Dlm Fathur Rabbani:
Majelis ke-43:
“Nafsu Amarah”
Pengajian Ahad pagi, 21 Rajab 545 H. di Madrasah.
Wahai pemuda! Jika kau inginkan kebahagiaan, maka kendalikanlah nafsumu untuk menuruti Tuhanmu Allah Ta’ala, turutkanlah ia (nafsumu) untuk mentaati-Nya, dan lawanlah ia dalam maksiat kepada-Nya. Nafsumu adalah hijab yg menghalangimu dari pengetahuan (akan hakikat) manusia, dan manusia adalah hijab yg menghalangimu untuk mengetahui Allah Ta’ala. Selama engkau masih bersama nafsumu, maka tidak akan kau ketahui (keburukan) manusia, lalu selama kau masih bersama manusia, maka tidak akan bisa kau ketahui Allah Ta’ala.
Selama kau masih bersama dunia, maka tidak akan kau ketahui Akhirat, dan selama kau masih bersama Akhirat, maka tidak akan pernah bisa kau lihat Sang Pemilik Akhirat. Pemilik dan yg dimiliki tidak akan pernah menyatu. Sebagaimana tidak bisa disatukannya dunia dan Akhirat, maka begitu juga al-Khaliq tidak bisa disatukan dengan makhluk (manusia). Nafsu selalu mendorong pada keburukan, dan itulah karakternya. Sedikit demi sedikit ia akan memerintah apa yg diperintahkan oleh hati. Karena itu perangilah nafsu dalam segala kondisi dan jangan engkau berdalih atas kepositifan nafsu dengan menggunakan firman Allah Ta’ala:
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan.” (QS. Asy-Syams [91]: 8)
Lelehkan nafsu dengan mujahadah, sebab jika nafsu telah meleleh dan hancur, maka ia akan tenang dan tunduk pada hati, dan hati kemudian tenang dan tunduk pada nurani, lalu nurani akan tenang dan tunduk pada Allah Ta’ala. Sermuanya berasal dari sana. Jika pelelehan nafsumu telah sempurna, maka ia akan mendorongmu sebagaimana dorongan hatimu.
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Dan janganlah kamu matikan nafsu dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’ [4]: 29)
Larangan ini hanya datang dari Allah Ta’ala setelah sucinya nafsu dari noda² kotoran dan setelah keburukannya meleleh serta hati kaya dengan dzikir kepada Allah Ta’ala dan ketaatan pada-Nya. Jika hal ini belum terwujud, maka jangan tamak untuk mendekatinya (nafsu diri pada-Nya) dengan segala kotoran dan keburukannya. Bagaimana mungkin bisa diperoleh kedekatan Allah dengan segala kotoran najis. Pendekkan angan nafsumu, niscaya ia akan tunduk menurut keinginanmu. Nasehatilah ia dengan sabda Rasulullah Saw.:
“Jika kau di pagi hari, maka jangan bincangkan sore dengan nafsumu, dan jika kau di sore hari, maka jangan bincangkan pagi dengan nafsumu, sebab kau tidak mengetahui apa namamu di esok hari.”
Engkau sendirilah yg harus menyayangi dirimu sendiri daripada orang lain, sebab selama ini kau telah menyia-siakannya. Bagaimana mungkin orang lain akan sayang padanya dan menjaganya. Kekuatan angan dan ambisimu sendirilah yg akan menyeretmu untuk menyia-siakannya. Berusahalah memangkas angan dan mengurangi ambisi, serta perbanyak ingatan akan kematian, juga pengawasan akan Allah Ta’ala. Berobatlah pula dengan terapi² nafsu kaum shiddiqin, penuturan² mereka, dan dzikir yg menyucikan kotoran nafsu siang dan malam. Katakan pada dirimu sendiri, “Apa yg kau kerjakan untuk dirimu dan apa yg kau kerjakan pada dirimu?’’ Tidak ada seorang pun yg mau beramal demi dirimu dan memberikan sedikit pun amalannya padamu. Engkau sendirilah yg harus beramal dan berusaha. Sahabatmu adalah orang yg melarangmu, dan musuhmu adalah orang yg membujukmu.
Kuperhatikan engkau selalu bersama manusia, bukan bersama Allah Ta’ala. Kau tunaikan hak nafsu dan manusia (makhluk), namun kau gugurkan hak Allah Ta’ala. Kau juga malah berterima kasih pada selain-Nya atas nikmat² yg diberikan-Nya padamu. Apakah pemberi segala yg kau miliki sekarang ini adalah selain-Nya, hingga engkau berterima kasih padanya dan memperbudak dirimu padanya? Jika engkau sudah tahu bahwa kenikmatan yg kau miliki berasal dari Allah Ta’ala, lalu mana terima kasihmu pada-Nya?
