Dlm Fathur Rabbani:
karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani qs.
Majelis ke-50:
“Mengosongkan Diri dari Problematika Dunia”
Pengajian Jum’at pagi, 18 Sya‘ban 545 H, di Madrasah.
Sibukkanlah dirimu dengan perbaikan diri sendiri dan keshalehanmu. Jauhi dan jangan kau urusi desas-desus serta kegilaan dunia. Kosongkanlah diri dari hiruk pikuk problematika dunia semampumu. Rasulullah Saw. bersabda:
“Kosongkanlah dirimu dari beban pikiran dunia semampumu.”
Hai orang yg bodoh tak tahu dunia! Jikalau saja kau tahu, pastilah engkau tidak akan mencari-carinya. Jika datang kepadamu, maka dunia tetap melelahkan, dan jika pergi, ia membuatmu menyesal. Jika kalian mengenal Allah Ta’ala, niscaya kalian akan mengetahui selain-Nya dengan media-Nya, akan tetapi engkau bodoh dengan-Nya, juga dengan para Rasul, Nabi, dan para Wali-Nya.
Celakalah! Tidakkah engkau mengambil pelajaran dari apa yg telah berlaku pada generasi² terdahulu dengan dunia ini. Carilah jalan selamat darinya. Tanggalkan bajunya dan larilah menjauhinya. Artinya, tanggalkan baju nafsu dan berjalanlah menuju pintu Allah Ta’ala. Jika engkau telah melepaskan nafsumu, maka engkau telah lepas dari selain Allah Ta’ala, dan jika segala selain-Nya mengikuti nafsu, maka kesampingkan nafsumu, niscaya engkau akan melihat Tuhanmu Allah Ta’ala. Serahkan diri pada-Nya, niscaya engkau akan selamat. Berjuanglah demi-Nya, niscaya engkau akan mendapatkan petunjuk. Bersyukurlah pada-Nya, niscaya Dia akan menambah rezekimu. Serahkanlah diri dan manusia pada-Nya. Jangan membantah ketentuan-Nya atas dirimu dan orang lain.
Kaum shaleh tidak memiliki kehendak dan ikhtiar apa² ketika telah bersama Allah Ta’ala. Mereka tidak berambisi dan bersemangat mencari bagian² (duniawi) mereka, juga tidak memperhatikan bagian orang lain. Karena itu, jika engkau ingin bersanding dengan kaum shaleh, di dunia dan Akhirat, maka turutilah Allah dalam segala perkataan, perbuatan, dan kehendak-Nya, tetapi aku lihat kalian malah berlaku sebaliknya. Kalian menjadikan penentangan dan penolakan sebagai perilakumu siang dan malam, Ketika Dia berkata, “Kerjakan!” maka engkau tidak mengerjakan, seolah Dialah yg hamba dan engkau Tuhan yg disembah. Subhanallah! Betapa sabar Dia. Jikalau tidak, pastilah kulihat engkau dalam keadaan yg sebaliknya.
Jika engkau menginginkan kebahagiaan, maka engkau harus tenang di hadapan-Nya. Tenang lahir dan batin. Kekurang-ajaranmu hanya berlaku padaku, dan aku menganggapnya sebagai keringanan/dispensasi (rukhshah). Laksanakan perintah, jauhi larangan, turutilah takdir-Nya (tanpa bertanya dan membantah), dan tenangkan lahir dan batimu tanpa bicara di hadapan-Nya, niscaya engkau akan mendapatkan kebaikan dunia maupun Akhirat. Jangan meminta sesuatu pun dari manusia sebab mereka itu lemah, fakir, tidak memiliki kuasa memberi manfaat dan menolak mudharat atas diri mereka, apalagi orang lain.
Bersabarlah bersama Allah Ta’ala. Jangan tergesa-gesa dan terlalu kikir meminta-Nya. Jangan menuduh-Nya dalam ihwal ketentuan-Nya, sebab Dia lebih menyayangi diri kalian daripada kalian sendiri. Karena itu ada seorang shaleh yg berkata, “Apa lagi yg harus ku angankan?” Kalian tinggal menurut pada-Nya saja (tanpa membantah), sebab Dia lebih tahu daripada kalian atas diri kalian. Tidak setiap kemaslahatan ditampakkan Allah padamu. Allah Ta’ala berfirman:
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)
وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“Dan Allah menciptakan apa yg tidak kamu ketahui.” (QS. An-Nahl [16]: 8)
وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا
“Sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra’ [17]: 85)
Barangsiapa yg ingin menempuh jalan al-Haqq ‘Azza wa Jalla, maka ia harus mendidik nafsu dirinya terlebih dahulu sebelum menempuhnya. Nafsu berkarakter buruk dan kurang ajar. Nafsu selalu mendorong pada keburukan. Apa yg bisa kau lakukan di hadapan Allah Ta’ala dalam keadaan begitu? Karena itu, lawanlah hingga ia menjadi tenang. Baru jika ia sudah tenang, maka bawalah ia bersamamu menuju pintu-Nya. Jangan menurutinya kecuali setelah ia menjalani riyadhah dan pendidikan, berbudi baik dan tenang menerima janji Allah Ta’ala dan ancaman-Nya.
