Dialog Jin Dengan Sufi
Pertanyaan Ke-3
Hulul dan Ittihad
Mereka juga bertanya kepadaku, “Apabila tidak ada hulul dan ittihad, lalu kekuatan (dzat atau sesuatu yg lain) apa yg membawa seorang hamba? Jika kita menjawab, bahwa kekuatan itu adalah sesuatu yg lain, hamba itu berarti berdiri dengan sendirinya dan itu tidak mungkin. Dan jika kita menjawab bahwa kekuatan itu adalah dzat, berarti itulah pernyataan hulul. Lalu apa makna hadits,
“Aku adalah pendengaran yg ia gunakan untuk mendengar, pandangan yg ia gunakan untuk memandang, tangan yg ia gunakan untuk memegang, dan kaki yg ia gunakan untuk berjalan.”
Berikan jawaban yg jelas kepada kami karena kami sangat kebingungan!”
Aku menjawab, “Itu adalah satu masalah dengan kerancuan di dalamnya yg tidak bisa dihilangkan secara keseluruhan, kecuali oleh kasyaf. Jadi, jalankan amal² yg tinggi dan watak yg diridhai menurut cermin hati kalian yg terang. Jika tidak, nalar akan bingung menghadapi hal itu.
Sungguh mereka melantunkan syair,
Apabila Engkau adalah diriku sekaligus inti kekuatanku, maka di manakah aku dan Engkau?
Bisa saja perkara itu adalah diriku, dan bisa saja perkara itu adalah Engkau.
Bisa saja aku adalah aku dari satu sisi, dan dari sisi yg lain, selain-Mu adalah Engkau.
Engkau adalah huruf yg tidak bisa terbaca, dan tidak bisa diketahui. Engkau juga Pencipta kebingungan atau teka-teki.
Aku melihat satu kelemahan dan kelemahan itu adalah diriku. Juga kebodohan tentang banyak kata. Lalu di mana Engkau?
Aku pun tidak sanggup mendapatkan pengetahuan ataupun makna yg ditunjukkan oleh-Mu.
Kami pun bingung mengenai wujud Yang Maha Benar sebagai satu kelemahan. Engkaulah Allah, dan Yang Maha Pengasih adalah Engkau.
Itulah aku, dan itu bukan Engkau. Perhatikan ucapanku ketika aku berkata, ‘Engkau’.
Siapa yg aku maksud dengan ‘Engkau?’, sementara engkau bukan diriku ataupun yg lain. Aku bingung mengenai kata ‘Engkau’.
Aku sungguh tidak bisa melihat maksud kata itu dan tidak mengetahui orang yg berkata ‘Engkau’.
Aku melihat satu perkara yg dikandung oleh wujudku, sementara Engkau cemburu terhadapnya. Itu bukan Engkau.
Lalu jika aku berhenti pada ucapan, “Engkau telah berbuat, wahai hamba-Ku,” maka tetapkanlah kami pada satu perkara yg bukan Engkau.
Lalu katakan kepadaku, siapa aku, agar aku bisa melihatnya, lalu aku tahu siapa aku, dan Engkau adalah Engkau.
Seandainya tidak ada Tuhan niscaya kami bukan hamba; dan seandainya tidak ada hamba niscaya Engkau bukan Engkau.
Tetapkanlah aku agar kami menetapkan kalian sebagai tuhan. Jangan sisakan ego agar Engkau tidak sirna.
Makna ‘agar kami menetapkan kalian’ adalah Engkau berada di sisi kami setelah Engkau menciptakan kami. Jika tidak, berarti Engkau tetap untuk Diri-Mu ketika kami hilang. Sedangkan ‘agar Engkau tidak sirna’ artinya Engkau tidak menghalangi manusia dari menyaksikan-Mu sampai tidak ada seorang pun yg menyaksikan-Mu. Maha Suci Allah dari kesirnaan yg merupakan ketiadaan. Jadi, pahamilah.
Sementara arti ‘Aku adalah pendengarannya yg ia gunakan untuk mendengar…’ adalah sesungguhnya Aku akan berbuat untuknya dengan sesuatu yg ia inginkan dengan segenap kekuatannya. Jadi, Dia mengungkapkan banyak makna pada organ² tersebut dengan kata “Dirinya sendiri’. Hal itu karena sesungguhnya Dialah yg berbuat dan mengadakannya di dalam diri hamba hingga seakan-akan makna² itu adalah Dia, padahal bukan. Allah Ta’ala bisa berbuat tanpa alat ataupun dengan alat, seperti firman-Nya:
قٰتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan²mu.” (QS. at-Taubah (9): 14)
Juga seperti firman Allah Ta’ala:
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللَّهَ رَمٰى
“Dan bukan kamu yg melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yg melempar.” (QS. al-Anfal (8): 17)
Jadi, pahamilah! Lebih dari itu, hal tersebut tidak bisa dikatakan kepada ulama manusia, apalagi kepada kaum jin mukmin. Namun, Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui.”