Hikmah 85 dlm Al-Hikam:
“Nikmat Lahir Dan Batin”
متىٰ رَزَقكَ الطَّاعةَ والغِنىٰ بهِ عَنها فاَعْلم اَنَّهُ قد اَسْبَغ َ عليكَ نِعمَهُ ظاَهِرة ًوباطِنَة ً
Ketika Allah memberi rezeki kepadamu berupa perasaan puas melakukan taat [ibadah] pada lahirmu, dan merasa cukup dengan Allah dalam hatimu, sehingga benar² tidak ada sandaran bagimu kecuali Allah. Maka ketahuilah bahwa Allah telah melimpahkan kepadamu nikmat lahir bathin.
Dua macam rezeki yg dinyatakan disini adalah Islam dan Iman. Hamba Allah yg memperoleh kedua rezeki tersebut menjadi insan yg beriman dan beramal shalih. Tidak ada amal shalih tanpa iman dan tidak ada kenyataan iman tanpa amal shalih. Ayat² al-Qur’an sering menggabungkan iman dan amal shalih menjadi satu, tidak dipisahkan.
Orang yg mengaku beriman tetapi tidak beramal menurut apa yg di imaninya adalah dianggap sebagai orang yg berbohong, sementara orang yg melakukan amal shalih sedangkan hatinya tidak beriman adalah munafik. Kesempurnaan seorang insan terletak pada gabungan kedua-duanya, yaitu iman dan amal shalih.
Seorang hamba dituntut dua macam, yaitu menurut perintah Allah dan meninggalkan larangan pada lahirnya, dan hanya bersandar serta berharap kepada Allah pada bathinnya. Karena itu siapa yg di beri rezeki oleh Allah demikian, berarti telah menerima karunia nikmat Allah yg sempurna lahir dan bathin, dan menyampaikan pada cita²nya di dunia dan di akhirat.
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
”Ketaatan” ialah melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan secara lahir. Adapun makna ”merasa cukup dengan-Nya” adalah kau tidak terlalu bergantung pada ketaatan itu dalam mendapatkan keinginanmu, tetapi hanya bergantung kepada Tuhanmu dan menyisihkan segala hal selain-Nya.
Jika demikian, ketahuilah bahwa Allah telah menganugrahkan segala karunia-Nya, baik yg lahir, seperti ketaatan, maupun yg batin, seperti makrifat yg mewajibkanmu untuk mengabaikan dan tidak melihat selain-Nya. Wallaahu a’lam
Komentar:
Yaqin dlm ilmu/pemahaman, disebut juga iman, yakin dlm penyaksian/musyahadah, disebut juga ihsan.
Seringkali… Setelah yaqin dlm ilmu, haliyah kita dinaikkan kepada yakin dlm penyaksian.
Contoh:
Bukan karena ikhtiar kita (jualan, marketing, narik taksi online, kontraktoran, ngajar jadi guru, dll), lantas Allah memberi rejeki. Apalagi sampai ta’alluq, menganggap ikhtiar kita itu sebagai sababiyah diberinya rejeki.