Jika engkau juga sudah tahu bahwa Dia adalah penciptamu, lalu mana penghambaanmu pada-Nya dengan menjalankan perintah²Nya dan menjauhi larangan²Nya, serta kesabaran menghadapi bala cobaan-Nya? Perangilah dirimu sampai ia mendapat petunjuk. Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan orang² yg berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan² Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang² yg berbuat baik.” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 69)
Firman-Nya lagi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ
“Wahai orang² yg beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad [47]: 7)
Jangan berikan keringanan pada nafsu atau memberinya makan, niscaya ia akan bersorak gembira. Jangan tersenyum di depan wajah nafsu dan jawablah ia dengan satu kalimat saja dari seribu kalimatnya hingga ia tertata, tenang, dan mau menerima apa adanya. Jika ia meminta kesenangan dan kelezatan padamu, maka ulur² dan tunda²lah. Lalu katakan padanya, “Bagianmu nanti di Surga.” Sabarkanlah nafsumu atas pahitnya kemiskinan, hingga anugerah akan datang padanya. Jika kau mampu menyabarkannya dan ia mau bersabar, maka Allah Ta’ala akan selalu bersama-Nya. Dia berfirman:
وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yg menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang² sabar.” (QS. Al-Anfal [8]: 46)
Jangan kau terima ucapan darinya, sebab ia tidak mengajak kecuali pada keburukan. Jika engkau harus menjawabnya, maka tantanglah ia, sebab menantangnya berarti kebaikan untuknya. Hai orang yg mengklaim kehendak Allah Ta’ala, sambil tetap berdiri bersama nafsunya, engkau telah berbohong dengan klaim pengakuanmu. Nafsu dan Allah Ta’ala tidak akan pernah menyatu. Dunia dan Akhirat juga tidak akan menyatu. Barangsiapa yg berpihak pada nafsunya, maka ia kehilangan keberpihakan pada Allah Ta’ala. Barangsiapa yg berpihak pada dunia, maka ia kehilangan keberpihakan pada Akhirat. Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yg mencintai dunianya, maka ia telah membahayakan akhiratnya. Barangsiapa yg mencintai akhiratnya, maka ia telah membahayakan dunianya.”
Bersabarlah! Jika kesabaranmu sempurna, maka sempurna jugalah ridha penerimaanmu, dan kefanaan akan datang meleburmu, hingga semua menjadi indah bagimu, semua berubah menjadi kesyukuran, kejauhan menjadi kedekatan, dan syirik menjelma menjadi tauhid. Engkau tidak akan lagi memandang manusia sebagai sumber mudharat dan manfaat. Demikian pula engkau tidak akan melihat hal² yg berlawanan, melainkan pintu² dan arah sudah menyatu, dan engkau hanya melihat satu arah saja, yaitu Allah. Kondisi ini tidak dicapai oleh kebanyakan manusia, akan tetapi hanya diperuntukkan bagi sosok² pilihan yg hingga terputusnya nafsu (Kiamat) hanya berjumlah satu banding satu juta.
Wahai pemuda! Berusahalah untuk mati di hadapan Allah Ta’ala. Berusahalah mematikan nafsumu sebelum keluarnya nyawa dari badanmu, dan cara mematikannya adalah dengan bersabar dan menentangnya, maka sebentar lagi semua itu akan berakhir dengan puji kebaikan. Kesabaranmu memang akan hilang, namun balasannya tidak akan pernah binasa. Aku telah bersabar dan kulihat akhir kesabaran begitu terpuji. Aku mati, lalu Dia menghidupkanku, untuk kemudian mematikanku lagi. Aku menghilang, lalu Dia mewujudkanku kembali dari kehilanganku. Aku lebur bersama-Nya dan memiliki segalanya bersama-Nya. Aku perangi nafsuku untuk tidak mempedulikan pilihan dan kehendak, hingga akhirnya kuperoleh hal itu.
Takdirlah yg kemudian membimbingku, dan anugerah menolongku, perbuatan menggerakkanku, semangat (ghirah) menjagaku, kehendak menaatkanku, preseden (ketetapan terdahulu) mengajukanku, dan Allah Ta’ala lah yg mengangkatku.
