Hikmah 81 dlm Al-Hikam:
“Menjawab Semua yang Ditanyakan adalah Tanda Kebodohan”
مَنْ رَاَيْتـَهُ مُجِيْباً عنْ كُلِّ ماَ سُـءِـلَ وَمُعَبَِّراً عَنْ كُلِّ مَا شـَهِدَ وَذاكِراً كُلَّ ماَ علمَ فاَسْتَدِلَّ بذَٰ لكَ عن وجُودُ جَهلِهِ
Barangsiapa yg selalu menjawab segala pertanyaan, dan menceritakan segala sesuatu yg telah dilihat (mata hatinya), dan menyebut segala apa yg ia ingat (ketahui), maka ketahuilah bahwa yg demikian itu adalah tanda kebodohan orang itu.’
Menjawab segala pertanyaan yg berhubungan dengan ilmu batin yg dituangkan oleh Allah ke dalam hati orang² ‘Arifin, menunjukkan adanya kebodohan, demikian pula jika menceritakan segala yg dilihat, sebab semua itu berupa rahasia Allah yg diberikan kepada seorang hamba-Nya, maka jika diterangkan kepada bukan ahlinya, hanya akan menjadikan bahan ejekan dan pendustaan belaka. Karena itu yg menerangkan/menceritakan termasuk orang yg bodoh.
Para ulama’ sufi/tarekat mengatakan: Hati orang merdeka itu kuburan dari Sirr (rahasia Ketuhanan). Dan Sirr itu amanah dari Allah kepada hamba tersebut, barang siapa menerangkan Sirr itu berarti dia khianat. Jadi semua yg diketahui tidak boleh diterangkan kecuali dengan isyarat.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Sebagian dari ilmu itu ada yg sifatnya seperti barang simpanan, tidak ada yg tahu kecuali ulama’ billah, dan apabila dia menerangkan (menjelaskan ilmu Sirr) orang² akan ingkar”.
Sayyid Ali bin Husain bin Ali ra. berkata: “Hai Saudaraku, banyak ilmu yg seperti mutiara, berlian, yg seumpama aku terangkan, maka aku akan dituduh sebagai seorang musyrik, dan orang Islam menganggap halal darahku, mereka (muslimin) menganggap perkara jelek yg di kerjakan itu sebagai kebaikan, sungguh! Mutiaranya ilmu itu tetap aku simpan supaya orang² bodoh tidak tahu, dan menjadikan fitnah.”
Abu Hurairah ra berkata: “Aku hafal ilmu dari Rasulullah Saw. dua karung, yg satu karung aku sebarkan ke masyarakat (umat), yg sekarung seumpama aku terangkan, kamu semua pasti akan memenggal leherku.”
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
Seorang murid atau seorang ‘arif dianggap bodoh jika ia selalu menjawab, dengan mengungkapkan semua yg dilihat dan dirasakan batinnya, saat ditanya tentang ilmu yg diberikan Allah kepadanya. Mengapa disebut bodoh? Karena seharusnya ia mengerti bahwa untuk menjawab pertanyaan² semacam itu dibutuhkan penguasaan yg baik atas ilmu yg bersangkutan. Dan itu amat mustahil.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَآ أُوتِيتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
”Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’ (17): 85)
Semestinya, ia juga memperhatikan kondisi penanya karena tidak semua orang layak bertanya seperti itu atau cukup mengerti ketika mendengar jawaban atas pertanyaan seperti itu. Menjawab pertanyaan orang semacam ini adalah sebuah kebodohan.
Mengungkapkan semua yg disaksikan sama dengan menyebarkan rahasia yg semestinya disimpan. Orang² bijak berkata, “Hati orang² merdeka merupakan kuburan rahasia. Rahasia adalah amanah Allah pada seorang hamba.”
Menyebarkan rahasia ke semua orang adalah tindakan khianat atau tidak amanah. Menjawab pertanyaan yg berkaitan dengan pengalaman atas perkara² ghaib cukup dengan menggunakan isyarat atau anggukan. Bila dijawab dengan kata², itu sama saja dengan mengumumkan dan menyebarkan rahasia ke khalayak ramai. Lagi pula, menjelaskan perkara² ghaib dengan kata² justru hanya akan membuatnya semakin tidak jelas dan tertutup karena perkara² yang didasarkan pada dzauq (pengalaman ruhani) sulit diungkapkan dengan kata².
Selain itu, mengungkapkan semua yg diketahui merupakan bukti tidak adanya kemampuan dalam memilah-milah ilmu pengetahuan. Bisa jadi, di antara ilmu yg diketahuinya itu ada yg tak layak untuk diberitahukan kepada orang lain karena bisa membahayakan, mendatangkan kerusakan, atau penolakan manusia.
Rasulullah Saw. bersabda, ”Di antara ilmu ada yg bagaikan mutiara berlumuran tanah yg tidak diketahui (bahwa itu mutiara), kecuali oleh ulama yg mengenal Allah. Jika ilmu itu diperlihatkan kepada manusia, niscaya orang² yg lalai kepada Allah akan menolaknya.”
Sayyid Ali ibn Husain ibn Ali ra. berkata, ”Banyak inti ilmu yg jika aku kemukakan semuanya, orang² akan menganggapku termasuk penyembah berhala, dan pasti banyak pula orang² muslim yg menghalalkan darahku. Oleh karena itu, aku selalu menyembunyikan inti ilmuku agar orang1 bodoh tidak guncang ketika menyaksikan Yang Maha Haqq.”
Dan sebab mengucapkan/menerangkan bagian ilmu Sirr, Syaikh Husain bin Mansyur Al-Hallaj, dibunuh pemerintah pada masanya, sebab Al-Hallaj mengatakan: “Maafil jubbati illallah.” (dijubah ini tidak ada lain kecuali Allah). Itu semua karena mereka melihat Allah pada semua yg wujud, yakni mereka melihat Allah-lah yg mewujudkan, mengatur dan menguasai semua yg wujud itu. Ini diungkapkannya karena setiap orang yg dekat kepada Allah pasti merasa bahwa yg ada hanyalah Allah atau bahwa Allah itu menampakkan Diri-Nya dalam segala sesuatu. Keterangan seperti ini adalah puncak dari yg bisa diterangkan. Sedang hakikatnya tidak bisa dijelaskan dengan kata², kecuali hanya bisa dirasakan. Itulah puncak dari kemampuan mereka dalam mengungkapkan pengalaman mereka. Sebetulnya ini adalah perkara yg tidak bisa diketahui, kecuali lewat dzauq.
Kebenaran yg dilihat dan diketahui oleh setiap hamba adalah sama. Akan tetapi, itu akan berbeda manakala diungkapkan melalui kata². Wallaahu a’lam