Dlm Fathur Rabbani:
karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani qs.
Majelis ke-46:
“Cinta Allah”
Tanpa keterangan waktu dan tempat pengajian.
Ketahuilah, segala sesuatu bergerak oleh gerakan-Nya dan diam oleh diam-Nya. Jika persepsi ini sudah kokoh menancap pada diri seseorang, maka ia akan merasa lega dari beban berat syirik (menyekutukan Allah) dengan manusia dan manusia pun merasa nyaman dengannya, sebab ia tidak mencela mereka, juga tidak menuntut mereka dengan sesuatu semaunya, melainkan hanya menuntut sesuatu yg dituntut oleh syara’ semata. Ia menuntut mereka atas dasar syara’ serta menyalahkan mereka atas dasar ilmu, seraya menghimpun antara hukum dan ilmu. Melihat perbuatan Allah Ta’ala atas manusia adalah ‘aqidah (keyakinan) yg tidak terbatalkan oleh hukum, sebab Dia sendirilah yg menentukan dan menuntut.
لَا يُسْـَٔلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْـَٔلُوْنَ
“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yg dikerjakan-Nya, tetapi merekalah yg akan ditanya.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 23)
Inilah keyakinan yg dipegang oleh setiap Muslim yg muqin (yakin), mengesakan, ridha menerima Allah Ta’ala, dan menuruti segala qadha, qadar, dan perbuatan-Nya atas dirinya dan selainnya. Dia Maha Kaya (tidak membutuhkan) dirimu, dan juga kesabaranmu, akan tetapi Dia hanya (ingin) melihat apa yg akan kau lakukan dengan klaim² pengakuanmu, apakah kamu memang benar² tulus ataukah hanya berdusta?
Seorang pencinta tidak memiliki apa². Semua yg dimilikinya, sudah ia serahkan pada kekasih yg dicintainya. Cinta dan kepemilikan selamanya tidak akan menyatu. Seorang yg mencintai Allah Ta’ala dan benar² tulus mencintai-Nya (harus) menyerahkan diri, harta, dan kesehatannya pada-Nya serta meninggalkan ikhtiar bagi dirinya dan orang lain. Ia tidak akan menuduh-Nya macam² perihal perbuatan-Nya. Ia juga tidak memburu-buru-Nya dan tidak pula pelit pada-Nya. Baginya, semua yg dikeluarkan oleh-Nya untuk dirinya adalah sesuatu yg indah. Semua arah sudah tertutup baginya dan hanya menyisakan satu arah saja, Dia.
Hai orang yg mengaku mencintai Allah Ta’ala, cintamu pada-Nya tidak akan sempurna sebelum kau buntukan semua jalan, hingga hanya menyisakan satu jalan saja bagimu. Kekasihmu telah mengeluarkan makhluk dari dalam hatimu, dari ‘Arsy hingga kedalaman bumi. Karena itu, jangan kau cintai dunia, juga Akhirat. Anggaplah semua itu gersang bagimu dan rasakan kenyamanan bersama-Nya. Bersabarlah sebagaimana kesabaran Majnun Layla saat ia termakan cinta. Ia keluar dari tengah² makhluk dan asyik menyendiri serta bergaul dengan binatang² buas. Ia rela keluar dari gedung megah dan menerima gubuk reot. Ia keluar dari pujian manusia dan cacian mereka. Baginya, bicara dan diam sama saja, ridha dan benci juga sama.
Suatu ketika ia pernah ditanya, “Siapa engkau?” Ia menjawab, “Layla.” Ditanya lagi, “Dari mana engkau berasal?” Ia jawab, “Layla.” Lagi² ia ditanya, “Ke mana engkau mau berjalan?” Lagi² ia jawab, “Layla.” Ia telah buta dari selain Layla dan tuli dari selain mendengar ucapan Layla. Ia tidak bergeming meninggalkan gadis itu hanya karena cercaan para pencerca. Bagus sekali apa yg dituturkan seorang penyair:
Ketika nafsu mendorong pada cinta (hawa)
Maka ia menjadikan manusia seperti besi yg dingin
Ketika hati ini mengenal Allah Ta’ala, mencintai dan dekat dengan-Nya, maka ia akan merasa enggan dengan makhluk dan bergaul dengan mereka. Juga merasa muak dengan makanan, minuman, pakaian, dan pernikahannya. Ia tidak senang dengan gedung mewah, dan lebih suka tinggal di gubuk reot. Tidak ada sesuatu pun yg mampu mengikatnya selain syara‘ yg mengikatnya dalam perintah, larangan dan perbuatan, membelenggunya hingga datang takdir. Ya Allah, jangan jauhkan kami dari tangan rahmat-Mu, niscaya kami tenggelam di dalam samudera duniawi dan samudera wujud. Wahai Penganugerah kemuliaan dan Penetap preseden (as-sabiqah), sadarkanlah kami!
