Hikmah 13 dalam Al-Hikam:
“Hati Tidak Mungkin Bersinar Manakala Keduniaan Menutupinya”
كيف يشرق قلب صور الأكوان منطبعة في مرآته؟ أم كيف يرحل إلى الله، وهو مكبل بشهواته؟ أم كيف يطمع أن يدخل حضرة الله، وهو لم يتطهر من جنابة غفلاته؟ أم كيف يرجو أن يفهم دقائق الأسرار، وهو لم يتب من هفواته؟
“Bagaimana mungkin qalbu akan bersinar, sedangkan bayang² dunia masih terpampang di cerminnya? Bagaimana mungkin akan pergi menyongsong Ilahi, sedangkan ia masih terbelenggu nafsunya? Bagaimana mungkin akan bertamu ke hadirat-Nya, sedangkan ia belum bersuci dari kotoran kelalaiannya? Bagaimana mungkin diharapkan dapat menyingkap berbagai rahasia, sedangkan ia belum bertaubat dari kekeliruannya?”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Bagaimana mungkin qalbu akan bersinar terang, sedangkan anasir keduniaan masih menyelimutinya dan dianggap bisa mendatangkan manfaat dan bahaya? Bahkan, anasir keduniaan itu begitu di andalkannya!
Jika hati masih terbelenggu nafsu, bagaimana mungkin bisa berjalan menuju Allah Ta’ala? Orang yg dibelenggu tentu tidak akan mampu berjalan. Bagaimana pula hati bisa melihat Allah Ta’ala, sedangkan ia masih belum suci dari junub kelalaiannya?
Di sini, Syaikh Ibnu Atha’illah mengumpamakan kelalaian dengan junub. Dan seorang yg sedang junub tidak diperbolehkan memasuki masjid. Seperti itu pula orang yg dikuasai kelalaian, ia tidak akan di izinkan menemui Allah Ta’ala.
Bagaimana mungkin hati akan mewarisi ilmu kaum ‘arif, sedangkan ia belum bertaubat dari kesalahan atau maksiat yg tidak disengaja dilakukannya?
Dalam hikmah di atas, Syaikh Ibnu Atha’illah mengungkapkan kejanggalan yg dilihatnya. Menurutnya, bagaimana mungkin seseorang bisa meraih sesuatu yg di inginkannya, sedangkan ia masih melakukan hal² yg justru merintangi pencapaiannya. Hati yg bercahaya hanya dapat diraih dengan cahaya iman dan keyakinan, bukan dengan harta dan hal² lain yg bersifat duniawi. Keduniaan justru akan membuat hati menjadi gelap.
Perjalanan menuju Allah Ta’ala hanya bisa dilakukan dengan memutus belenggu nafsu dan syahwat, bukan dengan menuruti nafsu dan syahwat. Pertemuan dengan Allah Ta’ala hanya bisa terjadi bila hati telah suci. Hati yg masih belum suci atau masih dikotori oleh kelalaian akan menghalangi pertemuan dengan Allah Ta’ala. Kemampuan menguasai ilmu dan mengetahui detail² rahasia hanya bisa didapat melalui ketakwaan, bukan dengan keinginan yg besar untuk selalu melakukan maksiat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)
Dalam sebuah khabar disebutkan, “Siapa yg beramal dengan ilmunya, maka Allah akan mewarisinya ilmu yg tidak diketahuinya.”
Keempat hal di atas sebenarnya saling mempengaruhi satu sama lain. Tampilnya gambaran keduniaan di dalam cermin hati menjadi sebab terbelenggunya hati oleh syahwat. Keterbelengguan hati dapat menyebabkan kelalaian. Kelalaian menjadi sebab segala kekeliruan, dan kekeliruan menjadi sebab butanya hati. Wallaahu a’lam