Hikmah 116 dlm Al-Hikam:
“Sikap Menghadapi Bala’ & Ujian”
لِيُخَفِّفْ اَلَمَ البَلاَءِ عليكَ عِلمُكَ بِاَنَّهُ سُبْحانهُ هُوَ المُبْلى لكَ. فالذِىواجْهَتكَ منهُ الاقدارُ هُوَالذيْ عَوَّدَكَ حُسنُالاِخِتِياَرِ
Seharusnya bala’ yg menimpa padamu terasa ringan, karena engkau mengetahui bahwa Allah yg menguji (memberi bala’) padamu. Maka Tuhan yg menimpakan kepadamu takdir-Nya itu, Dia pula yg telah biasa memberi sebaik-baik apa yg dipilihkan-Nya untukmu. (Dialah yg membiasakan kau merasakan sebaik-baik pilihan-Nya/pemberian-Nya).”
Ketahuilah, bahwa Dzat yg memberi nikmat kepadamu punya kebiasaan senang memberi sesuatu yg terbaik untukmu, maka di lain waktu bila memberi sesuatu yg dirasakan tidak baik, tentu kau bisa yakin bahwa itu juga terbaik untukmu.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata: “Suatu tanda seseorang itu mendapat taufiq karunia Allah, ialah terpeliharanya iman (Tauhid) diwaktu menghadapi bala’, ujian bencana. Wa-‘asaa -an-takrohuu syai-an-wahuwa khoirul-lakum (Mungkin kamu tidak suka pada sesuatu, padahal itu baik untukmu).
Syaikh Abu Thalib al-Makki berkata: Manusia itu tidak suka miskin, hina dan penyakit, padahal itu semua baik baginya untuk bekal di akhirat, sebaliknya ia suka kaya, sehat dan terkenal padahal itu semua bahaya di sisi Allah, dan jelek akibatnya.
Syaikh Junaid al-Baghdadi berkata: Ketika saya tidur di tempat Syaikh Sary as-Saqathy, tiba² saya di bangunkan, lalu dia berkata: Ya Junaid, saya telah bermimpi seolah-olah berhadapan dengan Allah, lalu Allah berkata kepadaku: Hai Sary, ketika Aku membuat makhluk maka semua mengaku cinta kepadaku, kemudian aku membuat dunia, maka lari dari pada-Ku sembilan puluh persen (90%) dan tinggal sepuluh persen (10%), kemudian Aku membuat surga, maka lari dari pada-Ku sembilan puluh persen dari sisanya itu, kemudian Aku membuat neraka, maka lari dari pada-Ku sembilan puluh persen dari sisanya itu, kemudian Aku membuat bala’, maka lari dari padaku sembilan puluh persen dari sisa²nya itu.
Maka Aku berkata pada sisa yg tinggal itu: Dunia kamu tidak mau, surga kamu tidak suka, neraka kamu tidak takut, bala’ musibah juga kamu tidak lari, maka apakah keinginanmu? Jawabnya: Engkau telah mengetahui keinginan kami. Aku berkata: Aku akan menurunkan kepadamu bala’ yg tidak akan sanggup menanggungnya walaupun bukit yg besar. Sabarkah kamu? Jawab mereka: Apabila Engkau yg menguji, maka terserahlah kepada-Mu (berbuatlah sekehendak-Mu), maka mereka itulah hamba-Ku yg sebenarnya.
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Kau harus sadar bahwa Allah yg mengujimu, bukan yg lain. Dia yg lebih mengetahui maslahatmu daripada dirimu sendiri. Kesadaran ini akan menjadi sebab kebahagiaan, kesenangan, hiburan, ketawakkalan, dan kesabaranmu. Dzat yg menetapkan berbagai perkara yg ditakdirkan untukmu, seperti penyakit, hilangnya harta dan anak, atau yg lainnya, adalah Dzat yg memilihkan untukmu perkara terbaik yg sesuai denganmu.
Dalam kehidupan ini pun kau kerap menyaksikan bahwa orang yg selalu berbuat baik kepadamu bisa saja sewaktu-waktu bersikap buruk dan berbuat kasar kepadamu. Sekalipun demikian, kau tetap sabar menghadapi sikap buruknya karena mungkin saja kekasaran dan keburukan sikapnya itu didasari oleh niat baik dari dalam lubuk hatinya.
Demikian pula seorang hamba, jika ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala Maha Pemurah, Maha Lembut, dan Maha Melihat kepadanya, setiap petaka dan ujian yg dijatuhkan kepadanya tidak perlu dipedulikan karena Allah tidak menghendaki darinya kecuali kebaikan. Dengan kesadaran itu, ia akan berbaik sangka kepada Allah dan yakin bahwa itu adalah pilihan-Nya untuknya. Ia harus yakin bahwa dalam ujian itu terkandung maslahat tersamar bagi dirinya yg tidak diketahui, kecuali oleh Allah.
Allah Ta’ala berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)
Syaikh Abu Thalib al-Makki berkata tentang ayat ini, “Seorang hamba benci kemiskinan, kekurangan, kelemahan, dan bahaya, padahal itu lebih baik baginya di hari akhir. Mungkin ia suka kekayaan, kesehatan, dan popularitas, padahal di sisi Allah itu lebih buruk baginya dan lebih jelek akibatnya.” Wallaahu a’lam