Hikmah 43 dlm al-Hikam:
“Perintah Agama Tentang Sifat² Manusia”
اُخْرُجْ مِنْ أَوْ صَافِ بَشَرِ يَّتِكَ عَنْ كُلِّ وَصْفٍ مُنَا قِضٍ لِعُبُوْدِيَّتِكَ لِتَكُوْنَ لِنِدَاءِ الْحَقِّ مُجِيْبًا وَمِنْ حَضْرَتِهِ قَرِيْبًا.
Keluarkanlah sifat² kemanusiaanmu yg berlawanan dengan kehambaanmu agar engkau mudah menyambut panggilan Yang Maha Benar (Allah) dan menjadi dekat kehadirat-Nya.
Sifat² manusia yg berhubungan dengan faham agama terbagi dua: Lahir yaitu yg dilakukan dengan anggota jasmani, dan Batin yaitu yg berlaku dalam hati (ruhani). Yg berhubungan dengan anggota lahir juga terbagi dua: Yg sesuai dengan perintah bernama taat dan yg menyalahi perintah bernama maksiat. Demikian pula yg berhubungan dengan hati terbagi dua: Yg sesuai dengan hakikat (kebenaran) bernama iman dan ilmu, dan yg berlawanan dengan hakikat kebenaran bernama nifaq dan kebodohan.
Sifat² yg jelek (rendah) yaitu: Hasud, iri hati, dengki, sombong, mengadu domba, merampok dan gila pangkat, sangat cinta pada dunia, tamak, rakus, dan lain² sebagainya.
Dan dari sifat² jelek ini akan timbul cabang²nya yg berupa permusuhan kebencian, merendah terhadap orang kaya, menghina orang miskin, bermuka dua, sempit dada, hilang kepercayaan terhadap jaminan Allah, kejam, tidak punya malu dan lain² sebagainya.
Apabila seseorang telah dapat mengusir dan membersihkan diri dari sifat² yg rendah, yg bertentangan dengan kehambaan itu, maka pasti ia akan sanggup menerima dan menyambut tuntunan Allah Ta’ala baik yg langsung dalam ayat² Al-Qur’an atau yg berupa tuntunan dan contoh yg diberikan oleh Rasulullah Saw. Dan dengan demikian berarti ia telah mendekat kehadirat Allah Ta’ala.
Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
Keluarkanlah dari dirimu sifat² kemanusiaan yg tercela dengan riyadhah dan mujahadah; baik itu sifat² tercela yg lahir (seperti suka melakukan ghibah, mengadu domba, membunuh, dan merampas), maupun yg batin (seperti sombong, ujub, riya,‘ sum’ah [ingin terkenal], dengki, gila kehormatan, gila harta, dan sebagainya).
Jauhkan dirimu dari sifat² yg bertentangan dengan predikat kehambaanmu agar kau mudah menjawab seruan Yang Haq. Ketika kau berhasil mengeluarkan sifat² tercelamu dan menyisakan sifat² baikmu (seperti tawadhu’ [rendah hati] karena Allah, khusyuk di hadapan-Nya, mengagungkan perintah-Nya, menjaga hukum²-Nya, takut kepada-Nya, dan ikhlas dalam menyembah-Nya), maka di saat datang seruan kepadamu, ”Wahai hamba-Ku!” kau pun akan dengan mudahnya menjawab, ”Labbaik, Tuhanku!” Kau pun akan tulus dan ikhlas dalam menjawab seruan itu karena sifat² yg bertentangan dengan kehambaanmu itu telah hilang darimu. Kau pun akan dekat dengan-Nya sehingga Dia akan menjagamu dari dosa (mahfuz) dan memudahkan segala amalmu yg kelak akan kau nikmati hasilnya.
Ada perbedaan makna antara mahfuz (terjaga dari dosa) dengan lafadz ma’shum (terlindungi dari dosa). Bedanya adalah, ma’shum sama sekali tidak pernah menyentuh dosa, sedangkan mahfuz terkadang melakukan kesalahan dan kekeliruan, tetapi tidak selamanya demikian. Saat keliru, seorang yg mahfuz akan langsung bertaubat.
Ketahuilah, di mata ahli tarekat, menjauhi sifat buruk dan memiliki sifat mulia merupakan hakikat dan tujuan dari suluk. Hal itu tidak akan bisa diraih, kecuali oleh orang yg diberi taufik dan bimbingan Allah untuk mengenali dirinya sendiri dan mengetahui sifat² buruknya. Karena siapa yg sudah mengenali dirinya dan sifat² buruknya, ia akan waspada dan berusaha menghindari sifat² buruknya. Jika tidak demikian, secara tidak disadarinya, ia akan terjerumus ke dalam hal² yg dibenci Tuhannya. Wallaahu a’lam