Hikmah 26 dalam Al-Hikam:
“Bodohnya Orang yang Ingin Mengubah Kehendak Allah”
ماترك من الجحل شيئا من أراد أن يحدث في الوقت غير ما أظهره الله فيه.
“Alangkah bodohnya orang yg menghendaki sesuatu terjadi pada waktu yg tidak dikehendaki-Nya.”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Jika hati atau tubuh seorang murid sedang berada dalam satu keadaan (ahwal) tertentu, ia harus tetap menjaga kesopanan di hadapan Allah Ta’ala dengan merelakan diri untuk tetap berada pada keadaan tersebut sampai Allah Ta’ala sendiri yg memindahkannya dari sana. Dengan satu catatan: keadaan tersebut tidak bertentangan dengan syari’at.
Misalnya, jika ia sedang berada dalam keadaan terlepas dari keduniaan (tajrid), ia harus menahan diri untuk terus berada dan rela dalam keadaan tersebut sampai Allah Ta’ala sendiri yg memindahkannya ke keadaan yg lain. Jika terbersit di hatinya keinginan untuk mencari penghidupan (kasab), itu artinya ia tidak sopan kepada Tuhannya karena ia sudah menolak keadaan yg dikehendaki-Nya untuknya. Demikian pula, seorang murid dianggap tidak sopan terhadap Tuhannya, jika ia sedang berada dalam satu pekerjaan, namun ingin pindah ke pekerjaan lain, atau sedang berada dalam keadaan miskin, namun ingin menjadi kaya.
Empat puluh tahun silam, seseorang berkata kepadaku, “Bila Allah Ta’ala menempatkanku pada satu kondisi (ahwal), tidak pernah sedikit pun aku kesal. Bila Dia memindahkanku ke kondisi lain, tidak pernah sekali pun aku menolaknya.” Ungkapan ini adalah buah dari ilmu dan pengetahuan (makrifat) tentang Allah Ta’ala dan ketuhanan-Nya.
Jika seseorang membenci keadaan dirinya saat ini, lalu ia bersikukuh ingin pindah dari keadaan itu dan menghendaki keadaan lain yg berbeda dengan apa yg ditampakkan Allah Ta’ala kepadanya, itu artinya, ia tidak mengenali Tuhannya sama sekali dan sudah bersikap tidak sopan terhadap-Nya. Tentu ini adalah tindakan menentang “hukum waktu” yg di isyaratkan oleh kaum sufi. Bagi kaum sufi, menentang “hukum waktu” merupakan dosa paling besar. Wallaahu a’lam