yg tenang dan anggota badan yg patuh. Dalam proses demikian, Dia mencukupkan (kebutuhan) keluarganya, dan memisahkan antara ia dan mereka.
Dia memberikan perlindungan kepadanya dari kejahatan² tangan manusia, juga menundukkan mereka padanya, namun dengan tetap memisahkan jarak antara hatinya dan hati mereka, sehingga yg ada hanyalah ia dan Allah Ta’ala, seolah-olah manusia tidak tercipta baginya dan tidak ada yg dicipta untuk Tuhannya selain dirinya. Terbentuklah hubungan, Allah Ta’ala sebagai Subyek (Fa’il) dan ia menjadi obyek (maf’ul fih). Dia sebagai yg dicarinya dan ia sebagai pencari-Nya, Dia sebagai pusat dan ia sebagai sub-ordinat. Ia tidak mengenal selain-Nya, juga tidak melihat selain-Nya, karena Dia telah menghilangkannya dari manusia:
ثُمَّ اِذَا شَاۤءَ اَنْشَرَهٗ
“Kemudian jika Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.” (QS. ‘Abasa [80]: 22)
Dia akan mewujudkannya kembali di tengah² manusia demi kemaslahatan dan petunjuk bagi mereka. Ia pun bersabar atas kejahilan tangan mereka demi meraih ridha Allah Ta’ala.
Kaum (shaleh) adalah para pengawal hati dan nurani. Mereka berdiri tegak hanya bersama Allah Ta’ala dan beramal hanya untuk-Nya. Hai orang munafik! Engkau tidak memiliki basis informasi sedikit pun perihal kaum ini, juga tidak memiliki informasi apa² tentang iman dan keintiman dengan Allah Ta’ala. Sebentar lagi, engkau akan mati dan merutuk sesal telah berpuas dengan kefasihan lisan, namun berhati gagu, sebab ternyata hal ini tidak berguna sedikit pun bagimu. Kefasihan adalah untuk hati, bukan lisan. Hai orang yg mati hatinya dan jauh dari kaum (shaleh), hai orang yg mau mengatur diri sendiri (menolak pengaturan Allah), hai orang yg terhalang oleh hijab diri dan manusia dari Allah Ta’ala. Menangislah seribu kali untuk dirimu dan satu kali saja untuk orang lain!
Tuhanku! Jika aku bisu, maka buatlah aku bicara. Lalu berikanlah manfaat pada manusia dengan bicaraku, sempurnakan keshalehan mereka di tanganku. Jika tidak, maka kembalikan saja aku menjadi bisu lagi.
Wahai manusia! Aku serukan pada kalian kematian merah (al-maut al-ahmar), yaitu perlawanan menentang hawa nafsu, tabiat, setan, dan dunia, keluar dari (komunitas) manusia, serta meninggalkan segala selain Allah Ta’ala secara totalitas. Berusahalah meraih ahwal ini dan jangan pernah berputus asa sebab Allah Ta’ala berfirman:
يَسْـَٔلُهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِيْ شَأْنٍۚ
“Apa yg di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman [55]: 29)
Mintalah pada-Nya menurut kadar qudrah-Nya. Artinya, mintalah pada-Nya dari perspektif qudrah, jangan dari perspektif hikmah. Mintalah pada-Nya dari perspektif ilmu-Nya, jangan dari perspektif ilmu kalian. Mintalah pada-Nya dengan hati dan nurani kalian, jangan sekadar gerakan lisan. Mintalah pada-Nya dari balik kegigihan ilmu dan qudrah kemampuan kalian. Berdirilah di hadapan-Nya di atas kaki² kelemahan dari segala sesuatu. Jangan mengajukan kepentingan dalam berhubungan dengan-Nya, jangan menawar takdir-Nya, dan jangan minta syarat ketergantungan pada-Nya. Jangan menolak pengaturan-Nya dengan pengaturan kalian sendiri.