Wahai pemuda! Barangsiapa yg tidak melaksanakan apa yg aku tuturkan ini, maka ia tidak akan mampu memahami ucapanku, dan baru setelah mengamalkan, ia akan paham. Jika engkau tidak mau berbaik sangka padaku dan tidak menuruti apa yg aku tuturkan, juga tidak mau mengamalkannya, bagaimana kau mau paham? Kau ibarat orang lapar yg berdiri di sampingku, namun tidak mau memakan suguhanku, bagaimana kau mau kenyang?
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., katanya: Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yg sakit semalam saja, sambil ridha pada Allah Ta’ala dan sabar menghadapi apa yg menimpanya, maka ia telah keluar dari dosa²nya sebagaimana saat ia dilahirkan oleh ibunya.”
Dengan mengandalkan dirimu sendiri, engkau tidak akan memperoleh apa pun. Mu‘adz ra. pernah berkata pada para Sahabat, “Bangkitlah, mari kita beriman sesaat!” Artinya marilah kita bangkit mencicipi (keimanan) sesaat. Bangkit dan masuklah ke pintu (iman) sesaat. Ia mengucapkan demikian sebagai ungkapan kebersamaan dengan mereka. Di sini, ia menghimbau pada penelaahan sesuatu yg masih samar, dan menghimbau untuk melihat dengan mata keyakinan, sebab tidak setiap orang Islam adalah orang Mukmin, dan tidak setiap orang Mukmin muqin (yakin). Karena itu, ketika para Sahabat, semoga Allah meridhai mereka, mengadukan hal ini pada Rasulullah Saw. sambil mengatakan, “Mu‘adz berkata pada kami, Bangkitlah kalian, mari kita beriman sesaat. Bukankah kami ini orang² Mukmin?” Rasulullah Saw. bersabda (menanggapi):
“Biarkan Mu‘adz dengan urusannya sendiri.”
Hai orang yg diperbudak hawa nafsu, tabiat, setan dan duniawinya! Engkau tidak memiliki nilai apa² di hadapan Allah Ta’ala dan di hadapan hamba²Nya yg shaleh. Siapa yg menyembah Akhirat, tidak akan kutoleh, apalagi orang yg menyembah dunia?
Celakalah! Apa yg kau perbuat dengan ocehan lisan tanpa realisasi amal? Engkau berdusta, tetapi kau anggap dirimu benar, Engkau juga syirik, tetapi kau anggap dirimu bertauhid. Kau yakini keshahihan, sambil kecurangan terus melekat bersamamu, tetapi kau meyakininya sebagai kemurnian. Urusanku denganmu adalah mencegahmu dari kebohongan dan menghimbaumu pada ketulusan. Di tanganku ada tiga timbangan yg mengantarkanku pada makrifat, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, dan hatiku. Timbangan yg terakhir secara jelas mampu melihat hantu di dalamnya.
Hati tidak akan mencapai kedudukan ini sampai ia merealisasikan pengamalan Al-Qur’an dan Sunnah. Amal dengan (landasan) ilmu adalah mahkota imu. Amal dengan (landasan) ilmu adalah cahaya ilmu, ia adalah murninya murni, esensinya esensi, dan isinya isi. Amal dengan (landasan) imu mampu menyehatkan hati dan menyucikannya. Jika hati sehat, maka fisik badan akan menjadi sehat pula. Jika hati bersih, maka bersih pula fisik anggota badan, jika hati terlepas, maka terlepas pula Surga. Jika embrio sehat, maka struktur tubuh juga akan sehat. Kesehatan hati berasal dari kesehatan nurani yg berada di tengah² antara anak Adam dan Allah Ta’ala. Nurani adalah burung dan hati adalah sangkarnya. Hati adalah burung dan struktur fisik tubuh adalah sarangnya. Fisik badan adalah burung, dan kuburlah sarangnya. Kubur adalah sarang hati yg mau tidak mau harus mereka masuki.
*