Hikmah 2 dalam Al-Hikam:
“Sikap Orang ‘Arif Ketika Di Anugerahi Ahwal Tajrid dan Ahwal Isytighal”
إرادتك التجريد مع إقامة الله إياك في الأسباب من الشهوة الخفية، وإرادتك الأسباب مع إقامة الله إياك في التجريد انحطاط عن الهمة العالية.
“Keinginanmu untuk lepas dari kesibukan urusan duniawi, padahal Allah telah menempatkanmu di sana, termasuk syahwat yg tersamar. Dan keinginanmu untuk masuk ke dalam kesibukan urusan duniawi, padahal Allah telah melepaskanmu dari itu, sama saja dengan mundur dari tekad luhur.”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Tajrid adalah sebuah kondisi di mana seseorang tidak memiliki kesibukan duniawi. Sebaliknya, isytighal adalah sebuah kondisi di mana seseorang memiliki kesibukan duniawi. Dan yg dimaksud dengan kesibukan duniawi adalah kesibukan² yg tujuan akhirnya bersifat keduniaan, seperti bekerja atau berdagang. Keinginanmu untuk menjauhi semua sarana penghidupan duniawi dan tidak mau berpayah-payah dalam menjalaninya, padahal Allah Ta’ala telah menyediakan semua sarana itu untuk kau jalani, bahkan saat menjalaninya pun agamamu tetap terjaga, sifat tamak tetap jauh darimu, ibadah lahir dan keadaan batinmu juga tidak terganggu maka keinginan semacam itu termasuk syahwat yg tersamar.
Dianggap “syahwat” karena kau tidak mau menjalani kehendak Tuhanmu dan lebih memilih kehendakmu sendiri. Disebut “tersamar” karena sekalipun pada lahirnya keinginanmu ialah menjauhi dunia dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, namun keinginan batinmu yg sebenarnya ialah agar mendapatkan popularitas dengan ibadah dan kewalianmu supaya orang² mendatangimu dan menjadikanmu panutan. Untuk itulah, kau pun rela meninggalkan apa yg telah menjadi kebiasaanmu, yaitu mencari penghidupan duniawi.
Orang² ‘arif menyatakan bahwa kedekatan manusia dengan seorang murid yg belum mencapai kesempurnaan bisa menjadi racun pembunuh bagi diri murid itu. Karena bisa jadi, murid itu akan terdorong untuk menjauhi kewajiban² ibadah dan dzikirnya karena ia lebih suka mengharap apa yg akan diberikan oleh manusia.
Sebaliknya, keinginanmu untuk bekerja dan berusaha keras mencari penghidupan duniawi, padahal Allah Ta’ala telah menyediakannya untukmu dengan mudah tanpa harus bersusah payah, misalnya dengan dipenuhinya semua sandang dan panganmu, dan kau pun tetap merasa tenang dan damai meski kekurangan, bahkan kau tetap bisa terus beribadah dengan tekun, maka sikap seperti itu sama saja dengan mundur dari tekad luhur. Karena, kau sekarang cenderung bergantung kepada makhluk, padahal sebelumnya kau bergantung kepada Sang Khaliq.
Sebenarnya, berbaur dengan orang² yg sibuk mengurusi dunia saja sudah cukup membuat tekad luhurmu ternodai. Oleh karena itu, yg wajib bagi para salik (peniti jalan menuju Allah Ta’ala) ialah tetap diam di tempat yg telah ditetapkan dan diridhai oleh Allah Ta’ala untuknya, sampai Allah Ta’ala sendiri yg akan mengeluarkannya dari tempat itu. Hendaknya ia tidak keluar sendiri dari sana atas kehendak sendiri atau karena bisikan setan sehingga ia akan tercebur ke lautan keterasingan dan jauh dari Allah Ta’ala, na’udzubillaah. Wallaahu a’lam