Nafsu itu buta, bisu, tuli, bebal, bodoh, dan tidak mengetahui Tuhannya, bahkan memusuhi-Nya. Dengan kontinuitas (terus menerus) mujahadah, maka kedua matanya menjadi terbuka, mulutnya bisa berbicara, telinganya bisa mendengar, kebebalan dan kebodohannya hilang, juga permusuhannya pada Tuhannya Allah Ta’ala. Proses ini membutuhkan tali ikatan, Guru, dan kelanggengan, jam demi jam, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Semua ini tidak akan terwujud hanya dengan mujahadah sejam, sehari, atau sebulan saja. Cambuklah nafsu dengan cambuk lapar, cegahlah ia dari bagiannya dan tempatkan ia dalam memenuhi hak²nya. Seretlah ia dan jangan takut akan pedang dan pisaunya. Pedangnya hanya sebentuk kayu, bukan besi baja. Ia hanya bicara tanpa berbuat. Dusta tanpa ketulusan. Janji tanpa pernah ditepati. Ia tidak memiliki cinta kasih, dan terus berjalan tanpa memiliki kampung halaman. Iblislah yg menjadi panglimanya. Iblis tidak mempunyai kekuatan apa² melawan orang² beriman yg benar² tulus memusuhi dan melawannya, apalagi hanya nafsu. Jangan pikir bahwa Iblis telah masuk Surga dan mengeluarkan Adam as. dari sana dengan kekuatannya, akan tetapi Allah Ta’ala lah yg memberinya kekuatan untuk melakukan hal tersebut dan hanya menjadikannya sebagai perantara dan sarana semata, bukan sumber.
Hai orang yg sedikit akalnya! Janganlah berlari menjauh dari pintu Allah Ta’ala hanya karena bencana yg ditimpakan-Nya padamu, sebab Dia lebih mengetahui perihal kemaslahatanmu daripada dirimu sendiri. Dia tidak memberimu bala cobaan, kecuali demi suatu faedah dan hikmah. Karena itu, jika Dia mengujimu lagi dengan petaka, maka bersikap tegarlah! Kembalikan hal itu pada dosa²mu dan perbanyaklah istighfar memohon ampunan dan taubat. Mohonlah kesabaran dan ketegaran pada-Nya dalam menghadapi petaka. Berdirilah di hadapan-Nya dan berpeganglah pada rahmat-Nya. Mohonlah penyingkapan-Nya atas cobaan tersebut beserta penjelasan sisi kemaslahatan di dalamnya.
Jika engkau menginginkan kebahagiaan, maka dampingilah seorang Syaikh yg ‘alim (pakar) dalam hukum Allah Ta’ala dan ilmu-Nya. Ia akan mengajar dan mendidikmu, serta mengenalkan jalan menuju Allah Ta’ala padamu. Seorang murid (pencari Allah) memerlukan komandan dan pemandu, sebab ia menempuh perjalanan di tengah padang sahara yg dipenuhi kalajengking, ular, petaka, kehausan, dan binatang buas yg mematikan. Seorang Syaikh berfungsi mengingatkannya dari petaka² ini serta menunjukkannya lokasi air dan pohon² yg sedang berbuah. Jikalau ia hanya sendirian tanpa pemandu, tentunya ia akan hilang di hamparan tanah luas tak bertuan yg penuh binatang buas, kalajengking, ular, dan petaka.
Hai musafir yg menempuh jalan dunia! Jangan memisahkan diri dari kafilah, pemandu, dan kawan²mu. Jika tidak, maka engkau akan kehilangan harta, dan nyawamu. Engkau, hai musafir di jalan Akhirat! Senantiasalah bersama pemandu, hingga ia mengantarkanmu ke sebuah tempat tinggal. Layanilah ia selama dalam perjalanan, santuni dengan kesopanan, dan jangan sekali-kali melanggar pendapatnya.