Barangsiapa yg tidak mengamalkan ilmunya adalah orang bodoh, meskipun ia memiliki kekuatan hafalan dan pengamalan makna²nya. Belajar tanpa di amalkan akan menyeretmu pada makhluk, dan pengamalan belajarmu akan membimbingmu pada Allah Ta’ala dan membuatmu zuhud terhadap duniawi, memperlihatkan padamu batin dirimu, menyibukkanmu dan menghias lahir dan mengilhamimu untuk menghias batin. Jika demikian halnya, maka Allah Ta’ala akan melindungimu, sebab engkau telah layak menjadi milik-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ وَلِيِّ َۧ اللّٰهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصّٰلِحِيْنَ
“Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yg telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an). Dia melindungi orang² yg shaleh.” (QS. Al-A’raf [7]: 196)
Dia melindungi lahir dan batin mereka, mendidik lahir mereka dengan tangan hikmah-Nya dan mendidik batin mereka dengan tangan ilmu-Nya. Mereka pun menjadi tidak takut pada selain-Nya, juga tidak mengharap pada selain-Nya. Mereka tidak mengambil (duniawi) kecuali dari-Nya dan tidak memberi selain dalam kerangka-Nya. Mereka tidak mengakrabi selain-Nya dan sebaliknya merasa intim dan tenang bersama-Nya.
Dewasa ini, telah banyak terjadi perubahan dan perombakan. Ini adalah zaman kelesuan, dan kemunafikan. Hai orang munafik! Engkau adalah budak dunia dan makhluk. Engkau berbuat agar dilihat oleh mereka serta beramal demi mereka sambil melupakan pandangan Allah Ta’ala atas dirimu. Engkau tampil seolah beramal demi Akhirat, padahal seluruh amal dan orientasimu hanya semata demi dunia. Rasulullah Saw. bersabda:
“Ketika seorang hamba berhias dengan amal Akhirat padahal ia tidak menginginkannya, juga tidak mencarinya, maka ia dilaknat di langit, lengkap dengan nama sekaligus nasabnya.”
Aku sudah tahu kalian, hai orang² yg munafik di jalan hukum dan ilmu, tetapi aku akan menutup-tutupi aib kalian ini dengan satir Allah Ta’ala.
Celaka kau! Tidakkah kau malu dengan anggota badanmu (yg kelak di Hari Kiamat akan angkat bicara membongkar rahasiamu), Engkau tidak suci dari kemaksiatan dan najis² yg nyata, namun engkau mengklaim kesucian batin. Hatimu saja tidak suci, apalagi nuranimu. Engkau tidak berlaku santun dengan makhluk, maka bagaimana mungkin engkau mengklaim kesopanan bersama Sang Pencipta. Engkau tidak suka dengan Guru, juga tidak santun dan menerima instruksi²nya, tetapi engkau ingin menonjolkan diri dan duduk di deretan depan.
Jangan bicara hingga tauhidmu berdiri tegak di atas kakinya dan kokoh di hadapan Allah Ta’ala, lalu engkau keluar dari kepompong wujud (kemanusiaan)mu dan duduk di batu kelembutan di bawah sayap keintiman dengan-Nya. Demikian pula jika engkau sudah menemukan cinta keikhlasan dan engkau minum air penyaksian (musyahadah), dan tetap mengembannya sampai engkau menjadi ayam jago. Jika sudah demikian hal -mu, maka engkau akan menjadi penjaga ayam² betina, berempati pada mereka, berkokok menyeru dan membangunkan manusia di malam dan siang hari, serta menyadarkan mereka untuk mentaati Allah Ta’ala.
