Dialog Jin Dengan Sufi
Pertanyaan Ke-2
Pengertian Ittihad (Kesatuan)
Mereka bertanya kepadaku tentang ittihad (kesatuan) yg di isyaratkan oleh para penganut atheisme. Apakah yg dimaksud ittihad itu kembalinya wujud seorang hamba sebagai Dzat Allah Ta’ala atau selain Itu?
Aku menjawab, āYg dimaksud dengan ittihad (kesatuan) di dalam istilah kaum sufi adalah kefana’an kehendak seorang hamba di dalam kehendak Allah Ta’ala. Bersama Allah, seorang hamba tidak bisa mempunyai kehendak selamanya, kecuali dengan hukum ketundukan (kehendak hamba tunduk kepada kehendak Tuhan). Sedangkan menurut para penganut atheisme, ittihad di dalam anggapan mereka adalah dzat mereka menjadi Dzat Allah, Hal itu merupakan kekafiran yg sangat besar, bahkan situasi para penyembah berhala lebih ringan daripada mereka.
Sebab para penyembah berhala hanya berkata, āKami tidak menyembah berhalaĀ², kecuali agar berhalaĀ² itu membuat kami bisa sangat dekat dengan Allah.ā Para penyembah berhala ini tidak berani menjadikan berhalaĀ² yg mereka sembah sebagai Tuhan yg independen. Sedangkan para penganut atheisme mengklaim mereka menjadi Dzat Allah dan hal ini merupakan kebathilan dan kedustaan. Bahkan, Rasulullah Saw. saja pada malam Isra’, saat Beliau berada di tingkat paling tinggi di antara banyak tingkat kedekatan dengan-Nya, tidak pernah mengalami ittihad. Beliau hanya berada di hadirat khusus Allah Ta’ala dengan jarak sekitar dua panah melengkung tanpa lengkungan wilayah kemakhlukan Beliau dan lengkungan wilayah kebenaran Allah Ta’ala itu tersambung. Apalagi seseorang yg terusir ke sisi Iblis yg mengklaim ittihad tersebut. Mengenai hal itu, para sufi bersenandung,
Putuslah bagian tengah garis melingkar hingga terlihat seperti dua panah melengkung.
Anggaplah itu sebagai kedekatan dengan Allah hingga keduanya lebih dekat.
Jika engkau telah melangkahi garis itu, apa yg tampak pasti terlihat jelas.
Mereka juga melantunkan syair,
Jarak sekitar dua panah melengkung itu tiada lain setengah garis melingkar yg engkau beri pemisah antara alam dan Allah.
Siapa pun yg melihat secara kasat mata tanpa ada mata lain yg berbeda, maka itulah kedekatan orang berilmu yg lupa.
Itulah tempat ia berada atau lebih dekat. Di sana ada banyak rahasia ilmu baginya, tetapi orang yg merasa cerdas itu tidak tahu apa itu.
Para wali paripurna dengan status sebagai ahli waris Rasulullah Saw. tidak pernah sampai, kecuali ke maqam ilmu dalam jarak sekitar dua panah melengkung ditambah perbedaan cara pandang mereka dengan cara pandang Rasulullah Saw. terhadap Allah. Itu karena Rasulullah Saw. menyaksikan hal itu dengan dua mata kepala Beliau, sementara para wali menyaksikan hal itu dengan dua mata hati mereka. Jadi, tidak ada seorang pun memiliki cara pandang yg sama dengan cara pandang Rasulullah Saw. dalam memandang Allah Ta’ala. Mereka juga melantunkan syair,
Jarak sekitar dua panah melengkung yg datang dari hati kami bagi kami adalah jarak sekitar dua panah melengkung bagi orang yg di-Isra’-kan.
Yg halal dan yg haram sudah jelas. Sesuatu yg ada di sini di antara keduanya adalah perkara tidak jelas.
Sementara ia tahu bahwa ia adalah pewarisnya. Orang yg tidak sadar tidak akan tahu hal itu.
Hanya saja, aku adalah ahli waris yg dijadikan sebagai pelayan. Dan demikian kami memperoleh itu darinya. Oleh karena itu, sadarlah!
Tasybih (penyerupaan) itu tiada lain adalah seorang yg berkata, “Aku adalah diri orang yg di-Isra’. Aku adalah ia.ā
Mereka juga melantunkan syair,
Para Nabi Allah tidak pernah dididik oleh selain Dia. Mereka pun berpegang teguh pada adab.
Merekalah para tuan yg tidak akan Dia hinakan. Demikian diri mereka yg ada di dalam banyak kitab.
Orang yg menapaki jejak mereka terhitung sebaga bagian di antara orangĀ² terpilih.
Kalau sudah begitu, maka saat itu ia akan terus berada di belakang tabir.
Orang itu akan menjadi manusia paling bahagia sebab mengikuti mereka. Engkau lalu melihat mereka sepadan di dalam keletihan.
Mereka terus berada di dalam mihrab hingga kaki mereka membengkak di dalam kedekatan.
Berikut ini adalah contoh jarak sekitar dua panah melengkung. OrangĀ² ‘arif akan menyaksikan rahasia pada lingkaran bundarnya – bagian dari Allah Ta’ala.
Sedangkan, selain dari orangĀ² ‘arif tidak akan menyaksikan rahasia tersebut. Bahkan, mereka akan berkata, bahwa itu adalah lingkaran murni. Akhirnya terjadi perselisihan di antara kedua golongan tersebut. Namun yg benar akan berpihak kepada golongan ‘arif. Jika tidak, berarti alam berdiri dengan sendirinya dan itu adalah perkara yg mustahil. Dan Allah adalah Dzat Yang Mengetahui.