Hikmah 253 dlm Al-Hikam:
“Orang Mukmin Sibuk Memuji Allah dan Lupa Dengan Dirinya Sendiri”
الْمُؤْ مِنُ يُشْغِلُهُ الثَّنَا ءُ عَلَى اللهِ تَعَلَى عَنْ أَنْ يَكُوْنُ لِنَفْسِهِ شَا كِرًا، وَتُشْغِلُهُ حُقُوْقُ اللهِ عَنْ أَنْ يَكُوْنَ لِحُظُوْظِهِ ذَا كِرًا.
Orang mukmin disibukkan dengan memuji Allah sehingga lupa menyanjung diri sendiri. Ia juga disibukkan dengan menunaikan kewajiban kepada Allah sehingga tidak ingat kepada kepentingan dirinya.
Memuji diri, ialah merasa telah berbuat amal kebaikan. Sedang hakikat mukmin itu apabila tidak merasa mempunyai kebaikan sendiri, semua itu semata-mata hanya pemberian karunia Allah Ta’ala, sebagaimana ia lupa kepentingan diri sendiri karena sibuk menunaikan kewajiban²nya terhadap Allah Ta’ala.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Mukmin yg sempurna adalah mukmin yg selalu disibukkan oleh puji-pujian terhadap sifat² indah Allah Ta’ala sehingga ia tidak bangga dengan sifat² baik dirinya. Jika dia berkata, “Saya sudah shalat atau puasa,” lalu menisbatkan semua amal terpuji itu kepada dirinya, berarti ia belum menjadi mukmin sesungguhnya karena sebenarnya, kedua amal itu adalah perbuatan Allah Ta’ala. Sementara itu, manusia hanyalah media penampakannya. Oleh karena itu, tak ada gunanya memuji manusia yg kemampuannya hanya menampakkan perbuatan Allah Ta’ala. Seharusnya, ia memuji Pelaku sesungguhnya, yaitu Tuhan Yang Maha Memberi dan Menganugerahi.
Mukmin yg sejati tidak akan menisbatkan perbuatan baik dan ahwal -nya kepada dirinya sendiri dan tidak pernah memandang dirinya atau mengagungkannya. Mukmin sejati adalah mukmin yg merasa hampa dari semua perbuatan dan ahwal tersebut karena menisbatkannya kepada Pelaku sesungguhnya dan sumber utamanya, yaitu Allah Ta’ala.
Mukmin sejati juga lebih disibukkan dengan menunaikan hak² Allah Ta’ala daripada menunaikan hak² dirinya. Bahkan, ia tidak pernah mengingat keuntungan pribadinya sama sekali. la menyembah Allah karena Dzat-Nya, bukan karena mengharap surga-Nya atau ingin selamat dari neraka-Nya. Wallaahu a’lam