Hai bodoh! Tinggalkan buku tulis itu dari tanganmu dan kemarilah duduk di hadapanku. Ilmu itu diperoleh dari mulut orang, bukan dari buku, dari hal (tingkah laku), dan dari maqal (ucapan). Ilmu diambil dari orang² yg lebur binasa (al-fanin) dari diri mereka sendiri dan makhluk, kekal abadi bersama Allah Ta’ala. Lingkaran ilmu mengharuskan kebinasaanmu dari dirimu sendiri dan dari mereka, kemudian wujud keberadaanmu bersama-Nya. Matilah dari selain-Nya, lalu hiduplah hanya dengan dan demi-Nya.
Sandingilah pelayan² Allah Ta’ala yg tidak pernah bergeming dari pintu-Nya dan senantiasa disibukkan dengan pelaksanaan perintah-Nya dan penjauhan larangan-Nya, serta kepatuhan tanpa membantah atas takdir-Nya. Mereka berputar bersama kehendak dan perbuatan-Nya atas diri mereka. Mereka tidak pernah membantah-Nya sedikit pun (atas ketentuan takdir-Nya) pada diri mereka, juga pada diri orang lain. Mereka tidak pernah menentang-Nya, dalam hal sekecil dan sebesar apa pun, juga dalam hal setinggi dan serendah apa pun. Jangan kau sibuk melayani dirimu sendiri dan lupa melayani Allah Ta’ala karena ambisi menggapai keinginan² nafsu.
Para wali Allah terbebani keharusan meminta dari manusia, meski sebenarnya para wali tersebut tidak membutuhkan mereka, akan tetapi Dia mengilhamkan mereka untuk melakukan hal tersebut sebagai bentuk kasih pada manusia. Jadi seorang wali tidak meminta dari mereka lantaran nafsunya, sebab nafsu mereka telah tenang dan sudah tidak memiliki keinginan dan syahwat apa² lagi pada dunia. Engkau pikir nafsunya seperti nafsu bodohmu yg menghentikanmu untuk melayaninya dan mengendalikanmu sesuai keinginan dan syahwatnya.
Jika engkau memiliki akal sehat, pastilah engkau akan lari dari melayani nafsu yg merupakan musuhmu dan (sebagai gantinya) engkau akan menyibukkan dirimu sepenuhnya untuk melayani Allah Ta’ala. Yg benar bagimu adalah diam tidak menanggapi nafsu dan membenturkan ucapannya ke tembok. Dengarkanlah ocehannya sebagaimana engkau dengarkan igauan orang gila yg telah hilang akalnya. Jangan kau pedulikan ucapan dan permintaannya akan syahwat kesenangan, kelezatan, dan kebathilan. Kebinasaanmu dan kebinasaannya adalah jika engkau menerima dan memenuhi permintaannya. Sementara kebaikanmu dan kebaikannya terletak pada penolakan atasnya.
Ketika nafsu taat dan tunduk pada Allah Ta’ala, maka Dia akan menganugerahkan rezekinya secara berlimpah dari segala penjuru, namun jika ia durhaka dan memberontak pada-Nya, maka Dia akan memutuskan sarana²nya dan memberi penderitaan atasnya. Ia pun akan binasa dan merugi besar, baik di dunia maupun Akhirat. Nafsu yg patuh dan qana‘ah pada pemiliknya akan dilayani. Ke mana pun menuju, ia akan menemukan bagian (rezeki)nya.
Termasuk ridha dengan-Nya adalah menunaikan kewajiban yg dibebankan atasnya dengan hati yg bersih tanpa perasaan terbebani, serta kosong dari segala selain Allah Ta’ala, juga dengan anggota badan yg tenang tanpa kelelahan lantaran mengeruk dunia dan surplus²nya. Hai orang yg dikaruniai kenikmatan-Nya! Bersyukurlah pada Sang Maha Pemberi nikmat. Jika tidak, maka apa yg kau miliki akan dirampas-Nya lagi dari tanganmu. Pangkaslah sayap² nikmat dengan syukur, jika tidak, maka ia akan terbang dari sisimu. Orang mati adalah orang yg mati dari Tuhannya, meskipun ia hidup di dunia. Apa manfaat hidup baginya, jika ia hanya menghamburkannya untuk memenuhi syahwat kesenangan, kelezatan, dan kebathilan. Ia telah mati secara substansi, bukan dalam bentuk atau rupa. Ya Allah, hidupkanlah kami bersama-Mu dan matikanlah kami dari selain-Mu.
