Hikmah 57 dlm Al-Hikam:
“Kedudukan Amal, Ahwal Dan Maqam Inzal”
حُسْنُ الاَعماَلِ نَتَاءِجُ حُسْنِ الاَحوالِ وَحُسنُ الاَحوَالِ منَ التـَّحَققِ فىِ مقاَماَتِ الاِنْزالِ
Baiknya amal perbuatan itu, sebagai hasil dari baiknya Ahwal, dan baiknya Ahwal itu sebagai hasil dari kesungguhan istiqamah pada maqam inzal (apa yg diperintah oleh Allah).
Hikmah yg lalu mengaitkan nilai amal dengan zuhud hati terhadap dunia. Hati yg menerima cahaya Nur Ilahi akan mendapat pengalaman keruhanian yg dinamakan ahwal (hal²). Ahwal yg menetap pada hati dinamakan maqam.
Maqam Inzal yaitu: pengetahuan/ilmu yg berhubungan dengan Ketuhanan Allah Ta’ala, yg oleh Allah diberikan kepada hati hambanya, supaya hamba tidak mengaku-aku, tidak karena surga atau takut neraka.
Jadi baiknya Amal itu muncul dari baiknya Ahwal, baiknya Ahwal itu muncul dari maqom inzal/ilmu yg diberikan oleh Allah.
Amal yg baik itu hanya yg diterima oleh Tuhan, dan itu pasti karena baik dalam segi keikhlasan kepada Allah, dan tidak mungkin ikhlas kecuali jika ia mengerti benar² kedudukan dirinya terhadap Tuhannya.
Imam Al-Ghazali berkata: “Tiap tingkat dalam kepercayaan/keyakinan itu mempunyai ilmu, dan Hal [perasaan] dan amal perbuatan;
Ilmu-yaqin [keyakinan yg didapat dari pengertian teori pelajaran]. Ainul-yaqin [keyakinan yg didapat dari fakta² lahir setelah terungkap/terbuka]. Haqqul-yaqin [keyakinan yg benar² langsung dari Allah, dan tidak dapat diragukan sedikitpun, yaitu keyakinan yg hakiki.
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
Amal terbaik adalah amal yg terbebas dari faktor² yg membuat sebuah amal tidak diterima, seperti riya’ dan mengharap keuntungan duniawi. Amal yg lebih baik lagi adalah amal yg dikerjakan dengan hati yg senantiasa hadir di hadapan Allah dan tidak peduli dengan bisikan² setan.
Ahwal (keadaan batin) terbaik adalah ahwal yg tergambar dalam bentuk sikap zuhud terhadap dunia dan ikhlas kepada Allah. Misalnya, dengan meniatkan amal untuk ‘ubudiyah kepada-Nya semata, bukan untuk mencari pahala. Ahwal ini didapat dari kemapanan maqam² yg diturunkan ke dalam hati yg bentuknya berupa makrifat ilahiah yg menyebabkan seseorang mengabaikan segala keinginan, baik itu keinginan masuk surga maupun keinginan selamat dari neraka.
Jika seorang murid berhasil meraih itu, ia akan merasa melihat Tuhannya dengan hatinya. Dengan begitu, dalam amalnya, ia tidak berharap selain Allah. Buahnya, amalnya akan terbebas dari segala faktor yg membuat amal tidak diterima. Hikmah ini merupakan dalil dan penegas hikmah sebelumnya.
Karena sifat² terpuji, biasanya, tidak tumbuh kecuali dari banyaknya dzikir, Syaikh Ibnu Atha’illah menyampaikan demikian. Wallaahu a’lam