Hikmah 58 dlm al-Hikam:
“Dzikir adalah Jalan Terdekat Menuju Allah”
لاَتتـْرُكِ الذِكْرَ لِعَدَمِ حُضوُرِكَ مَعَ اللهِ فيهِ لاَنَّ غفلَتَكَ عن وُجُودِ ذِكرِهِ أَشَدُّ من غَفلَتِكَ فى وُجوُدِ ذِكرِهِ فعَساَهُ أَنْ يَرْفَعَكَ من ذِكرٍ مع وجودِغَفلَةٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ يَقظةٍ ، ومن ذكرٍ معَ وُجودِ يَقظةٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ حُضوُرٍ، ومن ذكرٍ معَ وُجودِ حُضوُرٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ غـَيْبَةٍ عمَّا سِوىَ المَذكـُورِ وَماَ ذٰلكَ على اللهِ بِعَزِيزِ
“Jangan meninggalkan dzikir, karena engkau belum bisa selalu ingat kepada Allah di waktu berdzikir, sebab kelalaianmu terhadap Allah ketika tidak berdzikir itu lebih berbahaya dari pada kelalaianmu terhadap Allah ketika kamu berdzikir.” Semoga Allah menaikkan derajatmu dari dzikir dengan kelalaian, kepada dzikir yg disertai ingat terhadap Allah, kemudian naik pula dari dzikir dengan kesadaran ingat, kepada dzikir yg disertai rasa hadir, dan dari dzikir yg disertai rasa hadir kepada dzikir hingga lupa terhadap segala sesuatu selain Allah. Dan yg demikian itu bagi Allah tidak berat [tidak sulit].”
Empat keadaan yg berkaitan dengan dzikir:
1. Berdzikir dalam keadaan hati tidak ingat kepada Allah.
2. Berdzikir dalam keadaan hati yg ingat kepada Allah.
3. Berdzikir dengan disertai rasa kehadiran Allah di dalam hati.
4. Berdzikir dalam keadaan fana’ dari makhluk, lenyap segala sesuatu dari hati, hanya Allah saja yg ada.
Seorang salik tidak boleh meninggalkan dzikir, disebabkan karena hatinya belum bisa ingat/menghadap kepada Allah, akan tetapi ia harus tetap selalu berdzikir walaupun hatinya masih belum bisa khudhur (hadir di hadirat Allah).
Karena orang yg meninggalkan dzikir itu jauh dengan Allah, hati dan lisannya. Berbeda dengan orang yg mau berdzikir, meskipun hatinya masih jauh dengan Allah karena belum bisa mengingat Allah waktu berdzikir, tapi lisannya dekat dengan Allah.
Karena tidaklah sulit bagi Allah untuk mengubah suasana hati hamba-Nya yg berdzikir dari suasana yg kurang baik kepada yg lebih baik hingga mencapai yg terbaik. Menaikkan satu tingkat [derajat] kelain tingkat [derajat], dzikir adalah satu²nya jalan yg terdekat menuju kepada Allah, bahkan sangat mudah dan ringan.
Syaikh Abul Qasim al-Qusyairi qs. berkata: “Dzikir itu simbol wilayah (kewalian), dan pelita penerangan untuk sampai ke Hadirat Allah, dan tanda sehatnya permulaannya, dan menunjukkan jernihnya akhir puncaknya, dan tiada suatu amal yg menyamai dzikir, sebab segala amal perbuatan itu ditujukan untuk berdzikir, maka dzikir itu bagaikan jiwa dari segala amal. Sedang kelebihan dzikir dan keutamaannya tidak dapat dibatasi.”
Allah Ta’ala berfirman:
فَاذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, berdzikirlah (ingatlah) kamu kepada-Ku niscaya Aku berdzikir (ingat pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. Al-Baqarah (2): 152)
Dalam hadits Qudsi, Rasulullah Saw. bersabda, Allah Ta’ala berfirman:
“Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika ia berdzikir kepada-Ku. Jika ia berdzikir (mengingat) dalam dirinya. Aku pun berdzikir padanya dalam dzat-Ku dan jika ia berdzikir pada-Ku di keramaian, maka Aku pun berdzikir padanya dalam keramaian yg lebih baik dari pada kelompoknya, dan jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya berjalan cepat.”
