Dlm Fathur Rabbani:
Majelis ke 21
“Janganlah Berpaling Kepada Makhluk”
Pengajian Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Selasa sore tanggal 25 Dzulqoidah 545 Hijriyah, di Madrasah.
Dunia adalah penghalang dari Akhirat, dan Akhirat adalah penghalang dari Tuhan pengatur dunia dan Akhirat. Setiap makhluk adalah hijab dari Allah Ta’ala. Sekalipun engkau berdiri bersama-Nya, Dia tetap terhijab (tersekat) denganmu. Jangan menoleh pada manusia, juga pada dunia, dan apa pun selain Allah Ta’ala sebelum engkau sampai ke pintu Allah Ta’ala dengan kaki nuranimu dan keshahihan zuhudmu akan selain-Nya, sambil bertelanjang lepas dari segala hal, bingung di dalamnya, meminta pertolongan dan sokongan pada-Nya, seraya memperhatikan preseden (ketetapan terdahulu) dan ilmu-Nya. Jika memang hati dan nurani telah benar² sampai dan masuk menghadap-Nya, lalu Dia mmghampirimu dan mendekatkanmu pada-Nya sambil memberi ucapan selamat, kemudian memberi kuasa padamu untuk menguasai hati (manusia), memberikan otoritas perintah-Nya padamu atas mereka (hati manusia), dan menjadikanmu sebagai tabib penyembuh mereka, maka di saat itulah engkau boleh menengok pada manusia dan dunia. Perhatianmu pada mereka merupakan nikmat tersendiri bagi mereka.
Dalam posisi sifat seperti ini, memungut harta dunia dari tangan mereka, lalu menyerahkannya pada orang² fakir serta mengambil penuh bagian (rezeki)mu merupakan ibadah, ketaatan, dan keselamatan. Barangsiapa yg memungut dunia dengan posisi sifat seperti ini, maka hal itu tidak memberinya mudharat, bahkan sebaliknya malah menyelamatkan dan membersihkannya dari daki kotoran²nya.
Kewalian memiliki pertanda di wajah para wali yg (hanya) bisa diketahui oleh ahli firasat. Isyarat² berbicara dengan kewalian, bukan dengan lisan. Barangsiapa yg menginginkan kebahagiaan, maka ia harus mencurahkan diri dan hartanya untuk Allah Ta’ala dan harus keluar (lepas) dari (ikatan) manusia dan dunia dengan segenap hatinya, sebagaimana keluarnya rambut dan adonan dan susu. Begitu pula (ia harus lepas) dari Akhirat, dan apa saja selain Allah Ta’ala. Ketika itulah, di hadapan-Nya setiap hak akan diberikan pada yg berhak. Engkau boleh makan bagian (rezeki)mu dari dunia dan Akhirat sambil duduk di pintu-Nya, sementara keduanya berdiri melayani. Jangan makan bagian (rezeki) duniamu sementara ia duduk dan engkau berdiri, akan tetapi makanlah bagian itu di pintu al-Malik (Sang Maha Memiliki) sambil duduk, sementara ia berdiri dengan panci di atas kepalanya, melayani setiap orang yg berdiri di pintu Allah Ta’ala dan menistakan orang yg berdiri di pintu dunia. Semua itu diperoleh di atas jejak² kaki kekayaan dan kehormatan bersama Allah Ta’ala.
Kaum wali ridha menerima Allah Ta’ala dengan segala kepailitan di dunia dan ridha pula menerima-Nya di Akhirat dengan visi agar Dia mendekatkan mereka pada-Nya. Mereka tidak menuntut apa² dari Allah Ta’ala selain Allah (itu sendiri). Mereka tahu bahwa dunia telah ditentukan bagiannya, sehingga mereka pun enggan mencarinya. Mereka juga tahu bahwa derajat Akhirat dan kenikmatan Surga telah ditentukan bagiannya, maka mereka pun tidak mau menuntutnya atau beramal demi meraihnya. Mereka tidak menginginkan apa² selain Wajah Allah Ta’ala. Jika masuk Surga, mereka tidak akan membuka matanya, hingga mereka melihat cahaya Wajah Allah Ta’ala.
Gemarilah menyepi (tajrid) dan menyendiri (tafrid). Barangsiapa yg hatinya sepi (kosong-melompong) dari (kaitan) manusia dan sarana duniawi (asbab), maka ia tetap tidak akan bisa menempuh kesungguhan para Nabi, kaum shiddiqin, dan kaum shaleh, hingga ia puas hati menerima sedikit dunia dan menyerahkan sebagian besar ada pada tangan takdir. Jangan menuntut bagian yg melimpah, niscaya engkau akan binasa. Jika memang datang harta yg melimpah dari Allah Ta’ala tanpa engkau berikhtiar mencarinya, maka engkau benar² beruntung.
Hasan al-Bashri berkata, “Wahai pemberi petuah! Nasihatilah manusia dengan ilmu dan ujaranmu! Nasihatilah manusia dengan kebeningan nurani dan ketakwaan hatimu, dan jangan menasihati mereka dengan membaik-baikkan lahirmu, sementara batinmu buruk. Allah Ta’ala telah menulis keimanan di hati orang² beriman sebelum Dia menciptakan mereka. Ini merupakan preseden (ketetapan terdahulu), namun tidak boleh begitu saja terpaku pada preseden dan berpangku tangan. Seorang Mukmin harus giat berusaha dan mencurahkan segala upaya untuk memperoleh keimanan dan keyakinan, mengajukan diri untuk mendapatkan karunia Allah Ta’ala, serta rajin berdiri di pintu-Nya. Hati kita harus berusaha memperoleh keimanan. Mudah²an Allah berkenan menganugrahkannya pada kita tanpa harus berusaha dan berlelah-lelah.
Apakah kalian tidak malu, Allah telah menyifati diri-Nya dengan sifat² yg diridhai-Nya, lalu engkau menakwilkannya dengan seenaknya? Usaha yg kalian lakukan belum sekeras usaha orang² sebelum kalian, yaitu para Sahabat dan Tabi’in. Allah Ta’ala berada di atas ‘Arsy sebagaimana Dia firmankan sendiri, maka tidak boleh ada tasybih, ta’thil, atau tajsim.
Ya Allah, berilah kami rezeki, tegakkanlah kami, dan jauhkanlah kami dari mengada-ada (ibtida)!
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْءَاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah (2): 201).[]