Hikmah 259 dlm Al-Hikam:
“Perbedaan Antara Kondisi di Mana Engkau Menyertai Alam dengan Kondisi di Mana Alam Menyertaimu”
اَنْتَ مَعَ الْأَ كْوَانِ مَا لَمْ تَشْهَدِ الْمُكَوِّنَ، فَإِذَا شَهِدْ تَهُ كَا نَتِ الْأَ كْوَا نُ مَعَكَ.
Kau tunduk kepada alam selama belum melihat Penciptanya. Jika kau telah menyaksikan-Nya maka alam akan tunduk kepadamu.
Selama masih ada hajat kebutuhan kepada alam benda, maka engkau tetap menjadi budak hamba kebendaan, tetapi bila engkau telah sadar bahwa benda ini tidak bergerak sendiri, bahkan tergantung pada Penciptanya, maka ketika engkau sadar yg demikian, engkau tidak berhajat lagi kepada alam benda, dan merasa kaya cukup dengan Pencipta alam benda, sehingga benda itu pun tunduk kepadamu dengan izin Allah Ta’ala Penciptanya.
Syaikh Abu Bakar asy-Syibli ra. berkata, “Tidak pernah tergerak di dalam hati orang yg mengenal kepada Allah pencipta alam ini, sesuatu dari hal alam benda: Yakni seorang yg benar² telah mengenal Allah, sama sekali tidak merasa butuh kepada kebendaan.”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Kau hanya akan terpaku pada alam dan bersandar kepadanya selama kau tidak melihat siapa Pencipta alam itu. Jika kau sudah melihat Sang Pencipta di dalamnya, alam akan bersamamu. Dengan kata lain, kau tidak membutuhkannya, namun kau akan memilikinya. Alamlah yg akan membutuhkan dan melayanimu. Jika kau meminta sesuatu dari alam, permintaanmu akan cepat terwujud. Jika kau katakan kepada suatu benda alam, “Jadilah!”, niscaya ia akan terjadi dengan izin Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, tak heran jika sebagian wali ada yg berkata kepada langit, “Turunkan hujanmu!” atau berkata kepada angin, “Bertiuplah!” maka angin itu pun bertiup dan awan menurunkan hujannya. Sebabnya adalah karena para wali merasa ghaib dari alam dengan menyaksikan Penciptanya. Dalam kondisi syuhud ini, seorang wali akan kehilangan indranya dan kehilangan kemanusiaannya, tetapi tidak mesti ia harus mengalami kefana’an. Wallaahu a’lam