Di dalam khobar (dijelaskan), ketika Allah Yang Maha Luhur menghendaki untuk mencabur ruh seorang hamba (mukmin), maka datanglah Malaikat Maut dari arah mulutnya untuk mencabut ruh darinya. Lalu, keluarlah “dzikir” (yang biasa diucapkan ketika hidupnya) dari mulutnya lalu mengatakan, “Tiada jalan bagimu dari arah ini, telah lama sekali lisan hamba ini digunakan untuk berdzikir kepada Tuhannya“.
Malaikat Maut pun kembali kepada Allah Yang Maha Luhur, lalu mengatakan, “Wahai Tuhanku, hamba-Mu mengatakan ini dan ini“. Lalu Allah Yang Maha Luhur menjawab, “Cabutlah dari arah lainnya !“.
Malaikat Maut pun datang dari arah tangan, keluarlah “shodaqoh” (yang biasa dilakukan ketika hidupnya) lalu mengatakan, “Tiada jalan bagimu pada tangan ini, sesungguhnya hamba ini menggunakanku untuk banyak bersedekah, mengusap kepala anak yatim (karena sayang), menulis dengan pena, dan menebas leher orang-orang kafir dengan pedang“.
Kemudian, Malaikat Maut datang ke arah kaki, lalu kaki itu mengatakan, “Tiada jalan bagimu dari arahku, sesungguhnya hamba ini menggunakanku untuk berjalan menuju sholat jama’ah, menjenguk orang sakit, majlis ilmu, dan belajar“.
Malaikat Maut pun datang ke arah telinga, “Tiada jalan bagimu dari arahku, sesungguhnya hamba ini menggunakanku untuk mendengar Al-Qur’an, adzan. dan dzikir“.
Malaikat Maut pun datang ke arah ke dua mata, lalu kedua mata itu mengatakan, “Tiada jalan bagimu dari arah kami, sesungguhnya hamba ini menggunakan kami untuk melihat mushaf (Al-Qur’an), wajah ulama’, wajah kedua orangtua, dan wajah orang-orang sholeh“,
Malaikat Maut pun sowan kepada Allah Yang Maha Luhur, lalu berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya hamba-Mu mengatakan ini dan ini“. Allah Yang Maha Luhur pun menjawab, “Wahai Malaikat Maut, gantungkanlah (tulislah) nama-Ku pada telapak tangan-Mu dan perlihatkan kepada ruh hamba-Ku sehingga dia mengetahuinya !“.
Malaikat Maut pun keluar lalu menulis nama Allah pada telapak tangannya. Dia pun memperlihatkannya kepada ruh hamba itu, lalu ruh hamba itu menerimanya. Lalu keluarlah ruh hamba itu karena berkah nama Allah, maka hilanglah darinya pahitnya waktu naza’ (waktu terlepasnya ruh dari tubuh).
Tidakkah akan hilang pula darinya siksaan yang sangat menyakitnya ketika tertulis di hati orang-orang mukmin nama Allah Yang Maha Luhur, sesuai dengan Firman-Nya yang Maha Luhur :
Ų£ŁŁŁŁ
ŁŁŁ Ų“ŁŲ±ŁŲŁ Ų§ŁŁŁŁ°ŁŁ ŲµŁŲÆŁŲ±ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ„ŁŲ³ŁŁŁŲ§Ł
Ł ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ°Ł ŁŁŁŲ±Ł Ł
ŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ?” (Az-Zumar : 22).
Tidakkah akan hilang dari orang-orang mukmin siksa dan kesulitan-kesulitan di hari kiamat (jika memang hatinya terukir nama Allah SWT, tentu saja akan hilang).
Dalam khobar lain (dijelaskan), ada lima perkara yang merupakan bisa mematikan dan lima perkara lainnya adalah obatnya. yaitu dunia adalah bisa yang mematikan dan zuhud adalah obatnya, harta adalah bisa yang mematikan dan zakat adalah obatnya, perkataan adalah obat yang mematikan dan dzikir kepada Allah adalah obatnya, seluruh umur adalah bisa yang mematikan dan taat kepada Allah adalah obatnya, dan semua bulan adalah bisa yang mematikan dan obatnya adalah Bulan Ramadhan.
Dalam khobar lain (dijelaskan), ketika seorang hamba jatuh pada waktu naza’ (waktu terlepasnya ruh dari tubuh) maka akan menyeru orang yang menyeru dari arah Tuhan Yang Maha Pengasih, “Tinggallah dia sehingga dia bisa istirahat sesaat“.
Ketika ruh telah sampai pada dada, maka orang yang menyeru itu berkata, “Tinggallah dia sehingga dia bisa istirahat sesaat“. Begitu juga ketika ruh telah sampai pada kedua lutut dan pusar (orang yang menyeru mengatakan hal yang sama).
Dan ketika ruh telah sampai pada tenggorokan, datanglah seruan, “Tinggallah dia sehinga anggota tubuh sebagian berpamitan dengan sebagian lainnya“.
Lalu, mata satu berpamitan kepada mata lainnya, ia mengatakan, :
Ų§ŁŲ³ŁŁŁŁŲ§Ł
Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁŁ
Ł Ų§ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ
Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§Ł
ŁŲ©Ł
“Semoga kesejahteraan tetap terlimpahkan kepadamu sampai hari kiamat“.
Begitu pula halnya dengan kedua telinga, kedua tangan, kedua kaki, dan ruh pun ikut berpamitan kepada tubuh. Maka kami memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari berpamitannya iman kepada lisan, dan kami memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari berpamitannya makrifat (kepada Allah) dan iman kepada hati.
Lalu, tinggallah kedua tangan tak mampu bergerak, kedua kaki tanpa mampu bergerak, kedua mata tanpa mampu melihat, kedua telinga tanpa mampu mendengar, dan tubuh tanpa ruh. Dan jika saja lisan tertinggal tanpa iman dan hati tanpa makrifat (kepada Allah), maka bagaimana keadaa seorang hamba di dalam liang lahat.
Hamba itu tidak dapat melihat seorangpun, tidak bapak, tidak ibu, tidak anak-anak, tidak saudara-saudara, tidak teman-teman, tidak kuda (kendaraan), dan tidak hijab. Lalu jika dia tidak mengetahui Tuhan Yang Maha Mulia, maka dia merugi dalam kerugian yang besar.
Imam Abu Hanifah berkata, “Waktu yang paling banyak merampas iman dari seorang hamba adalah waktu naza’ (waktu terlepasnya ruh dari tubuh)“. Semoga Allah menjaga kita dan kamu semua dari terampasnya iman”.
Wallahu a’lam bisshowab.
Sumber: Arjurahmah