Hikmah 46 dlm al-Hikam:
شُعَا عُ الْبَصِيْرَ ةِ يُشْهِدُ كَ قُرْبَهُ مِنْكَ , وَعَيْنُ الْبَصِيرَ ةِ يُشْهِدُ كَ عَدَ مَكَ لِوُجُوْدِهِ , وَحَقُّ الْبَصِيرَ ةِ يُشْهِدُ كَ وُجُوْدَهُ لَا عَدَمَكَ وَلَا وُجُوْدَكَ.
Sinar mata hati membuatmu menyaksikan kedekatan-Nya denganmu. Penglihatan mata hati membuatmu menyaksikan ketiadaanmu karena keberadaan-Nya. Hakikat mata hati membuatmu menyaksikan keberadaan-Nya, bukan ketiadaanmu dan bukan pula keberadaanmu.
Salik dalam perjalanannya menuju Allah Ta’ala akan ada Nur dari Allah tiga macam:
1. Syu’aa ‘ul-bashirah yaitu cahaya akal.
2. Ainul-bashirah yaitu cahaya ilmu.
3. Haqqul-bashirah yaitu cahaya Ilahi.
Dan semua nur tersebut akan menimbulkan macam² buah dan faedah yg penting.
Maka orang² yg menggunakan akal mereka, masih merasa adanya dirinya dan dekatnya kepada Tuhan [yakni, Allah selalu meliputi dan mengurung mereka]. Sedang orang² yg menggunakan nurul ilmi merasa dirinya tidak ada jika dibanding dengan adanya Allah. Sedang ahli hakikat hanya melihat kepada Allah dan tidak melihat apapun di samping-Nya. Bukannya mereka tidak melihat adanya alam sekitarnya, tetapi karena alam sekitarnya itu tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhajat kepada Allah, maka adanya alam ini tidak menarik perhatian mereka, karena itu mereka menganggap bagaikan tidak ada.
Sebagian ulama ahli tarekat berkata, “Seorang hamba tidak akan mencapai hakikatnya tawadhu’ kecuali sudah bersinarnya hati dengan nur musyahadah. Dan ketika hati sudah bersinar maka nafsunya akan lebur dan bisa menetapi kebenaran dan akhlak yg baik.”
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
Sinar mata hati sering disebut dengan cahaya akal dan ’ilmul yaqin. Penglihatan mata hati sering disebut dengan cahaya ilmu dan ‘ainul yaqin. Hakikat mata hati sering disebut dengan cahaya kebenaran dan haqqul yaqin.
Cahaya² Ilahi tersebut akan menyinari hati seorang salik. Setiap cahaya tersebut memiliki buah dan manfaatnya sendiri².
Seseorang berkata, ”Seorang hamba tidak akan sampai pada hakikat tawadhu’, kecuali saat terpancarnya cahaya musyahadah dari hatinya.” Saat itu, nafsunya akan larut dan tunduk pada sang Khaliq dan bersikap rendah hati di hadapan makhluk.
Melalui hikmah ini, Syaikh Ibnu Atha‘illah as-Sakandari qs. menjelaskan bahwa orang yg terbuka dengan cahaya pertama akan merasa kedekatan Allah. Ia akan selalu sadar pengawasan Allah dan malu kepada-Nya. Ia merasa bahwa pandangan Allah tidak pernah luput darinya, baik itu di saat ia melaksanakan perintah-Nya maupun di saat menjauhi larangan-Nya.
Orang yg terbuka dengan cahaya kedua akan merasa ketiadaan segala yg wujud karena“ wujud Tuhan Yang Maha Haq. Ia akan melihat bahwa alam semesta ini tidak ada dan tidak memperdulikannya lagi karena wujud alam semesta ini hanyalah akibat dari wujud Yang Maha Mawjud. Wujud hakiki hanyalah milik Allah Ta’ala. Dalam pandangannya, tak ada lagi yg dijadikan sandaran atau ternpat berkeluh kesah, kecuali Allah. Ia hanya akan bertawakal kepada-Nya, ridha, dan memasrahkan diri kepada-Nya.
Sementara itu, orang yg terbuka dengan cahaya ketiga akan memiliki dzat dan jiwa yg suci. Ia akan merasa kefana’an secara total. Kefana’an yg abadi karena luluh dengan wujud Tuhannya. Rahasia² Ilahi pun terkuak di hadapannya. Jika ia naik dari kefana’an total itu, ia akan menempati maqam keabadian.
Penulis Al-‘Awarif berkata, ”Orang yg abadi di satu maqam tidak akan dihalangi Allah dari makhluk dan tidak akan dihalangi makhluk dari Allah, sedangkan orang yg fana’ akan terhalangi oleh Yang Maha Haq dari makhluk.” Wallaahu a’lam