Hikmah 249 dlm Al-Hikam:
“Orang yang Berusaha Membuktikan Dirinya Tawadhu’ Sejatinya Dia Orang yang Sombong”
مَنْ أَ ثْبَتَ لِنَفْسِهِ تَوَا ضُعًا فَهُوَا الْمُتَكَبِّرُ حَقًّا، إِ ذْ لَيْسَ الْتَّوَاضُعُ إِلَّا عَنْ رِفْعَةٍ، فَمَتَى أَ ثْبَتَّ لِنَفْسِكَ تَوَا ضُعًا فَأَ نْتَ الْمُتَكَبِّرُحَقًّا.
Siapa yg merasa dirinya tawadhu’, berarti ia sombong karena tawadhu’ tidak muncul dari orang yg merasa mulia. Maka dari itu, ketika kau merasa mulia, berarti kau telah sombong.
Seseorang yang merasa bertawadhu’ (merendah diri) itu disebabkan ia merasa besar dan tinggi, hanya saja ia merendah dan perasaan besar dan tinggi diri itulah hakikat kesombongan, dan itu pula arti takabbur yg di sabdakan oleh Rasulullah Saw., “Sombong itu ialah menolak kebenaran dan menghina orang lain.” Menghina orang lain disebabkan merasa diri besar dan tinggi, serta mulia.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Siapa yg merasa dirinya rendah hati (tawadhu’), berarti ia sombong karena pengakuan diri sebagai orang yg tawadhu’ itu bersumber dari perasaan ketinggian kedudukan yg sebenarnya layak ia dapatkan, namun ia rendahkan.
Ketika kau merasa tinggi dan mulia seraya merasa ber- tawadhu’, berarti kau benar² telah sombong. Sifat sombong ini tidak akan sirna darimu, kecuali dengan adanya perasaan ketidakberartian, misalnya dengan melihat kedudukan itu sebagai sesuatu yg tidak ada nilainya sama sekali. Wallaahu a’lam