Abdullah bin Abbas ra. berkata: “Tidak ada suatu kewajiban yg diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya melainkan ada batas²nya, kemudian bagi orang² yg berudzur dimaafkan jika ia tidak dapat melakukannya, kecuali dzikir, maka tidak ada batas dan tidak ada udzur yg dapat diterima untuk tidak berdzikir, kecuali jika berubah akal [gila].
Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعُودًا وَعَلٰى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بٰطِلًا سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang² yg berdzikir (mengingat) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia², Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali-‘Imran (3): 191)
Firman Allah: “Wahai orang² yg beriman, berdzikirlah [ingatlah] kamu kepada Allah dengan dzikir sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.”
Yakni pagi, siang, sore, malam, di darat, di laut, di udara, dalam perjalanan [musafir], berdiam diri pada semua tempat dan waktu, bagi yg kaya, miskin, sehat, sakit, terang²an atau sembunyi dengan lisan atau hati dan pada tiap keadaan.
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
Biasakan selalu berdzikir karena dzikir adalah jalan terdekat menuju Allah dan tanda wujud kekuasaan-Nya. Siapa yg diberi kesempatan berdzikir berarti ia telah diberi sebagian kekuasaan-Nya. Oleh karena itu, jangan tinggalkan dzikir. Jangan kau tinggalkan dzikir lantaran merasa tidak bisa berkonsentrasi saat dzikir akibat terlalu di sibukkan dengan bisikan² setan dan hal² duniawi. Kelalaianmu untuk berdzikir kepada-Nya lebih buruk daripada kelalaianmu saat berdzikir. Karena meninggalkan dzikir sama saja menjauhkan diri dari Allah, baik secara hati maupun lisan. Berbeda halnya dengan lalai saat berdzikir, meski hatimu jauh dari-Nya, lisanmu tetap dekat dengan-Nya. Oleh karena itu, kau tetap harus berdzikir kepada Allah walaupun hatimu lalai saat dzikir.
Semoga Allah menuntunmu dari dzikir yg disertai kelalaian menuju dzikir yg disertai kesadaran dan konsentrasi; dari dzikir yg disertai kesadaran hati menuju dzikir yg mengantarkan hati masuk ke hadirat Ilahi, sehingga kau merasa melihat-Nya saat berdzikir dan tidak lalai dari-Nya; dari dzikir yg disertai kehadiran hati, menuju dzikir yg meniadakan segala hal selain Allah, termasuk dzikir itu sendiri sehingga tanpa disadarinya, ia keluar dari dzikirnya. Pada saat itulah, Tuhannya akan menjadi lisan yg digunakannya untuk berbicara. Saat bergerak pun, tangan Tuhannyalah yg bergerak. Saat mendengar, Tuhannyalah yg menjadi pendengarannya.
Mungkin, kondisi seperti itu tampak tidak masuk di akal, tetapi itu benar² terjadi. Kondisi seperti itu hanya bisa diketahui dan dirasakan oleh para salik. Sekalipun demikian, para ulama sepakat untuk mempercayai dan meyakininya. Oleh karena itu, jangan sekali-kali mendustakannya sehingga kau akan binasa bersama orang² yg binasa.
Dalam hikmah ini, Syaikh Ibnu Atha‘illah juga melarang seorang murid untuk putus asa dan merasa tidak mungkin sampai pada maqam semacam itu. Maka dari itu, ia pun menyitir firman Allah, ”Dan yg demikian itu bagi Allah tidaklah sukar, ” (QS. Ibrahim (14): 20) karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Seorang murid hanya wajib melaksanakan sebab², sedangkan hasilnya menjadi urusan Allah. Wallaahu a’lam