Hikmah 38 dalam Al-Hikam:
“Perbedaan Orang yang Menjadikan Allah Sebagi Bukti Keberadaan Alam dan Orang yang Menjadikan Alam Sebagai Bukti Keberadaan Allah”
شتان بين من يستدل به، أو يستدل عليه: المستدل به عرف الحق لأهله؛ فأثبت الأمر من وجود أصله، والاستدلال عليه من عدم الوصول إليه، وإلا فمتى غاب حتى يستدل عليه، ومتى بعد؛ حتى تكون الآثار هي التي توصل إليه؟
“Betapa jauh bedanya antara orang yg berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam dan orang yg berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yg menyatakan bahwa “adanya Allah menunjukkan adanya alam” adalah orang yg telah mengenal al-Haqq (Allah) dengan kepatutan-Nya. Karena itulah, ia menetapkan keberadaan alam ini dari keberadaan pangkal (Dzat) yg membuatnya ada. Sementara itu, yg berdalil bahwa “adanya alam menunjukkan adanya Allah” adalah orang yg belum sampai kepada-Nya. Sebab, sejak kapan Allah itu ghaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan wujud alam dan kapan Allah itu jauh sehingga semesta ini harus menjadi pengantar menuju-Nya?”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Orang² yg dekat kepada Allah Ta’ala ada dua golongan, yaitu murad (yg dikehendaki Allah Ta’ala) atau majdzub (yg ditarik Allah Ta’ala untuk didekatkan kepada-Nya) dan murid (yg menghendaki Allah Ta’ala) atau salik (yg meniti jalan menuju Allah Ta’ala). Para murad atau majdzub adalah ahli syuhud.
Adapun para murid atau salik, perjalanan mereka menuju Tuhan masih terhalang akibat pandangan mereka terhadap dunia dan alam semesta. Di mata mereka, semesta teramat lahir, sedangkan Allah Ta’ala itu ghaib. Mereka tidak melihat-Nya, karena itu mereka berdalil bahwa wujud alam semesta ini membuktikan wujud Allah Ta’ala.
Sementara itu, para murad atau majdzub, mereka langsung didekati Allah Ta’ala dengan Wajah-Nya Yang Mulia. Allah akan mengenalkan Diri-Nya kepada mereka. Karena itu, mereka pun akan mengenali-Nya. Semua makhluk dan alam semesta akan hilang dari pandangan mereka karena mereka berdalil bahwa wujud Allah Ta’ala adalah bukti dari wujud semesta. Mereka itulah kaum ‘arif. Mereka termasuk orang² yg didekatkan Allah Ta’ala kepada-Nya.
Namun, karena sikap istiqamah mereka terhadap kondisi mereka, tanda didekatkannya mereka kepada Allah Ta’ala (jadzab) tidak tampak pada diri mereka. Oleh sebab itu, ada yg mengatakan, “Akhir perjalanan seorang salik adalah awal perjalanan seorang majdzub.”
Manusia yg paling kuat jadzab -nya adalah para Nabi dan Rasul. Inilah perbedaan antara dua kelompok tersebut.
Orang yg menggunakan Allah Ta’ala sebagai dalil wujud alam akan mengenal Allah Ta’ala sebagai wujud yg wajib. Dengan kata lain, wujud itu milik Allah Ta’ala semata. Adapun benda² yg hadits (baru), aslinya tidak berwujud. Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa semua yg hadits berasal dari wujud asal, yaitu Allah Ta’ala. Mereka menganggap bahwa wujud makhluk bersumber dari wujud Khaliq yg tampak pada diri makhluk. Jika tidak, makhluk itu tidak akan ada. Demikian menurut pandangan ahli syuhud.
Berbeda halnya dengan orang yg menggunakan alam untuk membuktikan wujud Allah Ta’ala. Ia menggunakan sesuatu yg tidak diketahui (majhul) sebagai dalil untuk membuktikan perkara yg sudah diketahui (ma‘lum), menggunakan ketiadaan (‘adam) untuk membuktikan keberadaan (wujud), atau menggunakan perkara yg tersembunyi (khafiyy) untuk membuktikan hal yg lahir dan nyata. Hal itu dikarenakan adanya hijab pada diri orang tersebut sehingga ia lebih suka menelusuri sebab² daripada mencari Sang Pembuat Sebab.
Sejak kapan Allah Ta’ala ghaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan sesuatu yg hadir? Sejak kapan Allah Ta’ala jauh sehingga alam semesta inilah yg akan mendekatkan kita kepada-Nya, padahal alam semesta ini tadinya tidak berwujud? Demikian pertanyaan yg diajukan para ahli syuhud.
Sementara itu, orang² mahjub (yg terhalang dari-Nya) menjadikan alam semesta sebagai bukti wujud Allah Ta’ala. Mereka terbagi ke dalam dua golongan, yaitu kaum awam dan para salik yg belum mencapai maqam ahli syuhud. Wallaahu a’lam