Hikmah 44 dlm al-Hikam:
“Pangkal Setiap Kelalaian Dan Maksiat Adalah Merasa Puas Diri”
أَصْلُ كُلِّ مَعْصِيَةٍ وَغَفْلَةٍ وَشَهْوَةٍالرِّضَاعَنِ النَّفْسِ , وَأَصْلُ كُلِّ طَاعَةٍ وَيَقَظَةٍ وَعِفَّةٍ عَدَمُ الرِّضَامِنْكَ عَنْهَا.
Pokok dari semua maksiat dan kelalaian serta syahwat itu, karena ingin memuaskan nafsu. Sedangkan pokok dari segala ketaatan, kesadaran dan kesopanan akhlak budi, ialah karena ada pengekangan (penahanan) terhadap hawa nafsu.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِالسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yg diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf (12): 53)
Abu Hafsh berkata:
Siapa yg tidak menuduh hawa nafsunya sepanjang masa, dan tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak menariknya ke jalan kebaikannya, maka ia telah tertipu. Dan siapa yg memandang padanya dengan merasa sudah baik, berarti telah membinasakannya.
Syaikh Junayd al-Baghdadi qs. berkata:
Jangan mempercayai hawa nafsumu, meskipun telah lama taat kepadamu, untuk berbuat ibadah kepada Tuhanmu.
Al-Bushiry dalam Burdahnya berkata:
Tentang selalu hawa nafsu dan setan dan jangan menurutkan keduanya itu memberi nasehat kepadamu untuk berbuat kebaikan, tetap engkau harus curiga dan berhati-hati.
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
Maksiat berarti menentang semua perintah dan larangan Allah. Kelalaian berarti hati tidak waspada dan tidak sadar tentang kehadiran Allah. Adapun syahwat berarti ketergantungan terhadap sesuatu yg menyibukkan diri dan membuat lupa dari Allah Ta’ala.
Menurut orang² ‘arif, sebab dari segala maksiat adalah sikap puas terhadap keadaan diri sendiri. Sikap tersebut akan selalu mendorong seseorang berusaha menutup-nutupi aib dan kesalahannya sehingga yg buruk akan dijadikannya baik. Siapa yg puas dengan keadaan dirinya akan menganggap baik semua kondisi pribadinya dan merasa nyaman dengan semua kondisi itu. Siapa yg menganggap baik semua kondisi pribadinya akan lalai dari Allah. Sehingga, hatinya tidak lagi mampu mengawasi dan mengendalikan bisikan² syahwatnya. Akibatnya, ia dikuasai oleh syahwat. Siapa yg dikuasai oleh syahwat, tentu akan mudah terjerumus pada maksiat.
Adapun ketaatan berarti melaksanakan segala perintah dan larangan Allah. Kesadaran berarti perasaan tentang kehadiran Tuhan dan hal² yg diridhai-Nya. Kesucian berarti ketinggian tekad dan kebersihannya dari syahwat.
Pangkal dari segala ketaatan dan kesadaran adalah sikap tidak puas dengan keadaan diri sendiri. Jika seseorang tidak puas dengan keadaan dirinya sendiri, ia tidak akan menganggap baik semua kondisinya dan tidak akan tenang dengan semua itu. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini maka ia akan selalu sadar dan waspada terhadap segala yg datang dan menyerang.
Dengan sikap waspada dan sadar ini, ia dapat menyelidiki dan mendeteksi secara dini bisikan² hatinya. Saat itu, api syahwatnya akan padam sehingga tidak bisa menguasai dirinya. Buahnya, ia akan menjadi suci. Dengan demikian, ia akan menjauhi semua larangan Allah dan mentaati semua perintah-Nya. Itulah makna taat kepada Allah.
Sikap puas terhadap keadaan diri sendiri adalah sikap orang² yg mempelajari ilmu lahir yg tidak mau mengakui aib diri sendiri. Oleh karena itu, Syaikh Ibnu Atha‘illah melarang kita untuk berteman dengan orang² semacam itu. Wallaahu a’lam