Celakalah! Engkau lari menghindar dariku, sementara aku adalah pengisi bahan bakarmu. Tempatmu adalah di sisiku. Jika tidak, maka kau akan binasa. Hai orang yg teramat bodoh, berhajilah ke tempatku lebih dahulu, baru kemudian berhaji ke Baitullah. Aku adalah pintu Ka‘bah. Kemarilah, akan kuajarkan padamu bagaimana berhaji. Akan kuajari engkau sebuah seruan (khithab) yg harus kau ucapkan pada Pemilik Ka’bah. Akan kalian lihat hal itu jika debu² telah menghilang. Duduklah, hai para politikus! Mintalah suaka padaku. Aku telah mendapatkan kekuatan dari Allah Ta’ala.
Kaum shaleh telah memerintahkan pada kalian apa yg Dia perintahkan pada kalian dan melarang apa yg Dia larang pada kalian. Nasehat telah mereka serahkan pada kalian dan dalam hal ini mereka hanya menjalankan amanat. Beramallah di rumah hikmah, hingga engkau bisa sampai ke rumah qudrah. Dunia adalah hikmah dan Akhirat adalah qudrah. Hikmah membutuhkan peralatan dan sarana prasarana, sementara qudrah tidak membutuhkan semua itu, melainkan hanya perbuatan Allah Ta’ala. Hal itu demi membedakan antara rumah qudrah dengan rumah hikmah. Akhirat adalah struktur tanpa sarana. Di sana anggota² badan kalian akan berbicara dan bersaksi atas segala kemaksiatan yg kalian lakukan pada Allah Ta’ala.
Pada Hari Kiamat, semua satir penutup akan terbuka lebar dan menampakkan hal² yg tersembunyi baik suka ataupun tidak suka. Tidak ada seorang manusia pun yg masuk Neraka kecuali dengan hati yg dingin karena menanggung hujjah yg ditimpakan padanya. Bacalah kitab² kalian dengan lidah pikir di dalamnya, kemudian bertaubatlah dari keburukan dan bersyukurlah atas kebaikan. Kurunglah kitab² kemaksiatan dan pukullah baris²nya dengan taubat.
Wahai pemuda! Engkau telah bertaubat di hadapanku dan menemaniku, maka jika kau tidak menerima apa yg kututurkan padamu, lalu apa manfaat halnya bagimu. Kalau begitu engkau hanya menginginkan bentuk tanpa substansi. Barangsiapa yg ingin berkhidmat menemaniku, maka ia harus mau menerima apa yg aku tuturkan dan mengamalkannya, serta berputar sebagaimana aku berputar. Jika tidak mau, maka jangan temani aku, sebab kerugian yg akan ia peroleh lebih banyak daripada untungnya.
Aku adalah hidangan makan, namun tak ada orang yg memakanku sedikit pun. Aku adalah pintu yg terbuka lebar, namun tidak dimasuki siapa pun. Apa yg harus aku lakukan pada kalian. Berapa banyak sudah kata aku ucapkan, namun tetap saja kalian tidak mau mendengarku, padahal aku hanya menginginkan kebaikan kalian semata, bukan demi kepentinganku. Aku tidak takut atau mengharap pada kalian. Aku pun tidak membeda-bedakan antara gedung mewah dan gubuk reot, antara yg kekal dan yg mati, antara yg kaya dan yg miskin, antara raja dan rakyat, maupun masalah yg ada di tangan selain kalian. Ketika aku mengeluarkan kecintaan duniawi dari hatiku, maka semuanya menjadi benar bagiku. Bagaimana tauhidmu bisa benar, jika masih ada kecintaan duniawi di hatimu. Tidakkah kau dengar sabda Rasulullah Saw.:
“Kecintaan pada dunia adalah pangkal segala dosa.”
Selama engkau masih berpredikat pemula, pencari (thalib), dan pengembara (salik), maka kecintaan duniawi bagimu adalah pangkal segala dosa, namun jika nurani hatimu telah mencapai puncak dan menggapai kedekatan Allah Ta’ala, maka Dia sendiri yg akan mencintakanmu pada bagian duniawimu dan membencikanmu pada bagian orang lain. Dia cintakan dirimu pada bagian²mu agar kau memenuhinya demi mewujudkan preseden (ketetapan terdahulu)-Nya atas dirimu. Maka di sini pun engkau bersikap qana‘ah (menerima apa adanya) dan tidak menoleh pada selain-Nya.