Dia mengajarimu dan mendekatkanmu pada-Nya. Kemudian ia akan melepaskanmu di jalanan demi menguji kecerdasan, ketulusan, dan ketajaman pandanganmu. Maka setelah itu, engkau akan diangkat sebagai raja dan sultan disana. Ia menjadikanmu khalifah dalam kendaraan²Nya, dan engkau harus menjalani hal ini sampai kelak ia membawamu menghadap Nabimu, Rasulullah Saw., lalu menyerahkanmu padanya. Selanjutnya, ia mendekatkan jiwamu dan mewakilkanmu pada hati, ahwal, dan esensi. Engkau menjadi duta antara Allah dan manusia, serta pemuda asisten Rasulullah Saw. yg bolak-balik mendatangi manusia dan Sang Pencipta (untuk menyampaikan aspirasi masing²). Status ini tidak datang sendiri dengan takhalli dan tamanni (angan belaka), akan tetapi dengan sesuatu yg mengakar kuat di dada yg kemudian di realisasikan dengan amal.
Kaum (shaleh) adalah kaum yg berbeda di kalangan manusia. Dari setiap satu juta jiwa hingga tak terhingga, hanya ada satu orang yg sudi mendengarkan Kalam Allah Ta’ala dengan segenap hati dan esensi batiniah mereka, kemudian mewujudkannya dalam amal fisik. Hai orang² yg bodoh, bertaubatlah pada Allah Ta’ala, kembalilah ke jalan kaum shiddiqin dan ikutilah jejak mereka, baik perkataan maupun perbuatan mereka. Janganlah kalian mengikuti niat² jalan kaum munafik yg hanya mencari dunia, mengingkari Akhirat, dan meninggalkan jalan Allah Ta’ala yg ditempuh oleh generasi² sebelumnya. Mereka membelok ke kanan, kiri, dan mundur ke belakang mencari jalan para pemalas serta tidak menyusuri rute jalan yg benar, yg merupakan jalan menuju Allah Ta’ala.
Wahai pemuda! Orang² yg engkau gauli di dunia ini hanya seumur dunia, dan kelak (di Akhirat) engkau tidak akan melihat dan menjumpai mereka lagi. Jalinan pergaulan itu telah terputus di antara kalian. Bagaimana tidak terputus, jika pergaulan itu engkau jalin dengan kolega² buruk yg kau gauli dalam kerangka selain Allah Ta’ala? Jika memang engkau harus berinteraksi dengan makhluk, maka jalinlah pergaulan dengan orang² yg wara’ dan zuhud, ‘arif, ahli dalam beramal, serta pencari dan yg dicari Allah Ta’ala. Bergaullah dengan orang yg menjauhkanmu dari manusia dan mendekatkanmu pada kedekatan Allah Ta’ala, menjauhkanmu dari kesesatan dan membimbingmu di jalan (Allah), yg menutup kedua matamu dari dunia untuk kemudian membukakannya pada Akhirat, menyingkirkan periuk² dunia di hadapanmu, untuk kemudian menggantinya dengan periuk² Akhirat, menghilangkan ketersembunyian darimu dan menggantinya dengan kebebasan, menegakkanmu di antara ular², kalajengking, dan binatang buas, lalu mendudukkanmu dalam keamanan, kenyamanan, dan kebaikan. Jalinlah pergaulan dengan orang² yg berspesifikasi demikian. Sabarlah dengan ucapan mereka, dan terimalah perintah serta larangannya, niscaya engkau akan segera melihat kebaikan, meskipun untuk keberanian itu dibutuhkan kesabaran sesaat bagimu.
Tidak akan ada sesuatu yg datang padamu dengan sendirinya tanpa di iringi kerja keras. Belilah ruzkariyyah dan zanbil (keranjang yg terbuat dari daun kurma), lalu duduklah di pintu amal. Jika memang Dia menakdirkan engkau bekerja, maka engkau akan bekerja, namun, meski demikian berikanlah hak bagi sarana (sabab), baru kemudian tawakkal dan duduklah di pintu amal. Jika mereka mengambil ruzkariyyah dan tidak mengambilmu serta, tetap jangan bergeming dari tempatmu sampai engkau merasa berputus asa dengan seseorang yg memanggilmu untuk bekerja padanya. Ketika itulah lemparkanlah dirimu di lautan tawakkal. Dengan demikian engkau telah menggabungkan antara sarana dan Pemberi sarana.
Bersikap santunlah di hadapan Gurumu. Usahakanlah kebisuanmu lebih banyak daripada bicaramu, sebab hal itu merupakan sarana untuk mengajarimu dan mendekatkanmu ke hatinya. Kesantunan budi membuatmu dekat, sementara kekurang-ajaran membuatmu jauh. Akan tetapi, bagaimana mungkin engkau bisa bersikap penuh santun jika engkau tidak mau bergaul dengan orang² yg santun? Juga bagaimana engkau belajar jika engkau tidak suka dengan Gurumu, dan berprasangka buruk padanya?
[]