Hikmah 111 dlm Al-Hikam:
“Waktu Terbaik Untuk Hamba”
خَيْرُ اَوقاَتِكَ وَقْتٌ تَشْهَدُ فيهِ وُجُودُ فاَقَتِكَ وَتُرَدُّ فيِهِ اِلٰى وُجُودِ ذِلَّتِكَ
Sebaik-baik waktu dalam hidupmu, ialah saat² dimana engkau merasa dan mengakui kefakiran/kebutuhanmu, dan kembali pada adanya kerendahan dirimu.
Sebaik-baik waktu dalam masa hidupmu, ialah saat ingat kepada Allah dan putus hubungan dengan segala sesuatu selain-Nya. Yaitu disaat merasakan benar² kebutuhanmu kepada Allah, sedang segala sesuatu yg lainnya tidak dapat menolong meringankan kebutuhanmu. Dan tidak ada pengharapan selain pada Allah. Maka pada saat itu murnilah pengertian tauhidmu kepada Allah.
Diceritakan: Syaikh ‘Atha’ as-Sulami selama tujuh hari tidak merasakan makanan sama sekali dan dia tidak bisa berbuat apa², tapi dalam kondisi seperti itu hati Beliau tambah senang, dan berkata (berdoa): “Ya Tuhanku, jika Engkau tidak memberi makanan kepadaku tiga hari lagi tentu aku akan shalat seribu raka’at.”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Ini dianggap waktu terbaik karena pada waktu ini kau merasa hadir dengan Tuhanmu. Kau palingkan pandanganmu dari segala media, sarana, dan sebab² yg membuatmu semakin jauh dari-Nya. Lain halnya ketika kau merasa kaya dan mulia, maka itu adalah waktu terburuk bagimu.
Diceritakan bahwa suatu malam, Syaikh Fatah al-Mushili pulang ke rumahnya. Ia tidak mendapati hidangan makan malam, lampu penerang, dan tidak pula kayu bakar. Ia tetap memuji Allah dengan mengucap Alhamdulillah seraya beribadah kepada-Nya. Ia berdoa,
“Tuhanku, dengan sebab dan wasilah (perantara) apalagi agar Engkau memperlakukanku seperti memperlakukan para wali-Mu?”
Demikian pula yg terjadi pada Fudhail ibn Iyyadh. Ia berkata, “Dengan amal apa lagi supaya aku layak mendapatkan hal ini dari-Mu agar aku terus mengalaminya?”
Banyak kejadian serupa yg terjadi pada orang² yg dekat dengan Allah. Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Atha’illah berkata, “Kebutuhan adalah hari raya para murid.” Wallaahu a’lam