Hatimu berdiri di hadapan-Nya sambil membolak-balik di dunia sebagaimana bolak-baliknya penghuni Surga di Surga. Semua yg berlaku padamu berasal dari Allah Ta’ala, kekasihmu, sebab engkau berkehendak dengan kehendak-Nya dan memilih dengan pilihan-Nya, serta berputar bersama takdir-Nya. Kau putuskan pula dari hatimu segala selain-Nya, bahkan kau kesampingkan dunia dan Akhirat darimu. Pengambilan bagian²mu dan kecintaanmu padanya dikarenakan oleh-Nya, bukan oleh dirimu sendiri.
Orang munafik yg suka riya’ dan bangga dengan amal perbuatannya memang selalu melakukan puasa di siang hari dan qiyam al-layl di malam harinya, serta mengasarkan makanan dan pakaiannya namun ia berada dalam kegelapan, lahir dan batin. Hatinya tidak bergerak maju menuju Allah Ta’ala, bahkan ia termasuk orang yg bekerja kepayahan (namun akhirnya harus masuk Neraka). Rahasia hatinya tampak jelas di hadapan kaum shiddiqin, para wali, dan kaum shaleh yg telah sampai pada Allah Ta’ala. Sekarang (di dunia) hanya kalangan khawwash yg baru mengetahuinya, namun kelak (di Akhirat) semua orang, termasuk kaum awam pun akan mengetahuinya juga. Ketika kaum khawwash melihat si munafik lagi riya’, mereka hanya melaknatnya, namun mereka tetap menutup-tutupinya dengan satir Allah Ta’ala.
Janganlah engkau menyesaki mereka dengan kemunafikanmu, sebab engkau tidak akan pernah bisa berkhalwat menyendiri. Jangan bicara sampai engkau bisa putuskan sabuk (kemunafikan) dan kau perbarui keislaman, lalu kau realisasikan pertaubatan dengan segenap hatimu, keluar dari rumah tabiat, hawa nafsu dan wujud (kemanusiaanmu), serta menggali manfaat dan menolak mudharat darimu. Jangan bicara sebelum kau keluar dari dirimu dengan meninggalkan hawa nafsu dan tabiatmu di pintu, lalu kau tinggalkan juga hatimu di ruang depan, serta nuranimu di peraduan milik al-Malik (Maharaja Yang memiliki segala).
Cepatlah membangun pondasi! Jika engkau sudah mengokohkannya, maka segeralah dirikan sebuah bangunan. Air pondasi adalah kepahaman beragama, dan kepahaman hati, bukan kepahaman lisan. Kepahaman hati akan mendekatkanmu pada Allah Ta’ala, sementara kepahaman lisan mendekatkanmu pada manusia dan raja² mereka. Kepahaman hati meninggalkanmu di bagian depan majelis Kedekatan dengan Allah Ta’ala, mengedepankanmu, mengangkatmu, dan mendekatkan langkahmu menuju Allah Ta’ala.
Celakalah! Engkau telah habiskan umurmu untuk menuntut ilmu, tetapi engkau tidak mengamalkannya. Engkau sungguh bodoh dan gila. Kau layani musuh² Allah Ta’ala dan kau sekutukan Dia dengan mereka. Dia Maha Kaya atas dirimu dan juga atas orang yg kau sekutukan dengan-Nya. Dia tidak menerima sekutu darimu. Tidakkah kau tahu bahwa dirimu hanyalah budak-Nya dan semua urusanmu ada dalam genggaman kekuasaan-Nya.
Jika memang kau inginkan kebahagiaan, maka serahkan kendali hatimu ke tangan Allah Ta’ala dan berserah dirilah pada-Nya dengan sebenar-benar tawakkal. Layanilah Dia dengan segenap lahir dan batinmu dan jangan sekali-kali engkau menuduh-Nya macam², sebab Dia tidak bisa dituduh. Dia lebih tahu kemaslahatanmu daripada dirimu. Dia Maha Tahu, sedang engkau tidak mengetahui apa². Engkau harus diam di hadapan-Nya, merenung, memejamkan mata, menunduk, dan membisu hingga kau peroleh izin dari-Nya untuk berbicara. Maka berbicaralah demi-Nya, jangan demi dirimu sendiri, niscaya bicaramu akan menjadi obat bagi penyakit² hati, penyembuh nurani, dan penerang akal.
Ya Allah, sinarilah hati kami dan tunjukkan ia kepada-Mu, murnikanlah nurani kami dan dekatkanlah ia pada-Mu.
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْءَاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 201)
Wallaahu a’lam.