Hai orang yg renta umurnya, namun kecil tabiatnya! Sampai kapan engkau mau berlari karena sifat kekanak-kanakan tabiatmu di belakang kekikiran dunia, sampai² engkau menjadikannya sebagai tumpuan citamu. Tidakkah kau tahu bahwa citamu merupakan hal yg terpenting bagimu dan engkau juga adalah budak orang yg memegang kendali dirimu di tangannya? Jika kendali hidupmu di tangan dunia, maka engkau adalah budak dunia. Pun jika kendali hidupmu berada di tangan Akhirat, maka engkau juga adalah budak Akhirat. Jika kendali hidupmu berada di tangan Allah Ta’ala, maka engkau adalah budak-Nya. Sama ketika kendali hidupmu berada di tangan nafsumu, maka engkau adalah budak nafsu. Jika berada di tangan hawa kesenangan, maka engkau adalah budak hawa, dan jika berada di tangan manusia, maka engkau adalah budak manusia. Perhatikan pada siapa engkau serahkan kendali dirimu, maka dialah majikanmu.
Mu‘adz rahimahullah mengatakan (dalam sebuah munajatnya): “Ya Allah, jika Engkau tidak melakukan padaku apa yg aku kehendaki, maka sabarkanlah aku atas apa yg Engkau kehendaki!”
Wahai pemuda! Ridha menerima qadha lebih baik daripada mengambil (bagian) dunia dengan penentangan. Manis ridha lebih manis di hati kaum shiddiqin daripada mengkonsumsi syahwat kesenangan dan kelezatan. Bagi mereka, ia juga lebih manis daripada seluruh dunia beserta isinya sebab sikap ridha mengharumkan kehidupan secara totalitas dalam segala kondisi dan keragaman jenisnya.
Berbicaralah pada manusia dengan lisan ilmu, amal, dan ikhlas. Jangan berbicara pada mereka dengan lisan ilmu tanpa amal, sebab hal itu tidak akan berguna apa² bagimu dan bagi ilmu yg kau miliki. Rasulullah Saw. bersabda:
“Ilmu memanggil-panggil amal jika ia menjawabnya. Jika tidak, maka ia akan hengkang darinya.”
Artinya, engkau menghilangkan barakahnya dan menyisakan hujatan negatif atasmu, sehingga engkau menjadi orang alim yg terfitnah oleh ilmunya sendiri. Pohonnya memang masih kau miliki, namun buahnya menghilang darimu.
Mohonlah kepada Allah Ta’ala, agar Dia berkenan menganugerahimu hal dan maqam di hadapan-Nya. Jika Dia sudah menganugerahkannya padamu, maka mohonlah juga pada-Nya untuk menyembunyikan hal tersebut serta menjagamu agar engkau tidak sampai terjebak pada kecintaan untuk menampak-nampakkan sedikit saja darinya. Jika engkau senang menampak-nampakkan apa yg menjadi rahasia antara kau dan Allah Ta’ala maka itulah sebab kebinasaanmu. Jauhilah sikap ‘ujub (bangga hati) dengan ahwal dan amalan, karena hal itu akan membuat pemiliknya di murka dan dibenci oleh Allah Ta’ala. Jauhilah juga kegemaran mengumbar bicara di hadapan manusia dan menerima mereka, sebab hal itu akan menimbulkan mudharat bagimu serta tidak akan bermanfaat apa². Jangan bicara satu patah kata pun sebelum engkau mendapat perintah yg pasti dari Allah Ta’ala di dalam hatimu.